Mohon tunggu...
Kazena Krista
Kazena Krista Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Photographer, Media Freelancer

Best in Opinion Nominee of Kompasiana Awards 2021 dan 2024 | Peduli menyoal isu-isu terkini terutama sosial-budaya dan gender | Verba Volant Scripta Manent | Kerja sama: kazena.krista@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Belajar dari Gita Savitri: Sejak Kapan Influencer Harus Jaga Perasaan Warganet?

14 Februari 2023   02:32 Diperbarui: 22 September 2024   13:48 1570
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi seseorang yang menyaksikan live video dari seorang influencer. (Sumber Pexel | Foto oleh Joseph Redfield) 

Ilustrasi dua orang yang sedang live podcast. (Sumber Pexel | Foto oleh George Milton)
Ilustrasi dua orang yang sedang live podcast. (Sumber Pexel | Foto oleh George Milton)

Platform medianya juga bermacam-macam dengan cara penyajian yang bermacam-macam pula—dan dari sanalah kita mengenal banyak istilah seperti selebtwit, selebgram, tiktoker, youtuber, podcaster—dan lain sebagainya.

Namun, mari kita sederhanakan saja mereka menjadi satu kata: influencer—meskipun mereka berangkat dari latar belakang pendidikan dan profesi yang berbeda-beda. 

Influencer dan persona yang ingin ditampilkannya

Ada anekdot yang cukup membuat telinga saya panas yang isinya kurang lebih menyatakan "alangkah bodohnya seseorang jika di era internet seperti sekarang tidak piawai menghasilkan uang"; mendengarnya saya gemas bukan kepalang.

Karena saya rasa tidak semua orang bernafsu menghasilkan uang dengan cara-cara instan contohnya seperti clickbait tipuan atau dengan prank buatan?

Tapi, bagaimana dengan sosok seorang influencer? 

Sebagai mana kita tahu, influencer berperan penting membentuk pola pikir masyarakat—atau setidaknya menggiring (baca: opini) pada tujuan-tujuan tertentu, dengan atau tanpa disengaja. 

Untuk itulah seorang influencer dituntut memiliki gaya komunikasi yang mumpuni yang khas mencirikan siapa dirinya (baca: persona); influencer memiliki segmentasi pasarnya sendiri. 

Deddy Corbuzier dengan jargon smart people-nya, Agnes Mo dengan pribadi multi talenta-nya yang mendunia, Najwa Shihab dengan persona kritis yang dibawanya kemana-mana—dan para influencer lainnya, atau seperti Gita Savitri yang heboh belakangan ini dengan tolok ukur awet mudanya melalui child free; Mereka dianggap sebagai sosok-sosok yang memiliki pengaruh lebih dibandingkan masyarakat biasa (baca: warganet).

Nama terakhir yang saya sebutkan tengah jadi buah bibir. Ya, ia adalah Gita Savitri. Keputusannya (bersama pasangannya, Paul Partohap) yang memilih child free dianggap warganet berbanding terbalik dengan tulisan yang pernah ia tulis pada blognya pada tahun 2015 silam.

Di sana, secara gamblang ia menulis semoga ia dapat mendidik dengan baik anak-anaknya kelak.

Baca juga: Menulis di Antara Jebakan Rutinitas, Memang Demi Apa?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun