Saya punya beberapa teori terkait hal ini.
#1 Â Terkait validitas
Sudah terlalu banyak cerita usang yang kerap kita tahu tentang betapa tak sedikit orang yang sering dinilai atau mendapat perlakuan tidak semestinya (baca: sesuai yang dia harapkan—atau sesuai standar norma-norma kesopanan) hanya dari atau dikarenakan penampilannya—tak peduli jika orang tersebut ternyata membawa sesuatu yang kelak akan dinilai "penting".
Hingga mari berkaca pada ungkapan:
people don't look your personality first, people judge you automatically by your looks and then try to get to know your personality; but the second they don't like your looks, they don't want get to know you.
Dalam poin ini "power" (baca: uang, jabatan, pendidikan, pengalaman dan lain sebagainya) seseorang belum sepenuhnya dibicarakan; sebaik-baiknya sebuah penampilan dari seseorang dilakukan hanya semata-mata untuk mendapatkan perhatian terlebih dahulu.
Selanjutnya barulah proses "penerimaan" dan atau "pengakuan" atas keberadaannya itu akan dilakukan (baca: dalam proses yang berkelanjutan).
Selalu ada alasan mengapa seseorang ingin tampil menawan bukan—sstt, apalagi jika itu adalah pertemuan di kali pertama...kencan?
Baca juga: Membuat Dia Jatuh Hati pada Kencan Pertama? Ini Spill-nya!
#2 Safety needs
Reaksi orang lain terhadap seseorang melalui penampilan yang telah ditunjukkannya berkorelasi langsung dengan reaksi lanjutan terhadap apa yang orang tersebut rasakan—bahkan boleh jadi hanya seulas senyum atau raut ramah orang lain—alih-alih jika orang lain menaruh kalimat yang kian hormat melalui ucapannya.