Mohon tunggu...
Kazena Krista
Kazena Krista Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Photographer, Media Freelancer

Best in Opinion Nominee of Kompasiana Awards 2021 dan 2024 | Peduli menyoal isu-isu terkini terutama sosial-budaya dan gender | Verba Volant Scripta Manent | Kerja sama: kazena.krista@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Johnny Depp dan Cancel Culture yang Tak Mengenal Nama Besar

24 September 2021   04:46 Diperbarui: 27 September 2021   22:42 1058
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cover film Alice in The Wonderland yang diperankan oleh Johnny Depp bersama aktris Mia Wasikowska. (Sumber: Via Gone With The Twins) 

Cancel Culture atas nama Saiful Jamil tak cukup menarik bagi saya meskipun bukan berarti saya tidak berang dengan perilaku pedofil yang dilakukannya. 

Tapi, kali ini menimpa Johnny Depp! 

Hanya saja, Johnny Depp bukan Saiful Jamil.

Secara pribadi sejak ada isu yang berkembang soal Depp yang akan terlibat dalam dunia imajinasi J.K. Rowling lewat film Fantastic Beast The Secrets of Dumbledore dengan kembali berperan sebagai Grindewald.

Saya sudah kadung senang bukan kepalang—bahkan hanya dengan membayangkan apakah akan ada adegan fight hebat antara Grindewald dan Dumbledore? (baca: kabar resmi rilis filmnya telah berseliweran bahkan sempat jadi trending di Twitter dan akan tayang pada 15 April tahun depan); atau tentang bagaimana jejak kriminal Grindewald di dunia sihir bermula?

Namun, apa yang terjadi? 

Warner Bros justeru mendepak Depp dari jajaran nama pemeran—dan saya pun nelangsa. 
Padahal Depp adalah aktor Hollywood favorit saya.

Sudah jatuh tertimpa buah durian pula. 

Mungkin kalimat modifikasi semacam itulah yang pas menggambarkan keadaan Depp sekarang. 

Setelah karirnya beberapa tahun terakhir tidak berjalan mulus, beberapa hari lalu Depp "datang" justeru dengan curahan cancel culture yang menimpanya.

Dalam kesusahan hatinya itu Depp menuding pihak komunitas Hollywood—tempat dia membesarkan namanya—malah tidak mendukungnya, sekalipun sudah banyak pencapaian yang ditorehkannya selama dia berkarir. Mereka seolah berdamai-ramai memboikotnya; merisaknya.

Biang keladinya jelas akibat kekalahannya dalam kasus pencemaran nama baik atas tabloid Inggris The Sun. Pasalnya, tabloid itu melabeli Depp dengan "pemukul isteri" atas tindakan kekerasan dalam rumah tangga yang dilakukannya terhadap isterinya (baca: yang sekarang sudah mantan), Amber Heard.

Bahkan, karena hal itu pulalah film terbaru Depp yang diberi judul Minimata belum mendapatkan hak rilis di Amerika.

Seperti kita tahu, budaya cancel culture sendiri belakangan kian naik ke permukaan. Tak sulit untuk menjadikannya bahan pembicaraan di masyarakat atau di komunitas kecil sekalipun—apalagi jika sesuatu yang memancingnya sudah menyinggung atau menyakiti nurani publik.
Maka boom!

Menilik dari kasus Depp sendiri, saya sejatinya belajar bahwa sekalipun saya adalah manusia yang bebas namun saya sebenarnya tidak benar-benar bebas; saya terikat "nilai"—dan nilai ini yang menjadi tolok ukur untuk kemudian mengukur siapa saya di mata orang-orang. Terlepas saya menginginkannya atau tidak.

Dan jika saya melanggar nilai itu maka saya siap dengan konsekuensi yang datang setelahnya.

Johnny Depp memerankan tokoh Willy Wonka dari penulis fantasi kesukaan saya, Roald Dahl. (Sumber: Via IDN Times) 
Johnny Depp memerankan tokoh Willy Wonka dari penulis fantasi kesukaan saya, Roald Dahl. (Sumber: Via IDN Times) 

Pertanyaannya adalah:
Apakah seseorang telah sadar sepenuhnya dan berdiri benar-benar sebagai individu yang utuh ketika memposisikan diri di antara salah satu penentu cancel culture yang menimpa seseorang yang lain?

Apakah reaksi atas aksi yang dilihat dan didengar atas orang tersebut benar-benar obyektif—melainkan bukan karena terbawa suasana emosional dari panasnya hati?

Ini pula sepertinya yang menjadi dasar (baca: terlepas secara langsung atau tidak) beberapa kelompok feminis dan beberapa asosiasi industri film tatkala "menggugat" penghargaan Donostia Award yang diterima Depp dari Festival Film San Sebastian atas pencapaian seumur hidup untuk kontribusinya di dunia film beberapa hari lalu; ketidakrelaan itu jelas lebih dari sekadar kentara. 

Dalihnya tegas, pemberian penghargaan itu adalah sebuah kesalahan dan tidak etis diberikan pada Depp;

dilakukan dengan tujuan jelas sebagai trigger agar orang tak memaklumi perlakuan yang dilakukan sang aktor yang bersembunyi di balik prestasi dan kontribusi.

Dan saya SEPAKAT dengan itu. 

Saya tidak semata-mata menempatkan diri saya sebagai seseorang yang melabeli dirinya sebagai feminis saja—alih-alih pejuang kemanusiaan. 

Depp diputuskan bersalah, itu jelas tak bisa dibantah. Perlakuannya atas Amber Heard pada akhirnya sudah menjadi bagian fenomena cancel culture yang mendunia. 

Saya mengutuk keras dan menilai bahwa tak ada tempat yang berkesesuaian yang pantas atas perbuatannya itu. 

Dan secara sadar, saya pun memilih TIDAK MEMBELA Depp. Karena bagi saya, perbuatannya jelas menciderai cita-cita dari bentuk relasi potret rumah tangga yang ideal versi saya yang tentu saja tidak memberikan ruang kekerasan di dalamnya—baik fisik ataupun verbal yang keduanya berpotensi merusak psikologis bagi siapapun yang mengalaminya sebagai korban. 

Depp statusnya jelas, dia tidak ambigu. Karena hakim memutuskannya bersalah. 

Cover film Alice in The Wonderland yang diperankan oleh Johnny Depp bersama aktris Mia Wasikowska. (Sumber: Via Gone With The Twins) 
Cover film Alice in The Wonderland yang diperankan oleh Johnny Depp bersama aktris Mia Wasikowska. (Sumber: Via Gone With The Twins) 

Namun, meskipun demikian, saya tak sudi menyandingkan Depp dengan Saiful Jamil.

Mereka serupa tapi tak sama. Keduanya berdiri di tempat yang "berbeda" dan seharusnya disikapi dengan cara yang berbeda pula. 

Semoga dengan cancel culture yang diterimanya, Johnny Depp lebih bijak memandang "nilai bebas" yang melekat padanya serta sadar bahwa cancel culture sejatinya tidak mengenal nama besar.

Dan bagi saya sendiri, mungkin dari sekarang sudah harus menyiapkan diri untuk sekadar menonton ulang akting jenaka atau unik nan nyentriknya saja.

Siapa tahu no world wide film lagi darinya yang akan diproduksi karena Depp mungkin tidak akan main film lagi. Siapa tahu Depp beralih profesi? Jadi penjual online shop mungkin?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun