Ada yang berkata disaat orang yang telah berpulang datang ke dalam mimpi maka ia sedang rindu ingin menyapa— hanya tidak tahu bagaimana caranya. Saya tidak tahu perihal benar atau tidaknya. Saya cukup realistis untuk tidak melibatkan diri pada duga-duga semacam itu.
Mimpi-mimpi didatangi seperti itu justru kerap dialami adik bungsu saya. Tiap kali ia berbagi cerita, saya—meski terkadang sembari mengerjakan sesuatu—bisa melihat ada gemuruh semangat yang mungkin ia sendiri sulit menggambarkannya. Tapi, binar mata dan nada suaranya cukup menjelaskan.
Saya tidak tahu bagaimana ia bisa mengingatnya: ia terlalu pandai merinci.
Sementara saya, saya nyaris tidak pernah; atau mungkin pernah tapi itu sangat kabur dalam ingatan saya, hingga saya pun tidak mampu mengingatnya dengan baik;—
atau mungkin saya punya alasannya mengapa...Â
***
Ibu sudah berpulang sepuluh tahun lalu dan tanggal 6 September yang akan datang peringatannya; sementara Bapak, 7 Agustus tadi genap 2 tahun meninggalkan kami.
Baca juga:Â Menjadi Seorang Ibu Sangat Dekat dengan Gangguan Kejiwaan
Ada saat di mana saya meromantisasi keprihatinan terhadap diri sendiri dengan mematut di depan cermin sembari tersenyum dan berkata "hai kamu anak yatim, lagi piatu, semoga kamu bisa menciptakan bahagiamu sendiri ya?"
Realita meninggalnya kedua orang tua tentu saja menyeret saya dengan paksa untuk sepenuhnya sadar bahwa mereka tidak ada lagi di rumah: mereka tidak ada lagi bersama saya dan bersama kedua adik saya.Â
Saya menyimpan dengan baik sosok kedua orang tua saya; mereka yang membuat saya ada sampai hari ini, berikut baik buruknya. Mungkin hal ini juga dilakukan oleh kedua adik saya.