Mohon tunggu...
Kazena Krista
Kazena Krista Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Photographer, Media Freelancer

Best in Opinion Nominee of Kompasiana Awards 2021 dan 2024 | Peduli menyoal isu-isu terkini terutama sosial-budaya dan gender | Verba Volant Scripta Manent | Kerja sama: kazena.krista@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Angka Pernikahan Turun: Fenomena "Waithood" dan Melatih Empati terhadap Perempuan

11 November 2024   06:25 Diperbarui: 11 November 2024   08:57 815
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kotak mahar berbentuk sepasang angsa dengan mahar di dalamnya pada prosesi ijab-qobul. (Foto oleh Kazena Krista | Source Dokumentasi Pribadi)

Akhirnya, hari-hari ini datang juga—hari di mana pemerintah sudah mulai menunjukkan kekhawatiran dengan menurunnya angka pernikahan rakyatnya.

—

Melansir data dari Laporan Badan Pusat Statistik (BPS) dalam Laporan Statistik Indonesia 2024 mencatat jumlah pernikahan di Indonesia mengalami penurunan sebesar 7,51% pada tahun 2023 yakni sebanyak 1.577.255; turun sebanyak 128.093 dibanding tahun sebelumnya (2022) 1.705.348—bahkan terendah sejak BPS merilis data yang sama pada tahun 1997 yakni sebanyak 1.489.765 jumlah pernikahan.

Tren yang menarik, pikir saya.

Belum semengerikan Jepang.

Jika melandainya angka pernikahan di Indonesia dimaksudkan (ada kaitannya) untuk menghitung statistik jumlah penduduk melalui angka kelahiran maka apa yang terjadi di Indonesia JELAS tidak semengerikan apa yang terjadi di Jepang hari-hari ini.

Meski jumlah pernikahan di Jepang pada paruh pertama tahun ini mencapai 240.593 (naik 1.967 dari periode yang sama pada tahun 2023), tidak dengan angka kelahiran.

Baca juga:

Kasih Ibu dalam Kasus Femisida Dini Sera

Disari dari berbagai sumber, di Jepang ada sekitar 727.288 bayi lahir pada 2023. Angka tersebut merupakan jumlah terendah sejak pencatatan dimulai pada 1899.

Tren angka kelahiran yang terus menurun di Jepang berimbas pula terhadap banyak ditutupnya fasilitas bersalin di Jepang.

Sebuah survei yang dilakukan oleh NHK Jepang pada kurun September dan Oktober tahun ini menunjukkan bahwa hampir 60% kota di Jepang tidak mempunyai fasilitas bersalin—dan juga kekurangan dokter. Dari sekitar 1.700 kota, kota kecil, dan desa di seluruh Jepang, sebanyak 1.042 tidak memiliki fasilitas bersalin, terparah ada di prefektur Hokkaido, Fukushima, Tottori, dan Kochi (menyentuh 80%).

Wakil Presiden Asosiasi Dokter Obstetri dan Ginekologi Jepang Maeda Tsukio mengatakan jika makin banyak kota kehilangan fasilitas melahirkan, keselamatan persalinan di Jepang dapat terancam.

Ilustrasi anak-anak Jepang. (Foto oleh Chellsee | Source Pinterest) 
Ilustrasi anak-anak Jepang. (Foto oleh Chellsee | Source Pinterest) 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun