Mohon tunggu...
Kazena Krista
Kazena Krista Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Photographer, Media Freelancer

Best in Opinion Nominee of Kompasiana Awards 2021 dan 2024 | Peduli menyoal isu-isu terkini terutama sosial-budaya dan gender | Verba Volant Scripta Manent | Kerja sama: kazena.krista@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Batas Usia Kerja dan 2 Hal Mengapa Selayaknya Dihapuskan Saja

6 Agustus 2024   06:15 Diperbarui: 7 Agustus 2024   03:24 211
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi seorang pencari kerja yang berdiri di stan salah satu perusahan pada event job fair. (Foto oleh Firman Taufiqurrahman; Sumber Kompas.com)

"Amar putusan, mengadili, menolak permohonan Pemohon untuk seluruhnya," ujar Ketua MK, Suhartoyo, yang bersama dengan delapan hakim konstitusi lainnya mantap memutus sebuah gugatan perkara dalam sidang putusan/ketetapan pada Selasa, 30 Juli 2024—hanya satu hakim yang kukuh dissenting opinion. 

Adalah Leonardo Olefins Hamonangan, seorang warga Bekasi yang meminta Undang-Undang itu diuji: Pasal 35 ayat (1) Undang-Undang (UU) Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

Dalam gugatan yang tercatat dengan nomor perkara 35/PUI-XXII/2024 (yang sidang pendahuluannya sendiri sudah dimulai 5 Maret 2024 yang lalu), Leonardo menggugat agar batas usia pelamar kerja pada setiap lowongan kerja, dihapuskan. 

Menurut Leonardo, batas usia kerja justru akan berpotensi menimbulkan diskriminasi oleh para pemberi kerja karena pemberi kerja bisa saja memilih pekerja berdasarkan kriteria yang tidak relevan seperti berpenampilan menarik atau usia para pelamar kerja itu sendiri. 

***

Menyoal praktik batas usia kerja, tentu saja bukan isapan jempol—ia "nyata". 

Tidak peduli di sektor formal atau informal, batas usia (pelamar) kerja seolah menjadi screening awal (sebelum pendidikan dan keahlian) di hampir setiap lowongan. Sudah banyak orang yang dibuat patah arang oleh syarat ini dan pula menjadikannya momok. 

Baca juga: "Bayaran" Fotografer di Antara Perang Harga dan Hukum Supply-Demand

Meliris data dari Badan Pusat Statistik (BPS) terbaru, Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Indonesia sebesar 4,82 persen (sementara
tingkat partisipasi angkatan kerja perempuan sebesar 53,41% sedangkan laki-laki sebesar 83,87%—menyoal ketimpangan ini akan saya bahas di tulisan yang lain) dengan rata-rata upah buruh sebesar 3,04 juta rupiah per bulan. 

Jika mengacu pada data tingkat pengangguran terbuka di atas dan mencocokkannya dengan putusan para hakim (batas usia kerja dianggap bukan diskriminasi), maka tak pelak bisa saya katakan ini akan menimbulkan masalah ledakan pengangguran yang mungkin jumlahnya akan lebih besar lagi di kemudian hari (yang tampaknya juga akan berbanding lurus dengan angka kriminalitas). 

Penampakan gedung MK dari depan. (Sumber Kompas.com) 
Penampakan gedung MK dari depan. (Sumber Kompas.com) 

Pertanyaannya, ke mana akan perginya mereka yang berusia 25 tahun ke atas ini (baca: lowongan kerja hari-hari ini menerapkan batas usia kerja di usia 25 tahun) sementara daya serap mereka justru dibatasi?;

belum lagi mereka berpotensi pula dikalahkan oleh mereka yang memiliki jalur "ordal". 

Baca juga: Dari Daycare, Orang Tua Pekerja dan Masalah Sistemik di Dalamnya

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun