Mohon tunggu...
Kazena Krista
Kazena Krista Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Photographer, Media Freelancer

Best in Opinion Nominee of Kompasiana Awards 2021 dan 2024 | Peduli menyoal isu-isu terkini terutama sosial-budaya dan gender | Verba Volant Scripta Manent | Kerja sama: kazena.krista@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Artikel Utama

Menyelami Makna Adagium "Vox Populi Vox Dei"

3 September 2024   03:15 Diperbarui: 3 September 2024   12:25 549
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Vox Populi Vox Dei, adagium atau peribahasa ini tidak asing di dunia politik—maupun sosial. 

Secara harfiah bahasa Latin Vox Populi berarti "suara rakyat"—sedangkan Vox Dei berarti "suara Tuhan";

yang jika diterjemahkan secara sederhana, Vox Populi Vox Dei adalah suara rakyat yang mewakili suara Tuhan.

Vox Populi Vox Dei sendiri tidak bisa lepas dari sistem demokrasi di mana melalui adagium ini orientasinya sudah pasti tentu mengedepankan betapa pentingnya suara rakyat melalui setiap masukan dan kritik; melibatkan rakyat dalam setiap pengambilan keputusan yang menyangkut kebijakan publik—bukan sekonyong-konyong rakyat ditempatkan pada posisi yang ujug-ujug langsung diberikan sosialisasi. 

Baca juga:

X (Twitter) di Antara Tone Deaf dan Kritik Sosial 

Ilustrasi demonstrasi yang chaos sebagai bentuk kekecewaan rakyat. (Foto oleh Antonius Aditya Mahendra | Sumber Kompas.com) 
Ilustrasi demonstrasi yang chaos sebagai bentuk kekecewaan rakyat. (Foto oleh Antonius Aditya Mahendra | Sumber Kompas.com) 

#3

Kabar tidak baiknya, jika tidak benar-benar dipahami, Vox Populi Vox Dei kerap pula salah dimaknai—bahkan oleh rakyat sendiri, yang karena merasa mewakili suara Tuhan, rakyat sering bertindak "ugal-ugalan" atau parahnya HANYA ikut-ikutan—

(baca: dampaknya tentu akan merugikan rakyat itu sendiri yang hanya karena mengedepankan emosi sesaat melakukan sesuatu tanpa berpikir panjang alih-alih mempertimbangkan moral sebagai landasan dari sebuah tindakan (bertindak tidak rasional dan cenderung kebablasan); membuat rusuh dengan menggelar unjuk rasa yang menciptakan chaos)—

atau untuk mereka yang—sedang atau akan—berkuasa atas nama rakyat, frase ini sering dijadikan tunggangan politik demi sebuah kepentingan. 

#4

Lantas, pertanyaannya, apakah rakyat tidak boleh menggugat jika mandat yang diberikan tidak digunakan untuk sebaik-baiknya kepentingan rakyat?;

apakah rakyat tidak boleh menunjukkan bentuk ketidakpuasan ketika hajat hidupnya jauh timpang dengan mereka yang diberi mandat?

Agaknya menjadi wajar saja tatkala rakyat merasa terpanggil untuk bersuara layaknya Peringatan Darurat yang terjadi pada Kamis, 22 Agustus lalu (baca: yang bahkan rakyat cukup merasa puas dengan tidak disahkannya RUU Pilkada imbas dari putusan MK saat mengadakan gelombang protes di depan gedung dewan rakyat;

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun