Mohon tunggu...
Gunawan Wibisono
Gunawan Wibisono Mohon Tunggu... Administrasi - Palembang, Sumatera Selatan

puisi adakalanya menggantikan rembulan diwaktu malam dan hadir menemanimu di siang hari tatkala hatimu gundah maka aku adalah puisi.

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Mata Air Jakarta

13 Februari 2015   03:10 Diperbarui: 17 Juni 2015   11:18 20
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

(1)

Mata air itu menatap Jakarta dengan gigil

Tatapnya tak mau berkedip

Dibiarkannya tubuhnya mengalirkan basah yang beku

Ia tidak sedang pongah

(2)

Lalu, Jakarta dilanda sembab

Ia digenangi gundah

Rona kesedihan begitu kental mewarnai kaki-kaki keteduhan

Curah pilu menggumpal di setiap desah

(3)

Mata air itu tidak datang tiba-tiba

Ia ingat berkail jumlah

Selaksa janji telah berulang melambungkannya pulang

Namun jakarta berkalang ingkar

(4)

Mata air itu menatap Jakarta dengan gigil

Ia tidak sedang pongah

Sudah terlalu lama ia memeluk penat ibukota sendirian

Lalu, Jakarta dilanda sembab

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun