Namanya Pak Buri, seorang pria kelahiran Sulawesi tenggara, yang sudah berumur 52 tahun, adalah sosok yang membuat saya heran dengan aktivitasnya baru-baru ini. Pak Buri adalah ayah dari salah seorang teman akrab saya. Namanya Syukri. Yang tinggal di belakang gereja yang sudah terbakar, di Masohi, Kabupaten Maluku tengah, Provinsi Maluku. Beliau merantau ke Maluku pada tahun 1977. Memiliki 5 orang anak yang sebagian besarnya sudah lulus SMA, dan sudah menikah. Istrinya sendiri, Sitti Lakamesi, bekerja sebagai pedagang kecil yang menjual suami* (lihat catatan kaki), dari tahun 78 sampai sekarang.Â
Sewaktu masih sekolah saya biasa bersama dengan anaknya bermain bola di ruang tengah gereja yang sudah tidak terpakai pasca kerusuhan 98-99. Sewaktu itu, Pak Buri masih membawa becak, pekerjaan yang dimulainya pada tahun 2005 sampai 2015. Dan kemudian berkiprah di dunia kreatif pada saat kondisinya sudah semakin tua, dan tidak lagi kuat untuk menerap becak. Jawaban ini saya dapatkan ketika mewawancarainya.
Kisah ini berawal, ketika saya pulang ke Masohi untuk merayakan hari raya Idul Fitri bersama keluarga, yang biasanya juga menjadi rutinitas para perantau, setelah lamanya berada di tanah Ambon. Tepatnya pada tanggal 6 juni 2017. Karena kebetulan tempat tinggal saya berdekatan dengan bak sampah, dan tentunya berseblahan dengan rumahnya Pak Buri, saya biasanya keluar beraktivitas ke warung kopi, atau bertemu dengan teman-teman alumni, dan tiba-tiba waktu itu saya melihat satu kejadian yang membuat saya bingung dengan aktivitas Pak Buri waktu itu.
Awalnya saya berpikir bahwa Pak Buri sedang memungut barang-barang bekas untuk diperbaiki. Seperti kala saya masih bersama dengan anaknya, beliau sering mengambil barang bekas seperti kabel, besi/kulkas, dan tv untuk kemudian diperbaiki. Atau beliau megambil bagian-bagian penting barang tersebut seperti tembaga di dalamnya, untuk ditimbang.
Untuk yang kedua kalinya saya melihat Pak Buri mengambil botol-botol bekas setiap saat. Jadwal pemungutannya sekitar pukul 05.30 pagi dan jam 19.30 WIT. Pada saat mengunjungi rumah paman saya yang berdekatan dengan rumahnya, saya tiba-tiba kaget dengan hasil karya yang dibuat Pak Buri dari botol-botol bekas tersebut. Yang kemudian disulap menjadi bunga hiasan rumah yang kreatif nan elok. Dan dari kejadian ini, saya langsung berniat untuk mempromosikan karya beliau melalui tulisan ini
Kemudian pada saat pulang ke Masohi, Pak Buri saat itu belum melakukan aktivitasnya. Karena kesehatannya yang agak buruk. hampir satu tahun beliau tidak bekerja, karena kondisinya yang agak sakit-sakitan, beliau hanya di rumah saja dan membantu Sang Istri untuk mengantarkan jualan ke pasar pada sore harinya. Sampai pada saat pulang malam, Pak Buri terpikirkan untuk melakukan sesuatu, karena aktivitasnya yang lebih banyak dihabiskan di rumah, membuatnya tergerak untuk melakukan sesuatu yang bermanfaat. dan ide yang pernah di lihatnya di Lahakaba itulah yang menjadi prioritas kerjanya. Dan dari ide ini pulalah yang nantinya akan menjadi karya hiasan rumah itu.
Dan bagaimana semua hiasan ini bisa terbuat dari botol? Jawabannya, karena sampah yang kebetulan dekat dengan rumahnya itu sangat banyak berasal dari sampah anorganik, salah satu yang terbanyak adalah botol, maka Pak Buri pun langsung terpikirkan untuk mendesain bunga dari botol-botol bekas tersebut.
Tempat sampah yang ada di sebelah rumahnya itu, sering diangkut oleh truk pengangkut dari dinas lingkungan hidup setiap harinya, yang biasanya di mulai sekitar pukul 07-09 WIT, untuk di angkut ke kawasan perumahan BTN, Air Papaya, yang letaknya agak jauh dari pusat kota dan kemudian di buang atau di bakar. Kegiatan dari truk pengangkut sampah itulah yang membuat Pak Buri harus bangun di waktu subuh menjelang paginya untuk menyelamatkan sampah-sampah botol tersebut. Atau jika tidak di pagi harinya beliau langsung memungut botol pada pada malam harinya, usai waktu sholat isya.
Aktivitas inilah yang membuat saya kaget ketika melihat hasil dari pungutannya selama ini. ketika berdiskusi dengannya pada sore hari, beliau mengatakan kepada saya bahwa, 5 orang anaknya tersebut besar dari sampah. Dan saya sangat terharu, bangga, sekaligus mengapresiasi ungkapan tersebut. Karena menurut saya, di saat orang lain menganggap sesuatu sudah tidak berguna, anggapan tersebut tidaklah berlaku bagi beliau.
Sebelum membuat hiasan ini, Pak Buri biasanya mengambil besi atau alat-alat logam lainnya untuk kemudian ditimbang. Dan sewaktu mengerjakan karya yang satu ini, Pak Buri biasanya dikatakan oleh teman-teman pengemudi becaknya, bahwa jangan selalu ke situ, tempat itu sangat bau. Perkataan ini dilontarkan oleh teman-temannya pada saat beliau sedang memungut botol bekas. Kadang pula istrinya mengatakan hal demikian. Tapi Pak Buri selalu santai dan tenang kemudian mengatakan kepada istrinya, kalau bau, kan habis ini saya bisa mandi. Lanjut pak buri kepada saya, mereka tidak tahu apa yang sedang saya kerjakan. Dan ketika jadi orang-orang kaget, termasuk saya sendiri.
Abdul Kayum Nurlette
Catatan kaki;
[1] Makanan Khas Sulawesi Tenggara, yang bahan dasarnya terbuat dari kasbi.