Sebagai buktinya, hampir semua stasiun televisi dan berita-berita di internet beberapa hari terakhir memberi porsi lebih terhadap Pilkada Jakarta ini.Â
Baca juga:
Tren Dumb Phone Menggugat Realitas
Meskipun Jakarta kelak bukan menjadi ibu kota negara lagi, tapi tetap saja Jakarta masih menjadi role model.Â
Karena Jakarta adalah representasi keseluruhan pemilih di pulau Jawa—dianggap pula masih mewakili representasi Indonesia.
Dengan kata lain, siapa yang menjadi kepala daerah di Jakarta kali ini boleh jadi akan diperhitungkan oleh rakyat (baik kepala daerahnya dan partai pengusungnya) untuk masuk gelanggang kontestasi di pemilihan presiden selanjutnya.
PDIP dan calon yang diusungnya di JakartaÂ
Adalah PDI Perjuangan yang mendapat highlight paling terang dari peristiwa yang dilabeli sebagai Peringatan Darurat (baca: dengan burung gambar Garuda berlatar Biru sebagai simbol perlawanan) yang diperjuangkan oleh rakyat beberapa hari lalu—bahkan hingga saat ini masih dikawal mati-matian.Â
Melalui putusan MK Nomor 60/PUU-XXII/2024 tersebut, PDIP bisa melenggang mencalonkan orang-orang "pilihan"nya di Jakarta (baca: yang tadinya sempat terhalang threshold karena hanya memperoleh sebanyak 850.174 suara atau 14,01% pada pemilihan legislatif di Jakarta);
meskipun PDIP menjadi satu-satunya partai besar yang dikucilkan oleh semua partai politik yang ada;
dan menyoal Pilkada di Jakarta, PDIP mengusung Pramono Anung sebagai cagub dan Rano Karno sebagai wakilnya.
Ini cukup memantik kontroversi—mungkin seluruh orang yang menaruh perhatiannya pada Pilkada Jakarta kali ini juga akan sependapat.
Baca juga:
Kontrasepsi yang Kontroversi
Bagi saya pribadi, ini sangat mengejutkan.Â