Baca juga:
Menyelami Makna Adagium "Vox Populi Vox Dei"
Titi menambahkan, pemidanaan gerakan golput hanya bisa dilakukan apabila gerakan tersebut disertai politik uang atau dengan menggunakan kekerasan, ancaman kekerasan, dan menghalang-halangi seseorang yang akan melakukan haknya untuk memilih.
Golput di era Orde Baru.Â
Golput di masa pemerintahan Soeharto tak lepas dari sosok Arief Budiman alias Soe Hok Djin. Kakak kandung Soe Hok Gie inilah yang menjadi motor pencetus golput di tanah air.
Disari dari sebuah artikel Tempo, pada Tempo edisi 19 Juni 1971, Arief Budiman, seorang aktivis yang berperan di gerakan Mahasiswa Menggugat dan Komite Anti Korupsi pernah mengemukakan pertemuannya dengan Presiden Soeharto dalam aksi-aksi antikorupsi pada tahun 1970.Â
Menyoal golput ini, ketika ditanya olehnya, Soeharto menyatakan,
Boleh saja, asal saudara bertindak melalui saluran hukum.
Oleh karenanya, menjadi terang sudah bahwa golput adalah bentuk ekspresi yang selama tidak bertentangan dengan hukum, tidak boleh dijerat hukum.Â
Rupanya gagasan dan gerakan yang dilakoni Arief Budiman tersebut yang menjadi cikal bakal golput, melintasi zaman dan tampaknya masih terasa relevan hingga sekarang.Â
Coblos semua dan anomali politik.Â
Bagi saya, pemilu 2024 adalah tak ubahnya wujud nyata dari serangkaian anomali politik, di mana banyak penyimpangan terjadi—tak terkecuali pada proses menjelang pilkada Jakarta.
Coblos semua bermula dari Anies yang semula didukung namun akhirnya ditinggalkan oleh partai-partai politik yang mengusungnya.Â
Tapi, partai-partai itu seolah lupa bahwa Anies pernah menjabat gubernur Jakarta; Anies memiliki pengaruh tersendiri.
Anies berpotensi bisa membalikkan keadaan—terlepas apakah masyarakat Jakarta tersebut bersedia disebut sebagai barisan anak abah atau tidak.