Data Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (2023), Indonesia saat ini memiliki sekitar 270.000 narapidana yang tersebar di 534 lembaga pemasyarakatan (lapas), sementara kapasitas ideal lapas di Indonesia hanya mampu menampung sekitar 130.000 narapidana. Angka ini menggambarkan tingkat kepadatan yang sangat tinggi di hampir setiap lapas, yang berimbas langsung pada berbagai masalah, baik bagi narapidana itu sendiri maupun terhadap sistem pemasyarakatan secara keseluruhan.
Dampak dari overcrowding ini sangat luas dan kompleks, mulai dari buruknya kualitas kehidupan narapidana yang terpaksa hidup dalam kondisi ruang yang sempit dan tidak sehat, hingga meningkatnya risiko penyebaran penyakit menular. Kondisi ini juga menghambat pelaksanaan program rehabilitasi yang esensial untuk proses reintegrasi sosial narapidana. Terbatasnya ruang dan sumber daya mengakibatkan tidak adanya kesempatan yang memadai bagi narapidana untuk mengikuti program pendidikan atau pelatihan keterampilan, yang sangat penting untuk membantu mereka kembali ke masyarakat setelah menjalani hukuman. Sebagai dampaknya, tujuan utama sistem pemasyarakatan, yaitu rehabilitasi dan reintegrasi sosial, menjadi tidak optimal dan tidak dapat tercapai dengan maksimal.
Sistem Pemasyarakatan Belanda
Sistem pemasyarakatan Belanda dikenal dengan pendekatan yang berfokus pada rehabilitasi, pendidikan, dan reintegrasi sosial. Salah satu contoh yang paling menonjol adalah Halden Prison, yang sering disebut sebagai penjara paling manusiawi di dunia. Di Halden, narapidana diberikan fasilitas yang lebih layak, seperti ruang tidur yang nyaman, dapur bersama, dan berbagai kesempatan untuk berpartisipasi dalam program pendidikan dan pelatihan keterampilan. Pendekatan ini bertujuan untuk membangun keterampilan dan kepercayaan diri narapidana, agar mereka dapat beradaptasi kembali ke masyarakat setelah dibebaskan.
Pendekatan berbasis rehabilitasi ini terbukti efektif, terbukti dari rendahnya tingkat residivisme di Belanda. Menurut data dari Kementerian Kehakiman Belanda, tingkat residivisme di Belanda berada di angka sekitar 30%, jauh lebih rendah dibandingkan dengan rata-rata global yang mencapai 70%. Angka ini menunjukkan bahwa rehabilitasi dan reintegrasi sosial dapat mengurangi angka kejahatan secara lebih efektif dibandingkan dengan sistem hukuman penjara konvensional.
Selain itu, Belanda juga menerapkan sistem community corrections, yang memberi kesempatan kepada narapidana yang terlibat dalam kejahatan ringan atau non-violent untuk menjalani hukuman di luar penjara, dengan pengawasan ketat dan program rehabilitasi. Sistem ini tidak hanya membantu mengurangi kepadatan lapas, tetapi juga memberi kesempatan kepada narapidana untuk tetap terhubung dengan keluarga dan masyarakat, mempercepat proses reintegrasi sosial mereka.
Penerapan Sistem Pemasyarakatan Belanda di Indonesia: Peluang dan Tantangan
Masalah overcrowding di lembaga pemasyarakatan Indonesia membutuhkan perhatian serius, dan salah satu solusi yang patut dipertimbangkan adalah mengadopsi pendekatan yang telah terbukti efektif di negara lain, seperti sistem pemasyarakatan Belanda. Pendekatan rehabilitasi yang diterapkan di Belanda, terutama untuk narapidana yang terlibat dalam pelanggaran ringan atau non-violent, menawarkan alternatif yang sangat relevan. Program-program pendidikan dan pelatihan keterampilan yang ada di Belanda dapat membantu meningkatkan kualitas hidup narapidana serta mempersiapkan mereka untuk reintegrasi ke dalam masyarakat setelah masa hukuman mereka selesai. Dengan menekankan rehabilitasi, sistem ini berfokus pada pengurangan angka residivisme dan memfasilitasi narapidana untuk menjadi individu yang produktif setelah dibebaskan.
Namun, meskipun potensi penerapan sistem Belanda di Indonesia sangat besar, beberapa tantangan signifikan perlu dihadapi agar implementasinya berhasil. Salah satunya adalah keterbatasan anggaran dan sumber daya yang ada dalam sektor pemasyarakatan Indonesia. Banyak lapas yang masih kesulitan dalam menangani masalah infrastruktur dasar dan fasilitas yang tidak memadai, yang tentunya menghambat keberhasilan program rehabilitasi yang lebih komprehensif. Jika masalah ini tidak segera diatasi, maka program rehabilitasi yang diharapkan untuk meningkatkan kualitas hidup narapidana dan mempersiapkan mereka kembali ke masyarakat akan sulit tercapai. Oleh karena itu, untuk mengimplementasikan program ini, dibutuhkan investasi besar baik dalam hal finansial maupun dalam peningkatan kompetensi petugas pemasyarakatan, agar mereka dapat memberikan layanan yang lebih baik dan efektif.
Alternatif Solusi Overcrowding
Berdasarkan pengalaman Belanda, ada beberapa langkah yang bisa diambil untuk mengatasi overcrowding di lapas Indonesia:
- Mengembangkan Program Rehabilitasi dan Pelatihan Keterampilan
Perlunya peningkatan dan pengembangan program rehabilitasi di lembaga pemasyarakatan (lapas), dengan fokus pada pelatihan keterampilan, pendidikan formal, serta program terapi psikologis. Program-program ini tidak hanya penting untuk membantu narapidana memperoleh keterampilan yang dibutuhkan untuk reintegrasi ke masyarakat, tetapi juga untuk meningkatkan kesehatan mental mereka, yang sering kali terabaikan dalam sistem pemasyarakatan saat ini.
Pelatihan keterampilan, seperti kursus keterampilan teknis atau kewirausahaan, serta pendidikan formal, dapat memberikan narapidana kesempatan untuk memperbaiki kualitas hidup mereka setelah dibebaskan, yang pada gilirannya mengurangi angka residivisme. Dengan menyediakan lebih banyak peluang untuk pengembangan diri ini, dapat menciptakan sistem pemasyarakatan yang lebih efektif dalam mempersiapkan narapidana menjadi anggota masyarakat yang produktif dan mengurangi ketergantungan pada hukuman penjara semata.
- Menerapkan Sistem Community Corrections untuk Kejahatan Ringan
Program community corrections, seperti yang diterapkan di Belanda, dapat menjadi alternatif yang efektif untuk mengurangi kepadatan di lembaga pemasyarakatan. Dalam sistem ini, narapidana yang terlibat dalam kejahatan ringan atau non-violent diberi kesempatan untuk menjalani hukuman di luar penjara, dengan pengawasan yang ketat dan program rehabilitasi. Penerapan program ini juga dapat mengurangi jumlah narapidana yang tidak perlu ditempatkan di penjara, sementara juga memberikan kesempatan bagi mereka untuk tetap terhubung dengan keluarga dan masyarakat, yang penting untuk proses reintegrasi sosial.
Dengan pendekatan ini, tidak hanya dapat mengurangi kepadatan di lapas, tetapi juga menciptakan sistem yang lebih humanis dan berfokus pada pemulihan, bukan sekadar hukuman.
- Meningkatkan Kerja Sama dengan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM)
Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan organisasi non-pemerintah dapat memainkan peran penting dalam mendukung program rehabilitasi, pelatihan keterampilan, dan reintegrasi sosial bagi narapidana. Melalui kemitraan yang kuat antara pemerintah dan LSM, berbagai program yang lebih terjangkau dan efektif dapat diselenggarakan di lapas. LSM memiliki pengalaman dan sumber daya untuk merancang dan melaksanakan kegiatan yang mendukung proses pemulihan narapidana, mulai dari pendidikan, keterampilan praktis, hingga terapi psikologis.
Dengan memperluas kerja sama ini, pemerintah dapat mempercepat perubahan dalam sistem pemasyarakatan, memperbaiki kualitas rehabilitasi, dan memberikan peluang bagi narapidana untuk reintegrasi lebih baik ke dalam masyarakat setelah dibebaskan.
- Â Mengubah Paradigma Sistem Pemasyarakatan
Perubahan paradigma dari sistem yang berfokus pada hukuman menuju sistem yang lebih rehabilitatif harus didorong secara menyeluruh, mulai dari kebijakan pemerintah hingga implementasi di lapangan. Untuk mencapai hal ini, diperlukan upaya pendidikan yang lebih intensif bagi petugas pemasyarakatan, serta kampanye publik yang menyasar masyarakat luas, agar mereka memahami pentingnya rehabilitasi dalam mengurangi angka kejahatan dan meningkatkan reintegrasi sosial.
Dengan pemahaman yang lebih baik tentang manfaat rehabilitasi, diharapkan dapat tercipta sistem pemasyarakatan yang lebih manusiawi dan efektif dalam mempersiapkan narapidana kembali ke masyarakat sebagai individu yang produktif dan tidak mengulangi kesalahan mereka.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H