Kebijakan Satu Data Indonesia (SDI), kebijakan yang dibuat untuk mengintegrasikan dan mensinkronkan data lintas instansi pemerintah di seluruh Indonesia. Tujuan utama adalah menciptakan sistem data yang lebih transparan, efisien, dan akurat yang dapat digunakan sebagai dasar membuat perencanaan kebijakan publik yang lebih baik. Harapannya, kebijakan yang dihasilkan dapat lebih meningkatkan akuntabilitas pemerintah, mempercepat proses pengambilan keputusan, serta meminimalisir duplikasi data yang bisa menyebabkan inefisiensi dalam pengelolaan sumber daya.
Dalam implementasinya, kebijakan Satu Data Indonesia ini bukannya tanpa hambatan. Hambatan pertama yang cukup signifikan adalah persoalan teknis yang terkait dengan interoperabilitas antar sistem data yang digunakan di berbagai instansi pemerintah. Data yang dikelola oleh seluruh instansi pemerintah Indonesia tersebar di lebih dari 2.700 server dan puluhan ribu aplikasi yang masing-masing menggunakan format yang berbeda. Ketidaksesuaian format data dan protokol yang digunakan ini kemudian menyebabkan kesulitan dalam pertukaran informasi antar instansi.
Hambatan lainnya, meskipun Kebijakan Satu Data Indonesia telah diperkenalkan sejak tahun 2019, adalah hambatan struktural antar instansi pemerintah juga masih belum bisa teratasi dengan baik. Misalnya saja masalah ego sektoral antar instansi pemerintah, banyak kementerian dan lembaga yang masih merasa bahwa data yang mereka kelola adalah "milik" masing-masing, dan seringkali enggan untuk berbagi data dengan instansi lain. Hal ini bukan hanya menambah kerumitan dalam integrasi data, tetapi juga memperlambat proses pengambilan keputusan berbasis data yang lebih efektif dan cepat.
Interoperabilitas Sistem yang Terfragmentasi
Hambatan utama dalam implementasi Kebijakan Satu Data Indonesia (SDI) adalah interoperabilitas antar sistem data yang dikelola oleh berbagai kementerian, lembaga, dan pemerintah daerah. Data yang dikelola oleh instansi-instansi pemerintah ini sangat terfragmentasi. Setiap instansi memiliki sistem yang berbeda, dengan format dan standar yang juga beragam. Tentunya hal ini menyebabkan integrasi data, yang menjadi inti dari kebijakan SDI, menjadi sangat terkendala. Meskipun pemerintah telah berupaya untuk mendigitalisasi data, ketidakcocokan antar sistem masih menjadi hambatan besar.
Sebagai satu contoh konkret hambatan ini dapat dilihat pada data statistik yang dikelola oleh Badan Pusat Statistik (BPS) dan data kesehatan yang dikelola oleh Kementerian Kesehatan. Kedua sektor ini memiliki sistem yang berbeda dan tidak selalu saling terhubung dengan baik. Meskipun BPS telah mengembangkan sistem data yang berbasis pada standar internasional, data yang dihasilkan dari sektor kesehatan seringkali tidak dapat langsung dianalisis bersama data statistik lainnya karena formatnya yang tidak kompatibel. Bahkan, meskipun ada upaya untuk meningkatkan Sistem Informasi Manajemen (SIM) di berbagai instansi, sering kali tidak ada protokol standar yang dapat menghubungkan data antara satu instansi dengan instansi lainnya.
Contoh lainnya, berdasar laporan dari Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), meskipun beberapa kementerian seperti Kementerian Keuangan dan Kementerian Dalam Negeri telah mengimplementasikan sistem digital yang lebih terintegrasi, banyak instansi yang masih menggunakan sistem yang terpisah dan tidak dapat saling berkomunikasi secara langsung. Data yang tercatat di sistem Kementerian Keuangan, misalnya, sering kali tidak bisa digunakan dengan mudah oleh kementerian lain seperti Kementerian Sosial atau Kementerian Pekerjaan Umum, karena perbedaan format dan ketidakcocokan protokol data.
Masalah ini juga dihadapi di tingkat pemerintah daerah, di mana banyak pemerintah daerah yang belum memiliki infrastruktur teknologi yang memadai untuk mengintegrasikan data secara nasional. Studi dari Komite Inovasi Nasional menyebutkan bahwa lebih dari 60% pemerintah daerah di seluruh daerah masih menggunakan sistem informasi yang terisolasi dan tidak dapat terhubung dengan data pemerintah pusat secara real-time. Hal ini tentu menjadi faktor penghambat untuk mempercepat pengambilan keputusan berbasis data yang lebih akurat dan responsif, yang seharusnya menjadi salah satu manfaat utama dari implementasi SDI.
Ego Sektoral dan Kurangnya Koordinasi
Selain hambatan teknis terkait interoperabilitas sistem, ego sektoral dan kurangnya koordinasi antar instansi pemerintah menjadi faktor penghambat utama lainnya dalam implementasi Kebijakan Satu Data Indonesia (SDI). Meski kebijakan SDI bertujuan untuk menciptakan integrasi data yang lebih baik antara instansi, pada kenyataannya banyak instansi yang masih memandang data yang mereka kelola sebagai "milik pribadi". Dalam banyak kasus, ketidakmauan untuk berbagi data ini tidak hanya disebabkan oleh masalah teknis, tetapi lebih kepada masalah mentalitas organisasi dan persaingan antar instansi.
Menurut laporan dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), banyak instansi yang masih memegang prinsip bahwa data yang mereka kelola adalah bagian dari "otoritas" mereka, sehingga mereka merasa enggan untuk berbagi informasi atau memberikan akses kepada pihak luar. Akibat dari masalah ego sektoral dan kurangnya koordinasi ini, data yang seharusnya dapat dimanfaatkan untuk perencanaan pembangunan, evaluasi kebijakan, dan pembuatan keputusan berbasis data sering kali tidak dapat dimanfaatkan secara optimal.
Mengatasi Hambatan
Langkah-langkah strategis yang dapat dilakukan untuk mengatasi hambatan interoperabilitas dan ego sektoral dalam implementasi Kebijakan Satu Data Indonesia (SDI)
1. Peningkatan Standar dan Regulasi Data
Untuk meningkatkan interoperabilitas data antar instansi dalam implementasi Kebijakan Satu Data Indonesia (SDI), pemerintah perlu menetapkan standar format data dan protokol teknis yang berlaku secara nasional. Hal ini dapat dilakukan melalui penguatan implementasi Peraturan Presiden Nomor 39 Tahun 2019 tentang Satu Data Indonesia dengan panduan teknis yang lebih rinci terkait tata kelola data, seperti jenis format yang harus digunakan, mekanisme pertukaran data, dan langkah pengamanan data. Standar ini bertujuan untuk memastikan konsistensi dan keseragaman data di berbagai kementerian, lembaga, dan pemerintah daerah. Dengan adanya standar yang jelas, proses pertukaran data akan menjadi lebih mudah, efisien, dan dapat mendukung pengambilan keputusan berbasis data secara akurat di seluruh tingkat pemerintahan.
2. Modernisasi Infrastruktur Teknologi Informasi
Modernisasi infrastruktur teknologi informasi menjadi langkah penting untuk mendukung implementasi Kebijakan Satu Data Indonesia (SDI). Pemerintah perlu berinvestasi dalam pengembangan infrastruktur digital di tingkat pusat dan daerah, dengan fokus khusus pada wilayah 3T (Tertinggal, Terdepan, Terluar) yang selama ini mengalami kesenjangan akses teknologi Berdasarkan laporan Bappenas (2023), sekitar 40% pemerintah daerah masih menghadapi keterbatasan infrastruktur digital, seperti jaringan internet yang lambat dan kurangnya perangkat pendukung. Dengan infrastruktur yang lebih baik, data dapat dikelola, disimpan, dan diakses dengan lebih efisien dalam ekosistem SDI, serta memungkinkan pengambilan keputusan berbasis data yang lebih cepat dan akurat di seluruh Indonesia.
3. Mengatasi Ego Sektoral melalui Pendekatan Kolaboratif
Mengatasi ego sektoral dalam implementasi Kebijakan Satu Data Indonesia (SDI) memerlukan pendekatan kolaboratif yang berkelanjutan. Salah satu langkah strategisnya adalah dengan mengadakan forum lintas instansi secara berkala untuk membangun kepercayaan dan sinergi antar kementerian dan lembaga. Forum ini memungkinkan semua pihak untuk berdiskusi, berbagi data, dan mencari solusi bersama atas kendala integrasi yang dihadapi. Berdasarkan temuan KPK (2023), ego sektoral masih menjadi penghalang utama dalam berbagi data antarinstansi, yang menghambat terciptanya sistem data terpadu. Dengan forum ini, persaingan antar instansi dapat diminimalisirkan, dan koordinasi menjadi lebih baik, sehingga kebijakan SDI dapat diimplementasikan secara optimal demi kepentingan bersama.
Referensi
- Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. (2023). Laporan perkembangan infrastruktur digital di Indonesia. Jakarta: Bappenas.
- Badan Pusat Statistik. (n.d.). Pengelolaan data berbasis standar internasional. Diakses dari https://bps.go.id
- Komisi Pemberantasan Korupsi. (2023). Laporan tahunan KPK: Hambatan ego sektoral dalam tata kelola data pemerintah. Jakarta: KPK.
- Komite Inovasi Nasional. (2023). Analisis sistem informasi pemerintah daerah dan implikasinya terhadap kebijakan Satu Data Indonesia. Jakarta: Komite Inovasi Nasional.
- Kementerian Keuangan. (n.d.). Implementasi sistem digital untuk pengelolaan data keuangan pemerintah. Diakses dari https://kemenkeu.go.id
- Kementerian Komunikasi dan Informatika. (2023). Infrastruktur teknologi informasi untuk mendukung integrasi data nasional. Jakarta: Kominfo.
- Peraturan Presiden Nomor 39 Tahun 2019 tentang Satu Data Indonesia. (2019). Jakarta: Sekretariat Negara.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H