Indonesia sedang menghadapi fenomena demografi yang menarik: jumlah pernikahan menurun signifikan, sementara usia rata-rata pernikahan meningkat. Pada 2019, tercatat sekitar 2,1 juta pernikahan, tetapi pada 2023, jumlahnya merosot menjadi sekitar 1,57 juta, penurunan lebih dari 20% dalam empat tahun. Di sisi lain, usia rata-rata pernikahan meningkat. Pada 2019, rata-rata usia pernikahan di Indonesia untuk perempuan berada di sekitar 21-22 tahun, sedangkan untuk laki-laki sekitar 24-25 tahun. ada 2023, perempuan menikah pertama kali rata-rata di usia 22-23 tahun, sementara laki-laki di usia 25-26 tahun.
Penyebab Penurunan Jumlah Pernikahan
- Faktor Ekonomi
Faktor ekonomi memainkan peran krusial dalam penurunan jumlah pernikahan di Indonesia, terutama dalam beberapa tahun terakhir. Generasi muda menghadapi tantangan finansial yang semakin kompleks, antara lainnya :
biaya hidup yang meningkat; kenaikan biaya kebutuhan pokok, termasuk pendidikan, kesehatan, dan perumahan, menyebabkan generasi muda menunda pernikahan. Data menunjukkan bahwa banyak pasangan ingin memastikan stabilitas ekonomi sebelum menikah, terutama di tengah kondisi lapangan kerja yang semakin kompetitif. Generasi milenial dan Gen Z sering kali memilih untuk menabung lebih lama demi memenuhi kebutuhan hidup setelah menikah.
biaya pernikahan yang tinggi; norma sosial di Indonesia sering kali mengharuskan perayaan pernikahan yang megah, yang melibatkan biaya besar. Bagi banyak pasangan, tekanan untuk mengadakan pesta pernikahan yang sesuai ekspektasi keluarga dan masyarakat menjadi salah satu alasan penundaan pernikahan.
perubahan prioritas ekonomi; generasi muda lebih cenderung memprioritaskan investasi dalam pendidikan dan karier daripada menikah dini. Fokus ini didorong oleh kebutuhan untuk mencapai kestabilan finansial di tengah biaya hidup yang meningkat, terutama di perkotaan
ketidakstabilan pekerjaan; mencakup pengangguran dan dominasi pekerjaan informal, yang sering kali tidak memberikan pendapatan yang tetap atau tunjangan sosial. Bagi generasi muda, khususnya lulusan baru, sulitnya mendapatkan pekerjaan yang layak menunda kemampuan mereka untuk merencanakan kehidupan berkeluarga.
sulitnya mengakses perumahan terjangkau; merupakan salah satu penyebab signifikan penurunan angka pernikahan di Indonesia, kepemilikan rumah sering kali dianggap sebagai salah satu prasyarat sebelum menikah, tetapi realitas ekonomi saat ini membuat hal tersebut semakin sulit dicapai oleh generasi muda.
- Pandemi COVID-19
Selama masa pandemi, berbagai kebijakan pembatasan sosial seperti PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) membatasi penyelenggaraan acara pernikahan, baik dalam bentuk resepsi maupun akad. Pembatasan ini membuat banyak pasangan terpaksa menunda pernikahan mereka, terutama karena tradisi masyarakat Indonesia yang umumnya melibatkan perayaan besar sebagai bagian dari budaya pernikahan.
- Perubahan Sosial
Transformasi nilai-nilai sosial, pola hidup, serta persepsi terhadap pernikahan telah menyebabkan generasi muda menilai pernikahan bukan lagi sebagai kewajiban utama, melainkan sebagai pilihan yang lebih dipengaruhi oleh kesiapan individu, terutama dari sisi ekonomi dan emosional.
Di masa lalu, pernikahan sering kali dianggap sebagai langkah penting dalam kehidupan sosial dan keluarga, dengan tekanan dari masyarakat untuk menikah pada usia muda. Namun, dengan perubahan sosial yang terjadi, khususnya di kalangan generasi milenial dan Gen Z, pandangan terhadap pernikahan kini lebih fleksibel. Banyak individu yang menunda pernikahan karena lebih fokus pada pengembangan diri, pendidikan, dan karier. Generasi muda lebih mengutamakan kemandirian pribadi dan kebebasan sebelum terikat dalam komitmen jangka panjang seperti pernikahan.
Â
Penyebab Peningkatan Usia Pernikahan
Â
- Pendidikan dan Karier
Generasi muda kini semakin fokus pada pendidikan dan pengembangan karier mereka sebelum memutuskan untuk menikah. Hal ini tercermin dalam data BPS yang menunjukkan kenaikan usia rata-rata pernikahan, yang semakin tinggi dari tahun ke tahun.
Pendidikan yang lebih tinggi telah mengubah prioritas hidup, terutama di kalangan perempuan. Banyak wanita muda yang memilih untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi, seperti kuliah atau bahkan pascasarjana, sebelum menikah. Keputusan ini tidak hanya dipengaruhi oleh keinginan untuk mencapai status profesional, tetapi juga untuk memperoleh kestabilan finansial yang diperlukan dalam kehidupan pernikahan. Dengan semakin banyaknya perempuan yang mengakses pendidikan tinggi, mereka cenderung menunda pernikahan untuk lebih fokus pada pencapaian karier.
- Perubahan Kebijakan
Perubahan hukum dan peraturan terkait usia minimal pernikahan juga mempengaruhi peningkatan usia pernikahan. Pada 2019, Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 mengubah batas usia minimum pernikahan untuk perempuan dari 16 tahun menjadi 19 tahun. Hal ini menunjukkan upaya pemerintah untuk menurunkan angka pernikahan dini dan meningkatkan usia pernikahan.
- Faktor Kultural
Faktor ini memainkan peran yang sangat penting dalam peningkatan usia pernikahan di Indonesia. Seiring dengan perubahan nilai-nilai sosial yang terjadi dalam masyarakat, pola pikir tentang pernikahan juga mengalami pergeseran. Meskipun pernikahan masih sangat dihargai dalam banyak budaya di Indonesia, ada perubahan signifikan dalam cara generasi muda melihat dan mempersiapkan diri untuk melangsungkan pernikahan.
Salah satu faktor kultural yang paling mencolok adalah pandangan terhadap peran perempuan dalam keluarga dan masyarakat. Di masa lalu, peran perempuan dalam banyak budaya Indonesia dipandang sangat erat dengan kewajiban untuk menikah dan membangun keluarga. Namun, dengan perubahan sosial dan pengaruh globalisasi, banyak perempuan kini merasa lebih bebas untuk mengejar pendidikan, karier, dan tujuan pribadi mereka sebelum memasuki jenjang pernikahan.
Kesimpulan
Penurunan jumlah pernikahan dan peningkatan usia pernikahan di Indonesia dipengaruhi oleh berbagai faktor yang saling terkait. Faktor ekonomi menjadi penyebab utama, dengan meningkatnya biaya hidup, ketidakstabilan pekerjaan, dan sulitnya mengakses perumahan terjangkau, yang membuat generasi muda lebih menunda pernikahan. Pandemi COVID-19 juga memperburuk situasi dengan pembatasan sosial yang menghalangi pernikahan. Perubahan sosial, di mana pernikahan dianggap sebagai pilihan yang lebih fleksibel dan dipengaruhi oleh kesiapan pribadi, serta peningkatan fokus pada pendidikan dan karier, turut mendorong peningkatan usia pernikahan. Selain itu, perubahan kebijakan seperti kenaikan usia minimum pernikahan juga memainkan peran dalam tren ini. Secara keseluruhan, fenomena ini mencerminkan pergeseran dalam prioritas hidup generasi muda yang lebih memilih untuk mempersiapkan diri secara matang sebelum melangkah ke pernikahan.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI