Mohon tunggu...
Kazena Krista
Kazena Krista Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Photographer, Media Freelancer

Best in Opinion Nominee of Kompasiana Awards 2021 dan 2024 | Peduli menyoal isu-isu terkini terutama sosial-budaya dan gender | Verba Volant Scripta Manent | Kerja sama: kazena.krista@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Choose to Challenge dan 3 Hal yang Bisa Perempuan Ubah

7 Maret 2021   11:30 Diperbarui: 8 Maret 2021   02:58 1642
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Perempuan yang merenung (Sumber Unsplash.com / Foto oleh Molly Belle)

Jika tahun lalu tema Hari Perempuan Sedunia adalah Each for Equal, tahun ini tema yang diangkat adalah Choose to Challenge.

Melansir dari laman resmi International Woman's Day, tema kali ini diangkat dengan alasan bahwa perempuan dapat memilih untuk melakukan penentangan dan menyuarakan bias dan ketidaksetaraan gender.

Secara pribadi, saya tak akan menyoroti bagaimana secara spesifik latar belakang sejarah terbentuknya Hari Perempuan Sedunia tersebut—karena itu sudah bisa sama-sama kita cari melalui mesin pencari internet yang hampir "maha" tahu itu—.

Intinya tak jauh-jauh dari momentum bagi perempuan agar kembali memberi ruang bagi dirinya berefleksi tentang bagaimana menghargai perjuangan para perempuan pendahulunya di masa lampau dalam memperjuangkan hak-hak perempuan untuk berpendapat (dan berpolitik). 

Tentang bagaimana suara perempuan tak harus seperti desir angin yang hanya sekali lewat tanpa pernah didengar—alih-alih dipertimbangkan. Tentang bagaimana untuk tetap melanjutkan perjuangan itu.

Tema tahun ini menarik (seperti yang sudah-sudah) dan Choose to Challenge semacam sentilan kalau untuk saya pribadi yakni perempuan ditantang untuk melakukan sesuatu demi mempertahankan eksistensi dirinya yang berkelanjutan di masa yang akan datang.

Dewasa ini, tak dipungkiri, perempuan sering merasa tidak sadar jika ia sudah masuk dalam ruang kompetisi dalam segala bidang kehidupan. Perempuan tanpa sadar dijadikan objek kompetisi tersebut. Perempuan seolah dipaksa untuk tidak menjadi dirinya; pikirannya dieksploitasi (atau dimanipulasi?)—yang sayangnya dianggap demi mempertahankan eksistensi di mata masyarakat (dunia).

Dalam hal ini, perempuan dituntut untuk memenuhi standar yang bukan dirinya. Belum lagi banyaknya stigma yang dibebankan atas diri perempuan itu sendiri seperti untuk menjadi perempuan kuat, perempuah hebat, perempuan yang bisa segalanya—atau mampu multi tasking dalam hal mengerjakan apapun. 

Namun, di sisi yang berseberangan, perempuan dituntut untuk lembut, kalem, nrimo dan lain sebagainya. Semuanya itu seolah menggenapi peran perempuan yang diharapkan untuk selalu bisa "melayani" dalam budaya patriarki yang kental di hampir seluruh belahan bumi meski keduanya (stigma dan tuntutan) bertolak belakang—bahkan terlalu senjang.

Hari Perempuan Sedunia kali ini mungkin bisa dijadikan momentum Choose to Challenge yang diharapkan. Menurut pendapat saya, perempuan bisa melakukannya dengan 3 hal berikut:

#1 Berhenti untuk terlihat menarik demi orang lain.

Katakan "tidak" untuk terlihat menarik demi orang lain—demi mendapatkan pujian verbal atau tersirat dari orang lain. Jangan meromantisasi ingin terlihat cantik misalnya demi untuk terlihat menarik di mata orang-orang. 

Tolak perasaan minder atau tak percaya diri. Identifikasilah self love itu dan berikanlah terlebih dulu terhadap diri sendiri setelah itu baru terhadap orang-orang di sekitar.

Perempuan yang merenung (Sumber Unsplash.com / Foto oleh Molly Belle)
Perempuan yang merenung (Sumber Unsplash.com / Foto oleh Molly Belle)

#2 Berhenti untuk terlihat mampu demi orang lain.

Segala proses dan pencapaian tiap perempuan berbeda. Karena boleh jadi memang tiap perempuan tidak berangkat dari titik mula yang sama. 

Jadi berhenti untuk terlihat "selalu" mampu pada apa yang sebenarnya memang belum mampu dilakukan. Namun, belajarlah pelan-pelan. Nikmati prosesnya. Hargai hasil akhirnya—apapun itu.

#3 Berhenti untuk saling menjatuhkan sesama perempuan.

Berhenti jadi hakim atas sesama perempuan—terhadap apa yang bukan jadi urusan kita. Berhenti untuk menjelekkan sesama perempuan karena ia tidak cantik atau karena ia belum cakap dalam mengerjakan sesuatu contohnya, atau karena ia belum mampu melakukan pencapaian-pencapaian yang luar biasa gemilang—atau karena ia telah melakukan sesuatu yang dinilai kurang baik atau kurang pantas di masa lalu.

Percayalah tak ada satupun gender di muka bumi ini yang mau diperlakukan demikian (termasuk perempuan)—menjatuhkan bukanlah pembenaran. Jangan jadi "Tuhan" atas kelemahan, kesalahan—atau bahkan dosa perempuan lain.

Choose to Challenge adalah tema, sejatinya hanyalah cara-cara agar perempuan kian setara di mata masyarakat dan di mata dunia yang memungkinkan perempuan untuk tetap mempertahankan eksistensinya. 

Daya gedornya tentu saja adalah diri perempuan itu sendiri tentang bagaimana ia harus bergerak dinamis dalam tiap perjalanan hidup yang dilakoni. 

Pada akhirnya, mimpi besar perempuan tentang kesetaraan bukanlah mimpi di siang bolong—meskipun jalan menuju ke sana sangat terjal dan memerlukan daya juang yang tak sedikit—namun itu bisa terwujud jika perempuan mampu mengalahkan dirinya terlebih dahulu. Bahu-membahu.

Selamat memperingati momentum 8 Maret. Selamat berefleksi!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun