Sepertinya, urat lehermu terlalu tegang ya? Duh, santailah sedikit.
Simpulan dari tulisan ini akan berpulang pada fotografer pelakunya:Â
akan kah bisa jujur untuk apa foto itu dibuat?
Hanya saja, saya tak segan memberitahu pada seluruh dunia—termasuk kamu—bahwa saya adalah bagian dari para feminis yang direpresentasikan sebagai tokoh-tokoh yang "cerewet" dalam kacamata sistem patriarki yang kelewat barbar ini—mungkin termasuk untuk mereka juga, para fotografer kecantikan tadi.
Itu saja.
Salam jepret.
Tabik.
Disclaimer:
Tulisan ini tidak sepenuhnya dimaksudkan untuk mengundang perhatian para fotografer kecantikan (baik yang genre fotografinya dengan pendekatan model atau potrait).Â
Ini adalah bentuk kegelisahan saya tentang subyektifitas seorang puan yang "dikangkangi" dan diobyektifikasi hanya karena alasan label sebuah "karya"—namun jika mau jujur mengakui dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan yang sudah saya tuliskan dalam tulisan ini, itu akan sangat saya hargai.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H