Mohon tunggu...
Himawan Sutanto
Himawan Sutanto Mohon Tunggu... -

Aktualisasi diri via menulis. semoga bermakna

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Pertamina sebagai Korporasi

7 Januari 2014   13:23 Diperbarui: 24 Juni 2015   03:04 291
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

PERTAMINA SEBAGAI KORPORASI

Saat begitu riuhnya harga Elpiji 12 Kilogram naik ada beberapa pendapat yang cukup menggelitik ketika beberapa orang yang notebenenya berada di posisi pemerintah dan Pertamina dan juga sebagian besar masyarakat mengakui bahwa sebagai korporasi Pertamina sah-sah saja mengeluarkan keputusan dalam rangka kepentingan bisnisnya. Namun kita dapat melihat apakah sebagai korporasi yang sejatinya profit oriented, Pertamina dapat mengeluarkan keputusan yang ternyata ditengarai menyangkut hajat hidup orang banyak.

Sebagaimana ditentukan dalam konstitusi kita UUD 1945 pasal 33 ayat 2 berbunyi " Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara. Dengan demikian orang perseorangan tidak dapat mendirikan perusahaan dengan kegiatan usaha dalam bidang produksi terkait dengan kepentingan orang banyak, oleh karenanya jika suatu cabang produksi yang menguasai hajat hidup orang banyak akan dilangsungkan oleh suatu korporasi maka haruslah korporasi yang dikuasai oleh Negara, yaitu dalam hal ini adalah sahamnya.

Antara sifat korporasi dan pasal 33 UUD 1945 seolah ada pertentangan jika kita gulirkan dalam konteks keputusan kenaikan harga elpiji ini, yaitu: pertama: independensi sebuah korporasi mestinya patut dihargai dan harus tunduk pada Undang-Undang yang menaunginya, yaitu UU No.40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UUPT) yang dalam hal ini yang dimaksud korporasi dalam pasal 1 ayat 1-nya disebut sebagai Perseroan Terbatas adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Undang-Undang serta peraturan pelaksanaannya. Lebih lanjut dalam pejelasannya disebutkan bahwa pengertian perseroan terbatas tersebut juga merupakan hakikat Perseroan Terbatas.

Dari penjelasan tersebut apakah betul Pertamina dapat disebut sebagai korporasi jika Pertamina: a) bukan merupakan persekutuan modal, karena bagaimana mungkin sebagai kumpulan modal jika 100% modalnya dimiliki oleh Negara; dan b) tidak didirikan berdasarkan perjanjian. Tentu saja hal ini tercermin dari pemegang saham tunggal yang tidak mungkin mendirikan suatu badan hukum dengan perjanjian. Sungguhpun demikian Pertamina masuk dalam katagori PT yang dikecualikan dalam pasal 7 ayat 7 UUPT yaitu memungkinkan suatu perseroan terbatas didirikan hanya oleh satu orang saja.

Kedua: masih terkait dengan independensi suatu korporasi yang merupakan badan hukum, maka dapat dikatakan Pertamina sesungguhnya telah mengambil keputusan sesuai dengan keberadaannya sebagai Badan Hukum. Sebagaimana ditentukan dalam UUPT bahwa suatu korporasi dapat disebut Badan Hukum ketika akta pendiriannya telah memperoleh pengesahan dari Menteri Hukum dan HAM RI. Akan menjadi lain persoalannya jika Pertamina sebagai badan usaha berbentuk CV misalnya, maka sampai saat ini masih diperdebatkan bahwa CV tersebut badan hukum atau tidak. Pada pembahasan kali ini penting kita cermati apa itu badan hukum yang tiada lain subyek hukum yang diciptakan layaknya orang alias manusia yang memiliki hak dan kewajiban, dapat melakukan perbuatan hukum baik di dalam maupun di luar Pengadilan lazimnya orang yang berkapasitas atawa tidak dibawah umur ataupun dibawah kuratele.

Ketiga: kaitannya dengan isyu siapakah gerangan yang bertanggung jawab jika sebuah Perusahaan Perseroan seperti Pertamina ini mengeluarkan keputusan melalui organnya, yaitu RUPS (dalam hali ini RUPSnya disebut juga Negara karena 100% saham dimiliki Negara) atau melalui Direksi atau Direksi dengan persetujuan Dewan Komisaris sesuai yang ditentukan dalam Anggaran Dasarnya. Jawabanya akan bercabang, yaitu bisa jadi yang bertanggung jawab adalah Pertamina karena sebagai Korporasi yang berbadan hukum maka layaknya subyek hukum yang telah melakukan perbuatan hukum tertentu melalui Direksinya haruslah bertanggung jawab. Pertanyaannya kemudian dalam internal Pertamina sendiri siapakah yang layak dimintakan pertanggungjawaban, apakah Direksi Sebagai Nakoda Pertamina ? Karena Direksi dalam menjalankan pengurusannya juga dipagari agar tidak keluar dari relnya, yaitu Anggaran Dasar Pertamina itu sendiri. Terkait dengan kebijakan kenaikan Elpiji ini, dapat dirunut dalam anggaran dasar Pertamina itu sendiri yang mengatur apakah dalam pengambilan keputusan tertentu (seperti kenaikan harga gas maupun bbm) harus mendapat persetujuan RUPS atau Dewan Komisaris. Jika ternyata dalam anggaran dasar Pertamina mengharuskan Direksi memperoleh persetujuan RUPS, maka tidak semestinya Direksi Perseroan bertanggung jawab sendiri, demikian pula jika persetujuan Dewan Komisaris yang diperlukan maka Dewan komisaris tidak bisa cuci tangan.

Dari sisi komersial Pertamina, tidak jauh berbeda misalnya PT Indofood Sukses Makmur Tbk mengeluarkan kebijakan menaikan harga Indomie sehingga konsekuensinya mie produksi Indofood tersebut menjadi tetap laku atau ditinggalkan konsumen. Demikian juga sebagai korporasi tentunya Pertamina dapat berkilah jika kenaikan harga Elpiji tersebut tidak lebih sebagai aksi korporasi yang buntutnya menguntungkan atau merugikan Pertamina sebagai badan usaha yang berorientasi bisnis dan pada gilirannya nanti akan dilaporkan pada pemegang saham pada RUPS Tahunan. Namun mengingat kenaikan yang dilakukan Pertamina ini menyangkut hajat hidup orang banyak maka haruslah tunduk pada konstitusi. Jika harus memilih maka wajib hukumnya yang dipilih adalah pasal 33 UUD 1945 mengingat UU BUMN maupun UUPT berada dibawah UUD 1945.

Himawan Jan 2014

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun