Mohon tunggu...
kodar akbar
kodar akbar Mohon Tunggu... Musisi - penikmat musik tradisional dan musik anak

sedikit bicara banyak berkerja

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kreativitas atau Calistung?

25 Maret 2018   14:13 Diperbarui: 25 Maret 2018   14:28 492
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumentasi pribadi

Selama bersekolah dulu apakah moms masih ingat apa yang di ajarkan pertama kali? Mungkin moms belum menyadari dulu waktu pertama masuk TK apakah kreativitas atau calistung. System pembelajaran sekarang lebih banyak hands-on dimana anak berpastisipasi aktif dengan menyentuh benda, melihat, medengar, mengesplorasi, dan bereksperiment. 

Beberapa aktivitas yang diselenggarakan di level TK antara lain mendisain bangunan dari balok, berdandan, memanjat, menari, memecah teka-teki, berteman, mendengarkan, dan memainkan music, menggambar, melukis, dll. Tidak ada buku pelajaran ataupun lembar kerja siswa(LKS), yang tersedia hanya buku-buku cerita bergambar. Namun, terkadang saya bertanya-tanya, kapan guru di sekolah mengajarkan untuk menghafal huruf dan angka atau membacanya.

            Tiga tahun pertama dari perkembangan anak adalah masa keemasan (golden age) dari perkembangan otak. Pada saat anak mencapai umur 6 tahun, otaknya telah berkembang hingga 70% dari kapasitas optimumnya. Oohh itulah sebabnya, apa yang di pelajari pada usia 0-6 tahun berkontibusi besar pada perkembangan, pemahaman diri dan kepercayaan diri di sepanjang hidupnya. 

Rupanya ini pula yang membuat orang tua mengirimkan anaknya ke berbagai kursus matematika, music, membaca, menulis, berhitung. Mereka berharap bahwa kegiatan itu dapat merangsang anak mencapai potensi maksimalnya disaat otaknya sedang berkembang pesat. Namun apakah hal ini benar dapat mengembangkan, apakah dengan menjejali anak dengan aktivitas-aktivitas di atas akan ada keseimbangan antara otak kanan dan kiri?

 Bagaimana dengan sosialisasinya? Di sisi lain, resiko memaksa anak sesungguhnya belum siap membaca untuk belajar membaca di usia dini lebih berbahaya. Bahaya yang paling utama adalah kebosana, kehilangan minat membaca sama sekali dan kurang bergairahdi saat materi tingkat selanjutnya. Hasil penelitian menganjurkan untuk lebih focus pada belajar melalui bermain di usia dini, untuk meningkatkan minat belajar anak dan melatih keterampilan bersosialisasi di banding memaksa mereka untuk mempelajari yang belum waktunya. 

Ternyata uniknya otak kanan yang mengontrol empati, intuisi, keativitas dan fugsi-fungsi kritis lainya kabarnya tidak berkembang dengan semudah otak kiri di fase berikutnya pada kehidupan anak. Di sisi lain keberanian, kepercayaan diri, imajinasi, dan kreativitasnya rasanya lebih merupakan sesuatu yang harus di bentuk sejak awal dan lebih penting karena sekali seseorang kehilangan kepercayaan diri dan kreativitasnya, kemungkinan dia tidak pernah menemukan lagi.

            Satu hipotesis besar yang berkecamuk dalam pikiran saya adalah boleh jadi dengan mengkerdilkan tujuan pendidikan pre-school pada sekedar kemampuan membaca dan berhitung, kita lebih mampu mengembangkan soft-skill lain dan kreativitas dari anak-anak kita. Anak-anak bisa benar-benar bermain dan berteman di level taman kanak-kanak dan tidak tertekan oleh segala keharusan untuk menghafal abjad, angka dan merangkainya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun