Dalam suasan ngopi itu, saya kebanyakan melepmparkan pertanyaan seputar kondisi kemahasiswaan yang ada disana. Banyak ceritanya, mulai dari perang rebutan struktur, perang kebijakan antara pengelola kampus dengan mahasiswa, sampai dengan budaya hedonisme mahasiswa yang ada disana.Â
Mungkin pertanyaan penting saya waktu itu adalah kepada gafar dan Heldi. Mengapa mereka masuk HMI, dan apa jadinya jika mereka tidak ber-HMI, kemudian bagaimana mereka menyikapi anak-anak kedokteran yang tidak sempat berhimpun pada organisasi yang seperti ini.Â
Jawaban mereka bervariasi, kalau si gafar karena kulturnya disana memang seperti itu, kalau untuk si Heldi tidak, abangnya yang juga berasal dari Kalimantan pernah mengatakan kepadanya dengan sengaja, jika kamu tidak bisa mengajak teman-temanmu untuk gabung bersama untuk masuk organisisai kamu akan kena imbasnya. Terus disana biasanya dipisah-pisahin, kalau yang ber-HMI di samping kiri dan yang tidak di sebelah kanan.
Sembari bercerita, kami tiba di tempat persinggahan awal dermaga Fery Waipirt Seram Bagian Barat (SBB), Provinsi Maluku. Setelah turun kita sudah dijemput oleh sopir keuraga bang Ofan, kami langsun naik dan mengantarkan si supir ke rumahnya, dan melanjutkan perjalanan ke masohi menggunakan mobi,l tersebut.Â
Saat itu kondisi Tubuh saya mulai mengalami pembahruan, karena baru masuk lagi ke Kota Masohi. Kami sampai disana sekitar jam 12 lewat. Sebelum sampai bang Adit sudah memesan penginapan kepada kami semua. Bang Adit juga sudah menunggu kedatangan kami berlima. Setelah sampai sebagiannya langsung isturahat. Dan saya masih menyempatkan diri untuk menuliskan catatan salinan dari buku ke Laptop.
26/12/2017
Malam itu tak disangka saya ketiduran sekitar jam 3:43, yah itu buat nyelesain catatan dikertas, malam itu kita nginap di hotel kawan baik saya sewaktu sekolah, namanya lulu. Â Saat tidur dimalam itu kami semua harus maksa diri untuk bangun sekitar jam 07:00 untuk lanjut lagi ke tehoru. Sekitar dua jam, kami sampai disana. Tiba di lokasi, ternyata di tempat kegiatan sudah ramai orangnya. Mulai dari kakek nenek samapi anak-anak kecil.
Cha Safia Lewenussa selaku Ketua Kohati seklaigus senior saya di Pecinta Alam juga sudah hadir disana bersama adik-adik kohatinya, dan mereka memfokuskan diri untuk melayani dan mencatat nama-nama pasien untuk diperiksa dan diberikan obat.Â
Saya bertugas untuk mengmbil dokumentasi, saat itu saya juga ingin melihat si Heldi dan Gifar melakukan sunatan. Mereka berdua juga sementara bersiap-siap bekerja, memasangkan sarung tangan dan mengoles minyak di sekujup tangan mereka.
Habis baksos kami tidak sempat ke momen liburan di tehoru, saya juga tak tahu mengapa sampai tak jadi, hari kedua ini yang tidak nikmat menurut saya , tetapi menjadi nikmat bagi para pasien. Ini adalah keadilan di bagian tengah dari sebuah resiko atas pilihan dan keputusan. Hari ini bagi saya kalaupun tidak nikmat, kita harus mampu menciptakan kenikmatan yang lain.Â
Saat itu kita sempat membawa gitar ber-merk Brunswick, milik kakaknya bang ari, kami menyanyikan 5 lagu indonesia, sangat indah karena suasana di kawah nuah dengan cuaca gerimis membuat kami merasa nikmat dengan tambahan kopi hangat yang di buatkan sahabat lama saya Amin Silawane. Bagi saya ini sangat menghibur.