#3 Selangkah lebih dekat dengan ini.
Pernahkah kau lihat bagaimana dialog-dialog film western "bekerja" dalam setting cerita?
Saya ambil contoh. Misalnya di sebuah galeri pameran lukisan, ada dua orang—mereka: laki-laki dan perempuan—tergugu menatap satu lukisan yang sama.Â
Mereka sama-sama mengagumi lukisan itu dalam hati masing-masing hingga salah satu dari mereka tak tahan mengekspresikannya sebagai bentuk kekaguman—alih-alih takzim. Kemudian ditanggapi oleh yang lain.Â
Begitu seterusnya, lalu obrolan pun terbangun dan semuanya mengalir begitu saja. Sampai mereka lupa belum saling menanyakan nama; atau bisa jadi kesudahannya akan ada kencan pertama (akibat perkenalan itu).Â
Mark my words: anti-mainstream conversation is must.Â
Intinya, tak perlu tanyakan hal-hal normatif layaknya kebanyakan orang seperti berapa saudara ayah, berapa jumlah sepupu ibu, atau apa warna kesukaan. Let them do that one day; biarkan dia yang bercerita itu pada akhirnya.Â
Mulai sekarang, belajarlah untuk jadi sosok yang berbeda dengan melatih membuat obrolan yang tak biasa. Bukan apa-apa, hanya practice makes perfect—dan boleh jadi ini akan menguntungkanmu saat kali kencan pertama dilakukan. Siapapun orangnya.
Lalu pertanyaan muncul, jika waktunya mepet untuk membangun "kebiasaan" itu, apa yang harus dilakukan? Jika demikian, bahas saja isu hangat yang kau tahu. Tetapi, tetap sesuaikan.Â
Panjang pendek obrolan menyangkut itu bisa kau tarik-ulur dan itu bisa kau lihat dari bagaimana dia menunjukkan reaksi—dan tentu saja hal yang penting lainnya: jangan kesankan dirimu sebagai sosok pintar tapi cenderung dibuat-buat.