Atambua adalah destinasiku berikutnya...
Tuhan, tidak sekejap aku menikmati apa yang Engkau amanahkan segala hal yang pernah tergenggam kelak akan hilang seperti pasir saat aku kepalkan telapakku karena bodohku jika sesungguhnya yang fana itu bukanlah abadi dan Engkau telah ajarkan aku untuk mampu melepas segala hal dengan ikhlas...
Cengkareng kembali menyapaku dengan riuh pikuknya... kembali berpetualang itulah aku, tidak akan pernah berhenti di satu titik ketika sang Kehendak belum menghendakinya
Indonesia Timur mempersilakan aku untuk menyapa dengan goresan penaku.
"Gimana...siap jika ke Atambua...? "
Wow... Tawaran yang sempat membuatku jiper nyali juga. Ini bukan eropa atau negara-negara Asia yang peradabannya telah open dengan segala culture Atambua, Indonesia timur... dan ini adalah bagian dari negara yang aku cintai, tapi ini berbeda, aku diam dengan pijak keraguanku, seorang teman di seberang meja tersenyum lirih, "Gue gak berani jalan, takut ada konflik di sana," itu bisikan lirih dari teman di seberang meja.
Hidup adalah pelajaran, dan di setiap pelajaran itu ada perjalanan yang memberikan kita pengalaman untuk naik kelas, akhirnya setelah 1 hari benar-benar fokus berpikir akhirnya tiket ke atambua sudah di tangan, segala hal aku persiapkan dengan matang, Atambua berbeda dengan perjalananku sebelumnya. Aku berpikir ini adalah negeri yang unik
Udara Atambua menyapaku dengan senyum hujan gerimis. Sepanjang perjalanan kanan kiri masih terlihat hijau dan perawan, sangat berbeda dengan tanah jawa. Kaca mataku mengatakan jika pembangunan memang belum merata, sepanjang perjalanan apa yang aku resahkan ternyata tidak terbukti penduduk yang sebagian besar beragama katolik ternyata mereka welcome dengan atribut hijabku, dengan logat Indonesia timurnya mereka menjawab sapaku.
Bahkan mengatakan aku wanita cantik (hehehee.. alhamdulillah ada yang puji juga akhirnya) bahkan seorang kakek-kakek menawariku buah pisang dan aku terima dengan ucapan terima kasih. Ini adalah awal pertanda baik dan aku akan baik-baik saja selama di tanah ini.
Menuju ke Atambua memerlukan perjuangan yang luar biasa hebat juga, dan buat kalian perempuan-perempuan yang tidak tahan banting aku sarankan jangan pernah sedikitpun memiliki mimpi seperti aku, hehehe sebelum sampai ke Atambua aku bertolak dahulu ke Kupang dari Kupang kita melanjutkan perjalanan menuju Atambua.
Perjalanan ke sana ada dua pilihan yaitu naik pesawat capung atau melewati darat. Jujur aku sih oke-oke aja, tetapi salah satu teamku tidak mampu karena sudah ketakutan, akhirnya kami memutuskan mengambil jalur darat dan biaya waktu itu untuk satu kepala sekitar 95.000 dan perjalanan di tempuh selama 5 jam.
Atambua dahulu di tahun 2000 adalah sebuah kota yang di kenal sebagai tempat penampungan dari orang-orang korban pengngungsian Timor-Timor merdeka.
Medan yang amat melelahkan karena jalanan tidak semulus di pulau Jawa bahkan berkelok kelok aku sempat beberapa kali harus mengeluarkan semua isi perutku, rasanya ingin menyerah saja, dan satu hal lagi cuaca di Atambua ketika musim panas dia akan panas sekali tetapi jika musim angin Australia wooow sungguh dingin, namun semua itu terobati ketika mata di suguhkan pemandangan yang amat eksotis, Atambua masih begitu perawan, jemari-jemari ku tidak berhenti mengabadikan setiap momen dan senyum untuk tulisan-tulisanku.
Pokoknya kita bisa ajeb-ajeb sampai pusing pala beta hehehe, dan yang buat aku miris nasib perputaran uang disini begitu memprihatinkan, kenapa aku bilang seperti itu karena setiap aku membayar sesuatu aku selalu mendapatkan uang kembalian yang kucel dan kotor dekil sekali aku sendiri heran kenapa bisa begitu...kecuali yang baru keluar dari ATM, nasib uang itu habis fashion dari mana gitu...
NTT memang negeri yang tertinggal namun aku yakin pemerataan akan berjalan, dan hanya putra-putri dari Timorlah yang memiliki kesempatan besar untuk membangun negerinya
Kaca mataku juga di manjakan oleh laut yang begitu perawan
Atambua banyak mengajarkanku arti itu perbedaan dan arti persaudaraan, tidak ada perbedaan warna kulit dan kedudukan, kita semua sama dan lahir di tanah Indonesia.
Atambua juga mengajarkan aku apa itu kesopanan berbudaya, di balik keterbatasan peradaban justru Atambua menunjukan kepadaku untuk menjadi pribadi yang harus lebih banyak mensyukuri dan lebih banyak memberi.
PR untuk negeriku...singsingkan lenganmu dan hiduplah dengan kacamata terbuka, lihat dan tengok jika negerimu masih membutuhkan sumbangsihmu, tidak pernah ada penyesalan ketika kita berani memutuskan untuk berjuang demi bangsa kita.
Aku Kazimi kecil selalu belajar kuat di setiap perjalanan, dan setidaknya apa yang aku dapat kelak bisa menjadi Inspirasi kalian bahwa menuliskan sesuatu apapun yang kita lihat itu adalah bentuk sumbangsih, tidak perlu malu dan merasa rendah diri karena bangsa yang besar adalah bangsa yang memiliki peradabanÂ
Dimanapun kaki ini berpijak darahku masih selalu sama yaitu Indonesia...
Tanah air kutidak kulupakan...kan ku kenang selama hidupku...biarpun saya pergi jauh...tidakkan hilang dari kalbu...tanah ku yang ku cintai...engkau ku hargai.
lirik lagu itu menutup catatanku tentang Atambua, negeri eksotis dimana Indonesia bangga memilikimu.
Dan hijabku tidak pernah menjadikan alasan aku untuk berbeda dengan lainnya, hijabku adalah keputusanku dengan Tuhanku dan itu tidak menghalangiku dalam melahirkan karya-karyaku.
Jika aku saja bisa, aku yakin kalian akan jauhhhhh lebih bisa dari aku....
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H