Setelah mendapat reaksi demikian barulah seseorang tersebut merasa memiliki rasa aman (safety needs)—atau perasaan puas.
Safety needs juga berbicara tentang rasa bangga bahwa "pelaku"nya sudah melakukan satu tindakan yang menurutnya benar. Itu sudah barang tentu menimbulkan rasa percaya diri dalam dirinya.Â
Sensasi terhadap apa yang dirasakan tersebut menjadi semacam bentuk penghargaan terhadap diri sendiri.
#3 Hendak menciptakan (lagi?) jaringan yang dianggap penting
Manusia berperan untuk mampu beradaptasi, bertahan dan berevolusi sesuai dengan pikiran (baca: akal) dan tindakan.
Sehingga apabila "siklus-siklus" tersebut gagal diterapkan di satu tempat (baca: berikut orang-orang di dalamnya) maka manusia tersebut akan melakukan "eksperimen" lain untuk mengulang siklus itu dengan pola yang berbeda, di tempat yang berbeda—dengan orang yang berbeda pula.
Siklus yang saya maksud dalam poin ini berkaitan dengan terbentuknya sebuah jaringan (baca: koneksi—yang pada prosesnya mungkin disertai dengan pendekatan interpersonal yang dilakukan dengan baik) yang dianggap penting oleh seseorang nantinya; yang kelak semakin mengukuhkan eksistensinya di tengah-tengah lingkungan di mana orang tersebut berada.
Ya, selalu ada rupa-rupa alasan mengapa seseorang ingin terlihat memikat melalui penampilan; ingin selalu mencuri perhatian (baca: di benak tiap orang yang ditemuinya)Â alih-alih hendak menginginkan sebuah penghargaan.
Seolah menjadi refleksi pembenaran dari yang pernah dikatakan seorang Arch Hades bahwa bagaimana mereka memperlakukanmu adalah yang mereka pikirkan tentangmu—dan apa yang kamu izinkan untuk mereka lakukan adalah apa yang kamu pikirkan tentang dirimu sendiri.
Apa makna "terselubung" dari kalimat bijak tersebut?
Maknanya adalah tak semua orang siap dengan sebuah ketimpangan perlakuan (baca: yang tidak semestinya yang berasal dari penilaiannya atau sesuai norma-norma kesopanan kebanyakan orang) dan untuk mengantisipasi hal tersebut seseorang akan melakukan sebuah "cara" yaitu dengan menunjukkannya melalui penampilannya yang terbaik—dengan sebaik-baik apa yang dia punya, alih-alih dengan sesuatu yang bisa dikatakan mahal—atau mewah.