Mohon tunggu...
kazimi yu
kazimi yu Mohon Tunggu... WRITER AND ENTERPRENEUR -

Jemari dan ujung penaku adalah satu-satunya cara untuk mendekapmu ketika rinduku sudah membuncah...

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Bersama Pena, Kamera, Kertas dan Turki

20 Mei 2016   23:00 Diperbarui: 20 Mei 2016   23:18 204
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Akhirnya... aku melihatmu dalam setiap keinginan dan kegigihan 

Mendapatkan apa yang di mau dan itu gratis siapa bilang mudah ?? Aku bilang jawabnya gak mudah...semua itu butuh perjuangan juga keputusan jika kita berani bayar harga mahal, kenapa aku katakan seperti itu karena aku berani membayar harga mahal di setiap perjalanan yang aku lakukan...membayar harga mahal bukan berarti aku harus mengeluarkan uang sendiri, akan tetapi aku membayar dengan kerja kerasku dan berani mengambil segala keputusan dengan keyakinan jika aku pasti sampai kesana.

Dingin semakin menggigit hingga menyakiti beberapa ruas tulang yang sudah tidak utuh lagi karena sudah berganti dengan beberapa ruas besi...Turki saat itu dengan suhu di bawah rata-rata membuat kedua kakiku beku dan bibir terasa kering, namun senyumku masih penuh mengembang karena nilai kebanggaan yang tidak mungkin terbayarkan...

Pena yang aku cintai, laptop mungil yang kerap menemaniku berjuang melahirkan karya-karya sampah, dan kamera bekas yang aku beli dari perjuanganku tawar menawar di pasar Taman Puring akhirnya lengkap sudah dan langkah kaki kian yakin untuk mengeksplore Turki dengan ke eksotisannya.

Turki adalah sekian dari destinasi yang menjadi mimpiku, kebesaran abad konstantinopel hingga Ottoman ingin sekali aku melihatnya...sejarah yang pernah aku baca di mana Islam pernah besar di bumi Eropa...dan kesempatan itu aku dapat ketika sebuah kontrak kerja untuk menuliskan ensiklopedia anak-anak menghampiriku dan membawaku untuk melihat kebesaran sejarah islam di bumi eropa yaitu Turki.

Dokumentasi pribadi
Dokumentasi pribadi
Dokumentasi pribadi
Dokumentasi pribadi
 Hari pertama dan kedua semua imajinasiku membawaku untuk melihat lebih jauh tentang Istanbul, kota terbesar kedua di Turki di mana dahulu Istanbul pernah menjadi pusat dari pemerintahan sebelum di pindahkan ke Ankara

Penjelajahanku di hari pertama dan kedua adalah kesempatan untuk melihat Hagia sophia, Masjid terbesar dan memiliki arsitektur sungguh indah dahulu adalah merupakan Gereja Katedral di era Bizantyum abad ke 6...ketika mataku, kakiku dan jemariku menyentuh semua elemen bangunan itu aku hanya mampu berucap lirih...Ya Allah ini adalah sebagian bentuk kecil bukti jika Islam pernah besar di Eropa...bahkan yang menarik sisa-sisa dari seni art bahkan benda-benda ritual yang menyatakan Hagia sophia dahulu adalah Katedral masih terlihat utuh, semua terjaga rapi...di sini aku berpikir dan mengatakan tenggang toleransi perbedaan dalam keyakinan di sini begitu di junjung tinggi, semua bisa berjalan bersama-sama tanpa harus berselisih mengatakan jika keyakinan kita adalah benar, tingkat peradaban yang tinggi menurutku.

Dokumentasi pribadi
Dokumentasi pribadi
Beberapa catatan yang aku tulis tentang Turki adalah hampir sebagian besar masyarakat Turki begitu menutup diri untuk mengenal peradaban bahasa asing, mengapa aku katakan seperti ini karena beberapa kali aku bertemu dengan warga lokal baik yang muda atau tua ketika kami bertanya sesuatu mereka hanya menggelengkan kepala karena mereka tidak paham bahasa Inggris yang mana bahasa inggris adalah bahasa hubungan internasional, akhirnya kami kerap menggunakan bahasa tarzan.

Turki membawaku untuk mengatakan sesuatu akan pentingnya nilai sejarah, semua kebesaran abad dari kejayaan masa ke masa, pemerintahan Turki begitu ketat menjaganya bahkan masyarakatnya sendiripun.

Kakiku melangkah hingga sejauh Ankara kota terbesar selanjutnya dan merupakan pusat pemerintahan Turki, ada begitu banyak jejak-jejak cerita dan meninggalkan momen dari setiap sudut kota istanbul dan ankara.

Sastrawan besar pernah tinggal bahkan lahir di negara ini, peradaban yang begitu mempesonaku...dingin yang menyakitiku sedikitpun tidak mampu mengalahkanku, meski kerap dahi mengernyit karena merasakan nyeri hingga ujung kaki setidaknya terbayarkan dengan perjalanan luar biasa ini.

Tuhan akan selalu memberikan kesempatan hebat bagi mereka yang berani keluar dari zona aman dan berani menembu batas di mana kerap logika kita mengatakan tidak mungkin padahal jawabannya sesungguhnya mungkin.

Dokumentasi pribadi
Dokumentasi pribadi
Di akhir perjalananku sempat mencari dengar dan tahu ternayata bunga Tulip yang di kenal sebagi salah satu ikon negeri kincir angin yaitu Belanda ternyata pertama kali adalah bunga yang tumbuh di daratan turki di wiliyah Anatolia akan tetapi karena banyaknya pedagang yang datang dan masuk bibit-bibit bunga itu tumbuh subur di Belanda dan menjadi salah satu kepemilikan bahwa Tulip berasal dari Belanda.

Inilah rahasia ketika kita senang mempelajari sejarah, apa yang kita tidak tahu maka akan menjadi tahu...

Catatan perjalananku dari negara satu ke negara satunya dan dari kota satu ke kota lainnya adalah suatu bentuk dedikasi dan keyakinan jika pena dan imajinasi mampu membawamu terbang kemana kamu suka...

Jejak kontemporerku mengatakan setinggi apapun engkau terbang pada akhirnya pulang ke buaian adalah rumah terbaiknya...dan Indonesia adalah tempat terhangat yang selalu berbisik..." hei, kamu...pulanglah, karena ada banyak cinta dan kasih sayang yang menunggumu datang "

Dokumentasi pribadi
Dokumentasi pribadi
hak cipta pemilik: planet kenthir
hak cipta pemilik: planet kenthir

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun