Tak lebih tajam pedang dibandingkan barisan kalimat seseorang yang menulis karena kegelisahan.
Maaf jika saya mengubah kalimat bijak menyoal menulis yang kerap kau tahu, kawan. Karena percayalah, saya punya "gaya" saya sendiri dalam menuliskan sesuatu. Saya tak takut untuk dihakimi untuk hal yang satu ini.
Bagi saya, menulis tak hanya sekadar hobi melainkan gaya hidup tentang bagaimana saya mengolah rasa terhadap apa yang saya rasakan.Â
Di sisi lain, ia perwujudan salah satu dari tiga cara saya berkarya. Hanya saja, tak banyak orang tahu, jauh sebelum saya menasbihkan diri sebagai seorang visual storyteller (baca: fotografer dan desain grafis), saya lebih dulu sudah mendeklarasikan diri saya sebagai orang yang akrab dengan aksara dan sudah barang tentu telah memetik hasil yang lumayan sejak saya menggelutinya.
Untuk bisa menulis—apapun itu—modal utamanya hanya satu: jujur pada diri sendiri.Â
Saya pribadi menulis tujuannya cuma dua: sebagai monolog terhadap diri sendiri—sebenarnya lebih banyak hanya untuk saya konsumsi sendiri atau sengaja saya publikasikan secara tersirat dalam bentuk konten tulisan lain—atau sebagai bentuk lain untuk berdialog dengan banyak orang agar mereka mengetahui sesuatu yang sebaiknya mereka tahu.
Dan seperti kebanyakan orang yang menyukainya, menulis adalah aktivitas yang juga memiliki tempat khusus dalam diri saya—tempat yang tak bisa digantikan oleh seni bercerita lain yang menjadikan siapa saya hari ini (baca: sebenarnya ketiganya tidak bisa menggantikan satu sama lain. Ketiganya berdiri berbeda dengan kekhasannya masing-masing).
Menulis adalah cara lain bagaimana saya membangun rasa percaya diri yang terkadang jatuh; cara saya melakukan terapi "healing" dari sesuatu yang diluar ekpektasi saya sebagai manusia—dan yang jelas sebagai cara lain bagi saya tentang bagaimana saya menerjemahkan apa yang melintas dalam kepala dan hati saya (baca: menguraikan emosi tentang senang, sedih, kecewa, marah, patah hati dan lain sebagainya) dan memverbalkannya dalam bentuk—ribuan—kata-kata.
Seseorang yang menyukai aktivitas ini, sesuai "kodrat"-nya memiliki formula tersendiri dalam melahirkan tulisan yang ingin dia buat. Pun saya demikian.
Kali ini, saya akan meromantisasi proses saya dalam menulis, yang tentu saja beberapa di antaranya tak ada satu pun orang yang tahu. Namun, saya tak keberatan untuk membagikannya sekarang—ya, seperti pada beberapa poin di bawah ini.
# Brainstorming itu penting