Mohon tunggu...
Frengky Keban
Frengky Keban Mohon Tunggu... Penulis - Jurnalis

Penulis Jalanan.... Putra Solor-NTT Tinggal Di Sumba Facebook : Frengky Keban IG. :keban_engky

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih

Menilik Debat Publik Calon Pemimpin di Sumba Barat Daya

27 Maret 2018   22:16 Diperbarui: 27 Maret 2018   22:34 1258
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Debat public bakal calon Bupati dan Wakil Bupati Sumba Barat Daya-Nusa Tenggara Timur yang mempertemukan pasangan Markus Dairo Talu-Gerson Tanggu Dendo, Dominggus Dama-Kornelis Tanggu Bore, dan dr. Kornelius Kodi Mete-Marthen Christian Taka memang sudah selesai digelar namun pembicaraannya tetap hangat bagi masyarakat setempat. 

Betapa tidak, debat public menjadi ruang paling memungkinkan bagi masyarakat untuk mendengar langsung visi dan misi calon pemimpinnya secara utuh dan bagaimana mengimplementasi visi misi tersebut dengan kondisi terkini kabupaten yang akan berumur 11 tahun pada tanggal 22 Mei mendatang sekaligus mengukur seberapa fasihnya para calon pemimpin memahami visi dan misinya di hadapan public yang hadir. 

Sehingga tidak heran, jika masing-masing calon dihadapan panelis dan public yang hadir berupaya sedemikian rupa menyakinkan bahwa merekalah yang terbaik untuk memimpin daerah itu. Silang pendapat di beberapa sesi debat public pun menjadi bukti sahihnya dan mengiringi kemeriahan debat public yang diselenggarakan oleh KPUD SBD tersebut sekaligus memastikan bahwa esensi debat sebagai sebuah pertukaran pendapat dengan masing-masing pihak mempertahankan idenya masih terlaksana dengan baik. 

Namun demikian, harus diakui bahwa pelaksaan debat sebagai salah satu syarat mutlak pelaksanaan pilkada di suatu daerah belumlah sesempurna sebagai mana yang diharapkan banyak orang termasuk penulis sendiri sehingga kemudian mengharuskan penulis menelurkan tulisan kecil ini sebagai upaya mengupas realitas debat merujuk dengan debat public Sumba Barat Daya sebagai contohnya.

Panelis Kunci Sukses Debat

Tidak disangkal salah satu tolok ukur keberhasilan debat yang dilaksanakan itu dating dari panelis itu sendiri. Selain karena mereka bertugas sebagai pembahas, pengulas dan evaluator terhadap segala macam isi pembicaraan para pembicara, para panelis pun hemat penulis adalah penentu tensi debat itu sendiri yang membuatnya semakin meriah. Iya dengan keilmuaan yang dimiliki masing-masing panelis diharapkan agar panelis betul-betul membuat suasana debat berjalan tidak datar-datar saja ataupun seadanya dan meninggalkan kesan tidak selesai untuk dibahas. 

Dan nyatanya ini belum terlihat dalam debat public pertama yang terjadi dalam debat public calon Bupati dan Wakil Bupati SBD. Para panelis seolah masih bermain aman dengan mengajukan pertanyaan umum tanpa harus mengejar jawaban para calon dan mengemasnya menjadi pertanyaan lanjutan guna menukik ke ranah paling sentral yang membuat public pun masih harus mencari sendiri jawaban melalui ruang public yakni media social. 

Bahwa betul panelis yang dihadirkan oleh KPUD adalah orang kompeten dan ahli di bidangnya dengan track record baik sebagai akademisi maupun birokrat, namun hal itu tidak serta merta kemudian memberikan efek secara lurus sebagaiamana harapan public pada umumnya.

Pemilihan para panelis yang bukan berasal dari daerah sendiri pun ditengarai menjadi alasan logis jika keilmuaan para panelis kemudian tidak nampak dalam kasus ini karena harus terkukung dengan minimnya pengetahuan akan dinamika kehidupan masyarakat SBD sendiri beberapa tahun belakangan, apalagi dari ketiga calon yang ada dua diantaranya pernah menjabat jadi pemimpin daerah ini sehingga sepak terjang keduanya harus juga lebih dikedepankan tanpa harus melupakan kebenaran yang ada. 

Namun sekali lagi pengharapan itu kembali terjanggal dengan kondisi di daerah ini. Walaupun punya sekian banyak akademisi hebat tetapi keakademisian mereka sudah terkontaminasi dengan politik sehingga kebebasan mereka berbicara sudah tidak lagi bebas dari nilai dan kepentingan yang dianutnya. Dengan kata lain ini tentang kenetralan para panelis yang ada.

Materi dan Pertanyaan Belum Fokus

Ketidakpuasan akan debat ini pun tampak juga dari isi materi debat itu sendiri yang menurut pandangan penulis tidak dikemas secara rapi. Betapa tidak materi-materi juga pertanyaan yang ada seolah masih tumpang tindih satu dengan yang lainnya bahkan tidak dibagi dalam sesi-sesi yang ada sehingga membuat debat ini seolah dibiarkan mengalir apa adanya dan belum focus pada bidangnya. 

Hematnya debat ini akan menarik jika kemudian pokok bahasan dalam sesi debat itu dibagi dalam bidang-bidang seperti ekonomi, budaya, politik, dan lainnya sebagainya disesuaikan dengan visi, misi dan program para calon itu sendiri. Hal ini penting supaya tidak membingungkan public yang menyaksikan debat yang ada. Fokus juga membuat public lebih paham, dan mengerti dengan esensi apa yang dibuat pemimpinnya lima tahun mendatang sekaligus membantu public mengetahui implementasi dari program yang dicanangkan pemimpinnya. 

Sudah seharusnya debat yang diadakan ini tidak kemudian dianggap formalitas semata tetapi memiliki efek selain dari sisi kognitif, dan konasi juga dari sisi psikomotorik itu sendiri guna membantu masyarakat memiliki referensi dalam memilih pemimpinnya 5 tahun mendatang.

Audince Tidak Tepat Sasaran

Berkaca dari pelaksanaan debat calon putaran pertama ini, harus diakui bahwa kemungkinan paling buruk dari efek debat ini adalah tidak mengenanya tujuan debat ini sendiri. Hal ini cukup beralasan dan bukan buatan penulis sendiri pasalnya para penonton debat yang ada yang menjadi audience dalam debat ini rata-rata adalah pendukung para calon yang ada. 

Terbukti dari 100 persen yang ada dalam ruangan hampir 95 persennya mengenakan atribut paket calon. Padahal debat semacam ini harus menyasar pemilih yang belum menetukan sikap dan pilihan seperti para pemilih pemula ataupun kelompok masyarakat abu-abu  supaya membantu mereka dalam memilih pemimpinya dan bukan menyasar pada public yang sudah kita ketahui arah dukungannya. Sehingga esensi debat sebagai salah satu bentuk kampanye itu bisa tercapai.

Dan tulisan ini adalah sebagian kecil dari banyaknya masukan bagi penyelenggara pemilu khususnya KPUD SBD untuk dibenahi dalam pelaksaan debat putaran kedua nantinya sehingga tidak kemudian debat yang menjadi sebuah wahana menemukan pemimpin yang kredibel dan terpercaya bagi masyarakat ini kemudian tidak dianggap sebagai sebuah kegiatan yang formal semata.

Salam....

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun