Fenomena migrasi urban ke rural, atau urban to rural migration, semakin menarik perhatian dalam beberapa tahun terakhir. Anak muda di berbagai negara, termasuk mereka yang terdidik dan profesional, mulai meninggalkan kota-kota besar untuk menetap di daerah pedesaan. Fenomena ini menandai perubahan paradigma dalam dinamika migrasi global yang selama ini lebih didominasi oleh urbanisasi.
Fenomena Global
Secara tradisional, migrasi dari desa ke kota didorong oleh peluang ekonomi yang lebih besar dan akses terhadap fasilitas modern. Namun, tren ini mulai berbalik. Data dari sebuah laporan OECD menunjukkan peningkatan migrasi dari kota ke desa sebesar 12% di negara-negara maju selama pandemi COVID-19. Fenomena ini tidak hanya terbatas pada negara maju. Di India, survei oleh Azim Premji University (2021) mengungkap bahwa 32% dari pekerja kota yang kehilangan pekerjaan selama pandemi memilih kembali ke desa mereka untuk mencari peluang ekonomi yang lebih stabil.
Di Jepang, konsep migrasi U-Turn dan I-Turn semakin populer. U-Turn mengacu pada individu yang kembali ke desa asal setelah bekerja di kota, sedangkan I-Turn mengacu pada orang yang pindah ke desa tanpa ikatan sebelumnya. Program ini didukung oleh pemerintah Jepang melalui insentif seperti subsidi usaha dan pelatihan kewirausahaan. Hasil penelitian dari National Institute of Population and Social Security Research menunjukkan bahwa program ini berhasil meningkatkan populasi di beberapa wilayah pedesaan hingga 8% dalam dekade terakhir.
Di Amerika Serikat, tren serupa terlihat di wilayah Midwest dan South. Kota-kota besar seperti New York dan Los Angeles mulai kehilangan penduduk muda mereka yang berpindah ke pedesaan untuk memanfaatkan biaya hidup yang lebih rendah dan gaya hidup yang lebih tenang. Studi oleh Pew Research Center (2022) mencatat bahwa 23% pekerja berusia 25-34 tahun memilih meninggalkan kota besar sejak awal pandemi.
Di Eropa, negara-negara seperti Italia dan Spanyol juga mengalami fenomena urban to rural migration. Di Italia, desa-desa seperti Sambuca di Sisilia menawarkan properti dengan harga simbolis 1 Euro untuk menarik pendatang baru. Langkah ini berhasil meningkatkan jumlah penduduk dan mendorong perekonomian lokal. Di Spanyol, pemerintah mengadopsi kebijakan yang disebut "Plan 2050" untuk mendorong revitalisasi desa-desa yang hampir kosong.
Di Indonesia, fenomena urban to rural migration juga mulai terlihat, meskipun belum sepopuler di negara-negara Barat atau Asia Timur. Meningkatnya biaya hidup di kota besar seperti Jakarta, Surabaya, dan Bandung, serta tantangan urbanisasi yang semakin kompleks, membuat sejumlah anak muda mulai mempertimbangkan untuk kembali ke desa atau pindah ke daerah yang lebih tenang. Program pemerintah seperti Petani Milenial yang diluncurkan di beberapa provinsi, termasuk Jawa Barat dan Jawa Tengah, memberikan peluang bagi anak muda untuk terlibat dalam sektor agribisnis dengan menawarkan akses lahan, pelatihan, serta fasilitas lainnya.
Selain itu, tren work from home (WFH) yang populer selama pandemi COVID-19 turut mempercepat perpindahan ini, karena semakin banyak profesional muda yang tidak terikat lagi dengan lokasi kerja di kota. Misalnya, di Bali, beberapa desa mulai menarik para pekerja kreatif dan digital nomads yang mencari ketenangan serta keseimbangan hidup yang lebih baik dengan akses internet yang memadai.
Pemerintah juga mendukung upaya ini melalui kebijakan untuk meningkatkan konektivitas digital dan infrastruktur di daerah pedesaan, salah satunya melalui Program Desa Digital. Program ini bertujuan untuk menyediakan akses internet cepat di daerah terpencil, yang memungkinkan lebih banyak anak muda untuk bekerja dan berinovasi tanpa harus berada di kota besar. Sebagai contoh, di daerah seperti Yogyakarta dan Malang, tren ini menunjukkan hasil positif, dengan banyak anak muda yang kembali ke desa mereka dan membangun usaha berbasis digital, seperti platform e-commerce dan agroteknologi.
Penyebab Urban to Rural Migration