Mohon tunggu...
Saiful Bahri. M.AP
Saiful Bahri. M.AP Mohon Tunggu... Wiraswasta - Peminat Masalah Sosial, Politik dan Kebijakan Publik

CPIS - Center for Public Interest Studies

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Mimpi Membangun Jutaan Rumah

21 November 2024   08:30 Diperbarui: 21 November 2024   08:32 179
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Target ambisius pemerintah untuk membangun 3 juta rumah dalam rangka mengurangi backlog perumahan yang mencapai 12,71 juta unit pada 2023, menurut data BPS, adalah upaya penting untuk mengatasi kesenjangan perumahan di Indonesia. Backlog ini mencerminkan ketidakcukupan pasokan rumah yang layak huni bagi sebagian besar masyarakat, terutama bagi kelompok masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).

 

Penyebaran Backlog Berdasarkan Wilayah

Penyebaran backlog perumahan di Indonesia sangat dipengaruhi oleh ketidakseimbangan antara wilayah-wilayah yang lebih berkembang dan yang kurang berkembang. Data dari Kementerian ATR/BPN menunjukkan bahwa sekitar 65% dari total backlog perumahan terdapat di daerah-daerah yang kurang berkembang, terutama di wilayah pedesaan dan daerah terdepan yang jauh dari pusat-pusat ekonomi. Angka ini menggambarkan kesenjangan besar dalam akses perumahan yang layak antara kota besar dan daerah terpencil.

Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS), meskipun ada perbaikan dari tahun ke tahun, backlog perumahan tetap menjadi masalah yang tidak mudah diatasi. Pada 2023, jumlah backlog perumahan masih mencapai sekitar 9,9 juta unit, yang sebagian besar terfokus di luar kota besar. Daerah-daerah yang memiliki keterbatasan infrastruktur dan akses terhadap pembiayaan perumahan, seperti kawasan timur Indonesia, lebih sulit mengatasi masalah backlog ini. Keterbatasan pembangunan perumahan di luar kota besar memperburuk ketimpangan sosial, karena masyarakat di wilayah tersebut kesulitan mendapatkan akses ke perumahan yang layak dan terjangkau, serta fasilitas publik yang memadai.

Program-program pemerintah yang ditujukan untuk mengatasi backlog perumahan di daerah-daerah ini belum sepenuhnya berhasil mengatasi ketimpangan yang ada. Misalnya, meskipun ada berbagai inisiatif untuk mendorong pembangunan rumah subsidi, seperti FLPP (Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan), distribusi rumah subsidi ini masih lebih terkonsentrasi di kawasan perkotaan, sementara di daerah pedesaan, perumahan yang layak dan terjangkau sangat terbatas.

Sebagai contoh, daerah yang terletak di luar Pulau Jawa, seperti Nusa Tenggara Timur dan Papua, memiliki tingkat backlog yang sangat tinggi. Hal ini disebabkan oleh keterbatasan investasi infrastruktur dan rendahnya daya tarik ekonomi di daerah tersebut. Untuk itu, penting bagi kebijakan pembangunan perumahan di Indonesia untuk memperhatikan distribusi yang lebih merata, dengan memprioritaskan pembangunan rumah di daerah-daerah yang memiliki kebutuhan lebih tinggi, namun tetap memperhatikan keberlanjutan lingkungan.

Mengatasi ketimpangan ini memerlukan upaya sinergis antara pemerintah pusat, daerah, dan sektor swasta. Selain itu, penerapan kebijakan yang menstimulasi pembangunan perumahan yang ramah lingkungan di daerah-daerah terpencil dapat menjadi langkah penting dalam mengurangi backlog perumahan secara efektif.

Jumlah MBR dan Kebutuhan Rumah

Pembangunan perumahan untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) menjadi tantangan utama dalam upaya mengatasi ketimpangan akses perumahan di Indonesia. Berdasarkan laporan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), sekitar 80% dari total backlog perumahan membutuhkan perhatian khusus pada MBR. MBR, yang didefinisikan sebagai individu atau keluarga dengan pendapatan di bawah Rp 4 juta per bulan, merupakan kelompok yang paling terdampak dalam hal ketidakmampuan untuk memiliki rumah layak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun