Ini mencegah kamu dari perbuatan pelaku ghosting dikemudian hari.
Seandainya pun kamu terlanjur baper karena kelewat cinta karena dihujani perhatian (dan pada akhirnya memilih membangun sebuah hubungan dengan orang yang kamu sayang itu), kasih satu ruang dalam kepala kamu—meskipun itu sangat kecil dan sempit—untuk berpikir logis; atau kalau perlu berikan peringatan keras untuk satu kemungkinan terburuk: perpisahan.
Tanyakan semua kemungkinan paling pahit yang menyertainya. Buat kamu yang sudah tahunan membangun hubungan tanyakan: siapkah kamu nanti jika hubungan itu tidak berjalan mulus? siapkah kamu jika hubungan itu bubar dengan banyak alasan seperti: tidak cocok lagi, perkara restu, beda adat-istiadat—atau beda agama?—atau karena dia selingkuh? Untuk kamu yang masih tanpa status: siapkah kamu dia pergi tanpa kabar?
Saya yakin, kamu akan sepakat kalau saya bilang membangun hubungan itu tidak melulu soal cinta-cintaannya saja. Jangan naif. Saya tidak kasih panggung naif di sini!
Kalau terlanjur sudah membangun satu hubungan, saya—ini saya lho ya—mending terima bulat-bulat ucapan "kita udahan ya" disertai dengan alasan-alasan sekalipun itu tidak berfaedah nantinya untuk didengar kemudian bubar jalan daripada saya ditinggal ghosting yang berujung teka-teki dan membuat saya bertanya-tanya, layaknya yang dialami nona manis Felicia ini.
Setidaknya, dia—yang kata kamu si penjahat cinta itu—memberi kamu kesempatan untuk menata hati setelah ditinggal pergi.Â
Lha kalo di-ghosting?
Tulus itu memang diperlukan dalam mengundang seseorang untuk membangun sebuah hubungan. Tapi, siap untuk mengelola hati dari kemungkinan terburuk ditinggal pergi saat masih sayang-sayangnya, itu perkara lain. Patah hati tidak menerima garansi. Itu tanggung jawab kamu sendiri.
Love for relationship kata orang-orang. Tapi, pertanyaannya "does it work?" or "is it enough?"
Jadi mari peduli cerdas dari sekarang, kawan. Karena kamu tidak pernah tahu kapan dia berhenti bucin terhadap kamu!
Begitulah.