Pada tahun 1989, GKR Hemas telah secara aktif terlibat di dalam revitalisasi tradisi Keraton Yogyakarta, ia juga mampu memimpin, dan berinovasi dalam inisiatif untuk menghidupkan kembali seni dan adat Jawa. Inisiatifnya ini sendiri juga didasari oleh mulai berkurangnya minat terhadap seni tari dan musik tradisional di Yogyakarta, seperti tari Bedhaya, Serimpi, dan gamelan Jawa.
Maka GKR Hemas menargetkan generasi muda di Yogyakarta melalui program pelatihan seni tradisional. Hal ini dilakukan guna mempertahankan nilai-nilai budaya lokal, dan menanamkan paham-paham nilai tersebut kepada generasi muda. Namun tidak sampai disitu, GKR Hemas juga menargetkan visinya untuk terus memperluas budaya Indonesia di dalam kancah luar negeri. Melalui pelaksanaan promosi festival tahunan, seperti Jogja Art Festival, Festival Kesenian Yogyakarta (FKY), dan Festival Grebeg Maulud.
Melalui perannya yang aktif dalam dunia politik, GKR Hemas juga memanfaatkan potensi ini sebagai penghantar Batik agar diakui oleh UNESCO sebagai Warisan Budaya Tak Benda pad tahun 2009 lalu. Promosi yang dilakukan oleh beliau secara aktif juga berhasil memberikan pengakuan terhadap Batik termasuk semangat baru bagi para pengrajin Batik, yang memaknai Batik sebagai simbol budaya dan sumber penghidupan. Hingga pada tahun 2018-an beliau pernah menjadi pusat fashion batik di dunia.
Dalam beberapa program, peran-peran GKR Hemas dalam pemerintahan juga cukup signifikan. Termasuk pada pembangunan berbasis kearifan lokal, semenjak beliau sendiri menjabat sebagai DPR. Salah satu langkah yang berhasil GKR Hemas aktualisasikan adalah restorasi situs bangunan cagar di Yogyakarta, seperti Tamansari, dan Keraton Yogyakarta.
Beberapa peran beliau yang juga masih berdampak hingga sekarang, terutama di dalam dunia pemerintah adalah keterikutan perempuan, dalam setiap pengambilan keputusan, dan penguatan hak perempuan di dalam kursi pemerintahan. Semasa bertugas dan menjabat, GKR Hemas turut mengadvokasi program-program yang mendukung keterlibatan dalam dunia politik, ekonomi, dan pelestarian budaya.
GKR Hemas sendiri percaya bahwa, partisipasi perempuan sangat penting untuk menciptakan kebijakan yang inklusif dan berbasis pada keadilan gender.
Bahkan ia juga turut memperjuangkan perlindungan terhadap anak dan tentu saja terhadap perempuan. Ia juga terus mendukung kebijakan dan memastikan mereka bebas dari kekerasan, eksploitasi, dan diskriminasi. Salah satunya adalah terkait penguatan undang-undang yang melindungi perempuan dari kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), pelecehan seksual dan kekerasan berbasis gender lainnya.Â
Sebagai seorang tokoh yang kuat dalam visi mempertahankan dan melestarikan budaya, GKR Hemas patut mendapatkan acungan jempol. Menjadi tokoh wanita yang tak acuh pada budaya dan bagaimana tetap mengkedepannya wanita di dalam tiap programmer dan kontribusinya dalam membangun negeri. Dalam beberapa aspek tadi, berupa pelestarian budaya, bahkan hingga bagaimana memanfaatkan budaya dalam peningkatan ekonomi seperti membantu pengrajin batik. Dimana GKR Hemas mendahulukan wanita sebagai peranan pengrajin batik itu.
Baik dalam kancah politik, GKR Hemas juga terus memberikan advokasi dan penguatan terhadap bagaimana perempuan mampu memberikan kontribusinya. Beliau juga banyak memberikan kepedulian terhadap pendidikan yang ada di Indonesia, dibalut dalam kebudayaan, menjujung nilai-nilai moral dan kearifan lokal, beliau berhasil dipandang sebagai seorang ratu, seorang bangsawan, seorang politikus, dan seseorang yang menjadi panutan bagi rakyat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H