Mohon tunggu...
Kazena Krista
Kazena Krista Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Photographer, Media Freelancer

Best in Opinion Nominee of Kompasiana Awards 2021 dan 2024 | Peduli menyoal isu-isu terkini terutama sosial-budaya dan gender | Verba Volant Scripta Manent | Kerja sama: kazena.krista@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Normalisasi Jangan Sembarang Membagi Nomor Kontak Orang

31 Januari 2023   01:30 Diperbarui: 31 Januari 2023   14:51 427
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi seseorang yang merasa dihargai setelah izinnya ditanyai sebelum nomor kontaknya dibagi (Sumber Pexel | Foto oleh Andres Piacaquadio) 

Saya wajar bereaksi demikian karena saya pun telah aware dengan isu menyoal ini. Karena saya merasa, hasil akhir dari proses ini tak hanya memiliki dampak bagi si empunya nomor kontak karena merasa dihargai (baca: ditanya izinnya sebelum ia membolehkan nomor kontaknya dibagi)—namun juga bagi yang bersangkutan sebagai media perantara. Apa yang dilakukannya tersebut akan menaikkan status value di mata si empunya kontak telepon.

Nomor telepon bersifat sangat personal jadi jangan dibagi sembarang (Sumber Pexel | Foto oleh Terje Sollie) 
Nomor telepon bersifat sangat personal jadi jangan dibagi sembarang (Sumber Pexel | Foto oleh Terje Sollie) 

Bagian wilayah privat

Tidak sembarang membagi nomor kontak orang lain, ini yang tak semua orang tahu—yang semua orang sebenarnya sanggup melakukannya jika yang bersangkutan sudah mengetahui etikanya—namun, sayangnya, acapkali diremehkan dengan dalih "ah, dia udah kenal juga"—sesuatu yang semua orang seharusnya punya power dan kontrol lebih untuk tidak langsung membagikannya sesaat pada siapapun yang bertanya.

Karena memberikan kontak setelah memiliki izin dari si empunya kontak telepon adalah bentuk norma tidak tertulis dalam kerangka kesopanan.

Nomor telepon sifatnya—sangat—personal sehingga jangan beranggapan nomor kontak yang ada di daftar kontak kita—istilahnya—taken for granted, apalagi dianggap remeh. Jangan karena yang bertanya itu berasal dari sirkel pertemanan atau kerabat keluarga, kita mengabaikan norma tak tertulis ini.

Nomor kontak seseorang yang ada di daftar kontak kita bukan layaknya akun media sosial yang tidak terkunci yang bisa terpampang dan sembarang dilihat oleh siapa saja. 

Coba pindah situasi

Tak semua orang tahu apa motif seseorang bertanya perihal nomor kontak seseorang yang lainnya tersebut sampai orang itu menghubungi yang bersangkutan. Boleh jadi mau mengajak join bisnis—atau malah mau berutang? Boleh jadi mau menumpang jastip parfum keluaran luar negeri—atau sekadar bersua kabar sembari haha-hihi?;

Atau boleh akan ada cyber crime melalui proses bagi-membagi nomor kontak ini? Siapa yang tahu?

Baca juga: Konsisten Menulis Di antara Jebakan Rutinitas, Memang Demi Apa?

Semua motif selalu ada celah untuk terjadi. Untuk itulah kita sebagai obyek tempat bertanya perihal itu dapat menjadi filter dari segala kemungkinan-kemungkinan tersebut—bahkan kemungkinan jelek perihal siapa tahu seseorang yang nomor kontaknya sedang dipertanyakan itu sebenarnya tidak begitu akrab-akrab amat alih-alih memang tidak terlalu menyukai pribadi si penanya yang penasaran dengan nomor kontak teleponnya.

Bagaimana jika situasi itu terjadi pada kita?

Sesederhana melakukan dua kroscek

Berkaca dari pengalaman saya menyoal bagi-membagi nomor kontak ini, antisipasinya sesederhana melakukan dua kroscek:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun