Mohon tunggu...
Saiful Bahri. M.AP
Saiful Bahri. M.AP Mohon Tunggu... Wiraswasta - Peminat Masalah Sosial, Politik dan Kebijakan Publik

CPIS - Center for Public Interest Studies

Selanjutnya

Tutup

Politik

Rendahnya Partisipasi Pilkada 2024: Kelelahan Pemilih atau Ketidakpercayaan pada Institusi Demokrasi?

30 November 2024   16:22 Diperbarui: 30 November 2024   16:22 136
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://nasional.kompas.com/

Penurunan partisipasi pemilih dalam Pilkada 2024 menjadi perhatian penting, di tengah frekuensi pemilu yang semakin sering dan semakin terjadinya kejenuhan di kalangan pemilih. Berdasarkan data, partisipasi dalam Pilkada 2020 mencapai 76,9%, namun diperkirakan akan turun pada 2024. Penurunan ini patut diduga sebagai akibat dari kelelahan pemilih akibat frekuensi pemilu yang semakin sering, yang menciptakan kejenuhan di kalangan pemilih, serta ketidakpercayaan terhadap institusi politik, terutama terkait dengan praktik politik uang, korupsi, dan kegagalan sistem untuk memenuhi harapan rakyat.

Teori Rasional Pemilih (Downs, 1957) mengasumsikan bahwa pemilih akan membuat keputusan politik berdasarkan perhitungan antara manfaat yang mereka peroleh dan biaya yang mereka keluarkan. Dalam konteks Pilkada 2024, pemilih mungkin merasa bahwa biaya (seperti: waktu yang terbuang, proses yang rumit, dan ketidakpuasan terhadap hasil politik) lebih besar daripada manfaat yang didapatkan, terutama jika mereka merasa bahwa hasil pemilu tidak memberikan perubahan signifikan. Akibatnya, mereka merasa tidak ada insentif yang cukup kuat untuk berpartisipasi, yang menyebabkan penurunan tingkat partisipasi pemilih.

Penurunan partisipasi pemilih dalam Pilkada 2024 juga dapat dijelaskan melalui fenomena kelelahan pemilih yang muncul akibat seringnya penyelenggaraan pemilu di Indonesia. Beberapa studi menunjukkan bahwa banyak pemilih, terutama pemilih muda, mulai merasa jenuh dengan proses pemilu yang berlarut-larut. Sebagai contoh, sebuah studi dari Universitas Gadjah Mada (UGM) pada 2019 menemukan bahwa lebih dari 60% pemilih muda merasa lelah dengan frekuensi pemilu yang terlalu sering, yang mengurangi antusiasme mereka untuk berpartisipasi dalam pemilu berikutnya. Survei Litbang Kompas juga menunjukkan bahwa hampir 40% responden merasa bosan dengan terlalu banyaknya pemilu yang diadakan dalam waktu dekat, yang berujung pada apatisme politik.

Selain itu, teori Ketidakpercayaan Terhadap Institusi menjelaskan penurunan partisipasi akibat ketidakpercayaan masyarakat terhadap sistem politik dan lembaga demokrasi. Dalam konteks Pilkada 2024, ketidakpercayaan ini dapat timbul dari praktik politik uang, korupsi, dan kegagalan pemerintah dalam memenuhi harapan masyarakat, yang akhirnya menurunkan motivasi pemilih untuk berpartisipasi. Menurut hasil survei LSI 2020, lebih dari 40% responden menilai bahwa politik uang telah merusak kualitas pemilu dan demokrasi. Hal ini menunjukkan bahwa pemilih merasa bahwa proses pemilu sering dimanfaatkan untuk kepentingan pribadi, bukan untuk perubahan yang lebih baik.

Ketidakpercayaan ini juga diperburuk oleh rendahnya kepercayaan publik terhadap lembaga penyelenggara pemilu seperti KPU dan Bawaslu. Survei LSI menunjukkan bahwa lebih dari 30% responden merasa bahwa lembaga-lembaga tersebut tidak cukup tegas dalam mengawasi jalannya pemilu, yang turut memperburuk pandangan masyarakat tentang kredibilitas lembaga demokrasi.

Lebih jauh lagi, ketidakpercayaan ini muncul akibat kegagalan pemerintah dalam memenuhi harapan masyarakat. Survei SMRC (Saiful Mujani Research & Consulting) menunjukkan bahwa sekitar 50% pemilih merasa kecewa dengan kinerja pemerintah dalam hal pemenuhan kebutuhan dasar, seperti kesehatan, pendidikan, dan lapangan pekerjaan. Kegagalan dalam menyelesaikan masalah tersebut mengarah pada pandangan bahwa politisi tidak dapat membawa perubahan nyata, yang memperburuk apatisme politik dan mengarah pada rendahnya partisipasi dalam Pilkada 2024.

Referensi

  • Downs, A. (1957). An Economic Theory of Democracy. Harper and Row.
  • Universitas Gadjah Mada (2019). Studi tentang Kejenuhan Pemilu di Kalangan Pemilih Muda.
  • Litbang Kompas (2020). Survei Kepuasan Masyarakat terhadap Proses Pemilu.
  • Lembaga Survei Indonesia (LSI) (2020). Politik Uang dan Kepercayaan Publik terhadap Pemilu.
  • Saiful Mujani Research & Consulting (SMRC) (2020). Survei Kepuasan Masyarakat terhadap Kinerja Pemerintah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun