Dialog yang jujur dan terbuka dapat menjadi kunci untuk mengurangi ketegangan, asalkan kedua pihak bersedia menempatkan kepentingan nasional di atas kepentingan pribadi atau kelompok.
Pengalaman dari negara-negara lain dapat memberikan pelajaran berharga bagi Indonesia. Di Afrika Selatan, misalnya, Nelson Mandela berhasil meredakan konflik antar elit dengan menekankan pentingnya rekonsiliasi dan kerja sama lintas kelompok.Â
Sementara itu, di Jerman, proses grand coalition di parlemen menunjukkan bahwa kolaborasi antar partai politik adalah cara efektif untuk mengatasi kebuntuan politik.
Indonesia membutuhkan upaya serupa. Konflik antar elit yang berkepanjangan hanya akan memperburuk tantangan yang dihadapi bangsa ini, seperti ketimpangan ekonomi, pendidikan, dan akses kesehatan.Â
Oleh karena itu, mendamaikan konflik elit bukan hanya soal menjaga stabilitas politik, tetapi juga soal menjamin masa depan Indonesia yang lebih baik.
Referensi
- Mills, C. Wright. The Power Elite. Oxford University Press, 1956.
- Fearon, James D. "Rationalist Explanations for War." International Organization, vol. 49, no. 3, 1995, pp. 379--414.
- Freedom House. Freedom in the World 2023 Report. Freedom House, 2023.
- LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia). Stagnasi Reformasi Birokrasi di Indonesia: Faktor Penyebab dan Solusi. LIPI Press, 2022.
- Bank Dunia. Indonesia Economic Quarterly: Investment in Uncertain Times. World Bank, 2022.
- Edelman. Edelman Trust Barometer 2023: Global Report. Edelman, 2023.
- Burton, John W. Conflict: Human Needs Theory. Palgrave Macmillan, 1990.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H