Mohon tunggu...
Kazena Krista
Kazena Krista Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Photographer, Media Freelancer

Best in Opinion Nominee of Kompasiana Awards 2021 dan 2024 | Peduli menyoal isu-isu terkini terutama sosial-budaya dan gender | Verba Volant Scripta Manent | Kerja sama: kazena.krista@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

X (Twitter) di Antara Tone Deaf dan Kritik Sosial

30 Agustus 2024   20:29 Diperbarui: 31 Agustus 2024   17:14 484
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

#1

Seorang user di akun platform X dalam cuitannya beberapa hari lalu bertanya menyoal adakah orang-orang yang tidak memiliki akun di TikTok—dan alasan apa yang membuat mereka tidak memilikinya? 

Sebagai orang yang tidak "bermain" TikTok, pertanyaan ini sangat relate bagi saya secara pribadi. Dulu saya berpendapat, TikTok adalah media sosial "alay" karena di awal kemunculannya kebanyakan penggunanya berisi orang-orang yang hanya doyan joged-joged.

Tapi, seiring berjalannya waktu, saya menemukan alasan lain mengapa saya tidak menjadi salah satu penggunanya (baca: hingga sekarang): TikTok terlalu "bising" bagi saya;

saya lebih menyukai untuk tekun membaca dan X adalah media yang memiliki gaya komunikasi berupa tulisan yang rata-rata pembahasan para penggunanya lebih banyak bisa memancing saya untuk berpikir kritis. 

Sementara itu, apa yang terjadi di TikTok—serupa tapi tak sama—bisa pula saya lihat melalui fitur Reels di Instagram
(malah di awal-awal kemunculan Reels apa yang hype di TikTok oleh penggunanya "disambungkan" pula ke Reels);

Baca juga:

Tren Dumb Phone Menggugat Realitas

karenanya saya pun merasa MEMANG tidak perlu menggunakan TikTok sebagai salah satu media sosial. 

Dibandingkan Instagram, media sosial yang justru bisa dikatakan rutin saya pakai adalah Twitter yang sejak dibeli oleh Elon Musk berubah nama menjadi X.

#2

Ada alasan mengapa saya menyukai X sebagai media sosial. Bukan karena stereotype user X yang diidentikkan sebagai orang yang cerdas melainkan saya merasa platform ini adalah anti hero dari hampir semua platform media sosial. 

Tidak ada yang bisa menebak isu apa yang begitu disukai atau dibenci karena apapun yang riuh di X akan berpengaruh ke media sosial lain.

Di X pula, saya bisa tahu banyak informasi dari yang saya kira penting hingga yang tidak terlalu perlu mendapat perhatian (baca: hanya cukup tahu); 

di X, trending menjadi ACUAN (terhadap apa yang sedang hangat diperbincangkan banyak orang).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun