Tidak ada penyesalan, yang ada hanyalah ketegaran hati untuk memandang musibah ini sebagai pelajaran buat hidup mereka. Tidak heran jika dalam proses pengerjaan rumah sementara, canda tawa menjadi obat pelipur lara diantara mereka sendiri.Â
Bahkan sirih pinang di kaleku menjadi pembuktian bahwa dirinya mereka tidak sendiri. Masih ada kerabat, handai tolan yang mendukung mereka dengan ikhlas bahkan hadir dalam pembuatan rumah sementara mereka.Â
Hal ini pun disampaikan sendiri oleh Dato Toda, salah satu korban kebakaran yang kala itu sedang mengiris bambu untuk pembuatan tali tambur yang ikut terbakar. Menurut Dato Toda, proses pembuatan rumah sementara ini baik di luar kampung maupun di dalam kampung dimaksudkan agar keluarganya bisa memiliki rumah tinggal yang lebih nyaman. Pasalnya, sejak kebakaran tersebut keluarga masih tinggal di tenda darurat bantuan dari pemkab SB.
"Sekarang masih kerja rumah sementara kami. Semua dibantu oleh kerabat kami sendiri. Habis mau minta tolong warga lainnya sulit karena mereka juga kena musibah yang sama. Di dalam areal kampung ada 6 rumah sisanya di luar kampung,"ungkapnya.
Walaupun hanya rumah sementara, namun proses pembuatan rumah sederhana tetap memakai konsep bangunan rumah ala sumba pada umumnya. Iya rumah panggung dengan tiang peyangga di bagian bawah masih dipertahankan. Begitupun dengan bahan pembuatan rumah sendiri mulai dari bambu sampai kayunya. Bedanya bambu di rumah sementara bukanlah bambu bulat seperti biasanya namun dibuat dari bambu belah dan dipadukan dengan tripleks di sisi kiri dan kanannya.Â
Begitupun dengan kayu yang dipakai sebagai penyanggahnya. Bukanlah kayu besar yang diambil dari hutan tapi hanya kayu berukuran kecil. Kondisi ini pun terjadi pula saat kita memasuki rumah sementara para korban. Jika sebelumya ada tempat khusus masak dengan beberapa ruang sebagai tempat penyimpanan makanan, di rumah sederhana ini hal itu tidak nampak.
"Ini hanya sementara sehingga dibuat sederhana mungkin. Semua bahan kami ambil dari kebun kami sendiri. Sedangkan untuk alang sebagai penutup rumah kami beli dari orang di kampung-kampung. Karena untuk sekarang sangat sulit kita dapatkan alang di sini. Semua demi kenyamaan istri dan anak-anak kami. Saya bersyukur dalam situasi begini pemerintah masih mau membantu kami dengan beragam bantuan yang kami terima selama ini,"ujarnya.
Ungkapan syukur Dato Toda cukup beralasan. Pemerintah daerah sumba barat dinilai cepat tanggap dengan kondisi masyarakat. Bukan satu kali ini saja, saat kebakaran kampung tarung pun demikian.Â
Bahkan pemerintah daerah dibantu para donatur tidak segan membantu anak-anak se usia sekolah untuk pengadaan baju seragam yang ikut hangus. Tidak heran, jika Sebu Kola, warga lainnya di kesempatan itu menyebut bahwa bantuan yang diberikan telah menyelamatkan pendidikan anak-anak dari kampung Bondo Maroto sendiri.
Menurutnya pasca kebakaran, anak-anak di kampung itu tidak sempat bersekolah. Semua masih tenggelam dalam kesedihan akibat kehilangan barang penting mereka termasuk buku, ijazah bahkan baju seragam. Namun di hari ketiga sebut Sebu, anak-anak mulai kembali bersekolah namun tidak memakai baju seragam. Semuanya mengenakan pakaian biasa.
"Tiga hari kalau tidak salah itu. Anak tidak pergi sekolah. Kalaupun ke sekolah mereka pakai pakaian biasa saja. Tapi sekarang mereka sudah punya pakaian sendiri karena diberikan oleh pemkab dan para donatur. Setidaknya pendidikan mereka tetap jalan walaupun mereka terkena musibah,"katanya.