Mohon tunggu...
Gunawan Wibisono
Gunawan Wibisono Mohon Tunggu... Administrasi - Palembang, Sumatera Selatan

puisi adakalanya menggantikan rembulan diwaktu malam dan hadir menemanimu di siang hari tatkala hatimu gundah maka aku adalah puisi.

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Breaking News, Puisi Sekarat

18 Mei 2014   18:03 Diperbarui: 23 Juni 2015   22:24 19
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

(1)

Terlalu banyak sudah onak yang terpijak

Darah yang mengucur tak lagi merah

Teriakan lantang tersendat di kerongkongan

Peluh yang meleleh, kering sebelum jatuh

(2)

Lumpur duka itu masih saja menyembur

Telah bertahun jemari lemah menggapai asa

Semua kehendak diri telah letih dan lelah

Tak ada kepedulian kuasa yang turun

(3)

Nun di seberang pematang jelata miskin

Untaian butiran padi telah bunting menjuntai

Warna kuning emasnya silau memancar

Entahlah, sihir apa lagi yang akan mendera!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun