Mohon tunggu...
Kazena Krista
Kazena Krista Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Photographer, Media Freelancer

Best in Opinion Nominee of Kompasiana Awards 2021 dan 2024 | Peduli menyoal isu-isu terkini terutama sosial-budaya dan gender | Verba Volant Scripta Manent | Kerja sama: kazena.krista@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

5 Menit: Seandainya Kita Tak Sibuk Debat di Media Sosial

23 Februari 2023   03:55 Diperbarui: 23 Februari 2023   19:06 979
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi orang yang membaca komentar negativ di media sosial. (Sumber Pexel | Foto oleh Mikoto Raw Photographer) 

Saya menulis tulisan ini sebenarnya sambil rebahan di atas kasur. Waktu pun ketika saya memulainya, sudah pukul 3 kurang 15 menit menjelang subuh—Kamis, 23 Februari. Saya malas mind mapping seperti yang biasa saya lakukan ketika ingin menulis. Saya juga tak membuat satu pointer pun, apalagi buka laptop untuk mengetiknya: cukuplah fitur "catatan" di handphone yang mengambil alih. 

Say "no" dulu to brainstorming.

Sekadar info, ide tulisan ini sudah lama bercokol dalam kepala saya, hanya saja saking malasnya tak jua saya wujudkan dalam bentuk tulisan. 

Baca juga:

Konsisten Menulis di Antara Jebakan Rutinitas, Memang Demi Apa?

Tapi, saya pernah baca satu keterangan tertulis di post Instagram seorang ahli storytelling kesukaan saya. 

Pada postingan itu ia mengatakan: 

semakin kamu malas dan semakin terasa sulit kamu mengerjakan "sesuatu", semakin kamu harus berjuang supaya "ia" jadi. 

Voila...

tak urung pada akhirnya saya pun menyiapkan secangkir kopi panas untuk saya seruput pelan-pelan. 

—

Sesuai dengan judul pada tulisan ini (baca: saya ogah menyebutnya artikel karena terkesan seperti momok pembahasan yang terlalu serius) saya ingin membahas tentang perilaku dari kebiasaan kita yang doyan sekali debat di media sosial. 

Menyoal aktivitas kita bermedia sosial, berdasarkan dari riset data.ai
"State of Mobile 2023", masyarakat Indonesia berada di urutan pertama di dunia yang paling lama menggunakan internet pada tahun 2022 dengan durasi rata-rata penggunaan 5,7 jam per hari; orang Indonesia berada di posisi pertama kategori pengguna smartphone dengan durasi screentime paling tinggi di dunia. 

Bayangkan, rata-rata dari kita sanggup menghabiskan 5,7 jam per hari?! 

Itu artinya, bukan porsi waktu kita saja yang diambil tetapi juga uang kita; kuota internet kita tidak dibeli dengan daun pisang bukan? 

Tidak—saya tidak ingin mencampuri perihal urusan kantong orang-orang, lagipula siapa saya?

Tapi, karena saya bagian dari warganet juga maka saya rasa, bolehlah saya berkomentar selama masih sopan.

Omong-omong, makin berumur saya ogah mau cari ribut, apalagi debat. Makin tambah umur saya makin jadi orang yang ingin selalu cinta damai, meski saya akui saya masih berusaha terus belajar melakukannya. 

Menahan senewen itu gampang-gampang susah kalau tidak dilatih tiap hari.

Bicara debat, orang-orang Indonesia dewasa ini kok makin galak ya kalau adu argumen, apalagi di media sosial. 

Di Twitter contohnya. Lima menit saja saya baca-baca komentar dari sebuah kejadian viral bisa langsung mengurangi rasa bahagia saya lho.

Ilustrasi ragam media sosial. (Sumber Pexel | Foto oleh Pixabay) 
Ilustrasi ragam media sosial. (Sumber Pexel | Foto oleh Pixabay) 

Sebagai antisipasinya, saya pasang daily alarm lima menit di handphone saya tiap-tiap kali jadwal jam media sosial saya berbunyi. Itu karena saya tak mau kehilangan lebih banyak sukacita hanya karena ikut marah-marah.

Bukan—bukan berarti saya tak suka berjejaring di media sosial; saya hanya selektif. Memilih dan memilih informasi adalah jalan ninja saya. 

Karena ada banyak hal yang bisa saya lakukan ketika saya tak ikut-ikutan debat di media sosial—walau hanya lima menit:

#1 Baca lebih banyak

Misalkan, jika lebih 5 menit mata saya sibuk baca-baca komentar jelek, itu artinya lebih 5 menit pula saya membuang waktu saya dengan percuma.

Contohnya, masalah child free Gita Savitri alias Gitasav yang sempat membuat heboh jagat maya beberapa waktu yang lalu. Orang ramai-ramai menunjukkan ketidaksetujuan, ramai-ramai menghujat.

Ia dirundung begitu rupa tanpa menelisik lebih jauh mengapa ia dan pasangannya melakukan itu—sekadar berempati, atau benar-benar menghargai pilihannya sebagai individu yang untuk saat ini menolak menjadi ibu.

Apa kabar yang jomlo? 

Baca juga:

Masih Betah Melajang? 6 Hal Ini yang Mungkin Jadi Alasan

Daripada memenuhi hati dan kepala saya dengan "sampah", lebih baik saya menggunakannya dengan lebih banyak membaca sesuatu yang berfaedah. 

Sehari-harinya memang saya selalu membawa satu buku dalam tas saya. Entah itu buku bacaan baru atau buku lama yang sengaja saya baca ulang. 

Itu sebagai alternatif bacaan selain situs-situs portal berita yang bisa saya kunjungi kapan saja. 

Saya pun sengaja install aplikasi perpustakaan daring di handphone saya sebagai varian lain bacaan. 

Senggang di antara rutinitas pekerjaan jadinya tak melulu membosankan bukan?—atau saya bisa memanfaatkannya dengan berkunjung ke blog teman-teman dan membaca tulisan mereka. 

#2 Bisa workout meski tanpa panas-panasan

Seandainya saya sibuk debat di media sosial, saya tak bisa workout atau olahraga ringan. Olahraga dengan durasi pendek lima menitan ini kadang saya lakukan untuk mengalihkan perhatian. 

Menurut saya, workout ringan sekalipun hanya selama lima menit jauh lebih berguna daripada ikut-ikutan misuh tidak karuan.

Jika dilakukan dengan benar dan sungguh-sungguh, 5 menit yang digunakan untuk berolahraga tetap akan mengeluarkan keringat, minimal membuat jantung saya berdetak cepat atau nafas saya ngos-ngosan. 

Lari di tempat 5 menit adalah niscaya. Buktikan! 

#3 Belajar tutorial

Teknologi sekarang berkembang pesat dan semua yang kita mau tersedia seperti ragam makanan yang terhidang di atas meja. 

Sepuluh tahun yang lalu jelas berbeda dengan sepuluh tahun yang akan datang; sepuluh tahun lalu juga berbeda dengan era sekarang. 

Dewasa ini, ilmu bisa didapat tak cuma berkunjung ke toko buku atau kursus ini-itu. Cukup cari tempat posisi paling enak terus saya akan berselancar dengan mencari tutorial apapun yang saya suka—bermodalkan kuota dan keinginan belajar, tentu saja akan ada jalannya. Belajar secaraa mandiri, otodidak istilahnya. 

Ragam tutorial biasanya saya peroleh melalui Youtube. Belakangan saya lagi getol-getolnya mencari lebih banyak tentang era kecerdasan buatan alias ChatGPT yang terlanjur membuat heboh itu, syukur-syukur bisa menggunakannya. 

Karena saya menggarisbawahi bahwa 12.000 jam terbang tidak diperoleh dengan otak yang santai-santai.

#4 Menekuni hobi

Berhubung membaca termasuk hobi dan sudah saya letakkan pada poin 1, poin 4 ini sering saya praktikkan di luar jam sibuk saya atau di hari libur. 

Rasanya, saya tak perlu menjelaskan panjang lebar poin ini. Lagipula hobi adalah selera. 

Ilustrasi membaca buku. (Sumber Pexel | Foto oleh Rahul Shah) 
Ilustrasi membaca buku. (Sumber Pexel | Foto oleh Rahul Shah) 

Tulisan ini mungkin bukan yang bagus-bagus amat untuk dibaca, lha wong saya pun menuliskannya terbilang ogah-ogahan. Tapi, semoga pesan moralnya tersampaikan bahwa hanya lima menit pun bisa jadi terobosan. 

Sebagai penutup saya jadi teringat ucapan seorang teman. Dia berkata begini: seorang storyteller berbakat sama berbahayanya dengan seorang ahli jiwa atau pemuka agama. 

Ia akan mengajakmu berputar-putar, hatimu akan  didamai-damaikan dulu, ditampilkan yang indah-indah sebelum kau akan diajaknya berdiri di muka "cermin" lalu kau akan mematut dirimu sendiri dan merefleksikan segala yang ada. 

Eh, iya, dalam 5 menit bisa belajar supaya jadi storyteller yang lebih oke juga ya? 

Jadi, menghabiskan 5 menit versimu seperti apa? 

Tabik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun