Benarkah Vox Populi Vox Dei yang populer itu sering disalahartikan—dan tak jarang menimbulkan perdebatan?
***
#1
Seorang komika yang cukup memiliki nama di panggung hiburan beberapa hari lalu dengan lantang menuliskan cuitan di X (Twitter)—yang merujuk cuitannya tersebut dapat saya artikan:Â
rakyat adalah pemimpin tertinggi di republik ini—bukan presiden; presiden bertugas melayani rakyat. Presiden adalah pelayan rakyat; rakyat adalah atasan presiden), membuat geger.Â
Ada yang sependapat tapi tidak sedikit pula yang memilih untuk tidak sepakat.
Belakangan, sebagian orang mungkin menilai komika ini layak masuk kategori the government enemy karena responnya berupa kritik dinilai cukup "keras" menyoal kebijakan yang ditujukan atas nama rakyat.Â
Baca juga:
Tren Dumb Phone Menggugat Realitas
Sejauh saya membaca tiap komentar yang ada, saya pun tetap pada pendirian saya: saya sependapat dengannya.Â
Sebagai negara yang menganut sistem demokrasi yang pemerintahannya pada akhirnya dibentuk melalui pemilihan umum, tidak bisa dipungkiri bahwa rakyat—MEMANG—adalah pemilik kedaulatan tertinggi dan pemerintah yang diberi mandat HARUS mewakili kehendak dan bertanggung jawab terhadap rakyat;
atau untuk lebih sederhananya begini:
Siapapun yang datang kepada rakyat dengan membawa visi dan misi, menawarkan cara kerja dan solusi; berharap gambarnya dicoblos di bilik suara, sudah barang tentu mengartikan bahwa kedudukan rakyat tidak lebih rendah daripadanya.Â
Baca juga:
Riuh Pilkada: Rakyat dan Akrobat Politik Para Elit