Mohon tunggu...
Kayu Kompas
Kayu Kompas Mohon Tunggu... -

http://kayukompas.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Politik

Ketika Kita Harus Memilih, Pilihlah Berdasarkan Standar Kebenaran!

2 Juli 2014   13:58 Diperbarui: 18 Juni 2015   07:51 82
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1404261981143806248

[caption id="attachment_331675" align="alignleft" width="302" caption="Memimpin adalah Melayani"][/caption]

Kehendak bebas adalah anugerah atau karunia yang diterima oleh setiap manusia ketika terlahir di dunia ini. Hal ini terlepas dari kenyataan bahwa mungkin kehendak bebas tersebut terampas atau sengaja dirampas oleh kehendak manusia lain yang sering dikenal dengan istilah otoritarianisme. Tidak seorangpun yang dapat memungkiri bahwa jauh di dalam lubuk hati kita, kehendak bebas merupakan hal paling mendasar dalam kehidupan.

Disadari atau tidak, kehendak bebas ini menghadapakan manusia pada satu kenyataan yang tidak mungkin dihindari: bahwa selama kita hidup kita selalu dihadapkan pada pilihan, sehingga mau tidak mau kita harus memilih. Seringkali hal memilih ini menjadi suatu hal yang sukar, tidak jarang pertimbangan-pertimbangan yang kita gunakan digelayuti oleh awan keragu-raguan. Seandainya saja memilih itu hanya semudah membalikkan telapak tangan mungkin kita tidak akan pernah melihat ke masa lalu dengan tatapan suram penuh penyesalan.

Sehubungan dengan hal pilih memilih, tahun 2014 ini menjadi tahun yang begitu menggairahkan, menantang, dan juga sedikit menakutkan. Ya, tahun ini kita dihadapkan pada sebuah pilihan dimana kita harus memilih calon pemimpin bangsa kita. Kesadaran politik yang mulai tumbuh membuat PEMILU kali ini, khususnya pemilihan Presiden dan Wakil Presiden, menjadi tidak sederhana dan tidak mudah. Banyak pertimbangan dan pemikiran yang seringkali membuat kita terombang-ambing. Bahkan informasi yang tersaji di media massa dan media sosial semakin ‘memperumit’ situasi. Tidak jarang kita terbawa kepada suatu fenomena kebingungan di antara fakta atau fitnah, ketulusan atau kemunafikan, kearifan atau keagresifan, janji atau ambisi.

Secara pribadi, saya akui, saya juga memiliki kesulitan yang sama untuk menentukan pilihan. Saya bukan pendukung fanatik dari salah satu Calon Presiden. Saya merasa yang satu begitu berambisi sampai sedikit menakutkan sementara yang satu begitu lugu dan sedikit meragukan. Terkadang saya sampai berfikir mengapa pilihan kali ini terasa begitu sulit dan apakah tidak ada calon lain yang lebih baik? Tapi ketika sampai di pertanyaan ini, saya tersadar sesadar-sadarnya bahwa mungkin memang tidak ada pilihan lain yang lebih baik, paling tidak untuk saat ini.

Hari berganti hari, minggu berganti minggu, dan hari yang ‘sakral’ itu semakin mendekat sementara keraguan itu belum juga sirna. Ibarat cuaca, seperti mendung di bulan Desember, menggantung rendah dan sedikit kehitaman. Tapi kemudian, saya mencoba merefleksikan diri, ketika saya harus memilih untuk hidup ini, apa yang akan saya lakukan. Dan seperti pelangi yang perlahan membentang dari balik gumpalan awan hitam, akhirnya jawaban itupun tiba: ketika kita harus memilih, pilihlah berdasarkan Standar Kebenaran. Itulah yang paling hakiki! Ketika kita menggunakan Standar Kebenaran sebagai dasar menentukan pilihan maka paling tidak hati nurani kita tidak akan terkhianati. Manusia, dalam hal ini pilihan kita, mungkin saja mengecewakan kita suatu saat nanti, tapi paling tidak kita sudah berdamai dengan diri kita sendiri karena kita tahu alasan kita menjatuhkan pilihan.

Berbicara mengenai Standar Kebenaran mungkin sekali bahwa orang akan memiliki penilaiannya sendiri dan beranggapan bahwa bisa jadi hal itu menjadi sangat relatif. Namun demikian, dari pandangan saya, yang namanya Standar Kebenaran adalah sesuatu yang berlaku umum dan bersifat universal. Standar Kebenaran bisa diartikan sebagai sekumpulan nilai yang diakui kebenarannya oleh umum dan tidak terbantahkan. Dan dalam kaitannya dengan PEMILU Calon Presiden dan Wakil Presiden kali ini izinkanlah saya untuk mengutip beberapa Standar Kebenaran yang menurut saya layak dijadikan sebagai dasar pertimbangan ketika kita harus memilih:

1. Penguasaan Diri

Seorang Pemimpin haruslah mampu menguasai diri dan memiliki sifat sabar dan bersahaja. Ketika seseorang bahkan tidak mampu menguasai dirinya sendiri bagaimanakah mungkin dia mampu ‘menguasai ‘ atau memimpin sekelompok orang apalagi sebuah bangsa yang besar? Sebagaimana kata-kata hikmat mengatakan, “Orang yang sabar melebihi seorang pahlawan, orang yang menguasai dirinya melebihi orang yang merebut kota”.

2.  Tidak Memiliki Sifat Pembangkang

Seorang pemimpin seharusnyalah tidak memiliki sifat pembangkang. Ketika seseorang memiliki sifat pembangkang bagaimanakah mungkin dia mampu memimpin suatu sistem dengan keharmonisan. Salah satu contoh dari sifat pembangkang adalah ketika seseorang diberhentikan secara ‘paksa’ dari jabatannya karena adanya ketidakharmonisan.

3.    Mengasihi Keluarga

Seorang pemimpin haruslah seseorang yang mengasihi keluarganya dan bahkan rela mengorbankan diri demi keluarga dan orang-orang yang dicintainya. Karena keluarga adalah lembaga terkecil dan paling pribadi dalam hidup manusia, bagaimanakah mungkin seseorang mampu mengasih sebuah bangsa yang besar dengan segala keragamannya kalau bahkan untuk mengasihi isteri ataupun anak sendiri dia tidak mampu?

4.   Menjunjung Tinggi Harkat dan Martabat Manusia

Seorang pemimpin haruslah seseorang yang menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia dan meletakkan manusia di jajaran tertinggi dari kehidupan di bumi ini. Ketika seseorang tidak berlaku layak terhadap sesama manusia bagaimanakah mungkin dia sungguh menginginkan keadilan dan kesejahteraan bagi seluruh rakyat?

5.   Melayani dan Bukan Dilayani

Seorang pemimpin haruslah memiliki hati yang melayani dan bukan untuk dilayani. Ketika seorang pemimpin memiliki sifat ingin dilayani maka timbullah otoritarianisme dan kekuasaan yang tidak terkendali. Fakta sejarah membuktikan bahwa pemimpin dengan sifat seperti ini begitu mengerikan dan menakutkan, menjadi catatan hitam dalam sejarah kemanusiaan.

6.    Kejujuran Finansial

Cinta akan uang adalah akar dari segala kejahatan. Seharusnyalah seorang pemimpin memiliki kejujuran finansial dan tidak memiliki catatan miring dalam hal ini. Ketika seseorang tidak jujur dalam hal finansial maka cepat atau lambat dia akan terjebak dalam kecurangan-kecurangan yang membahayakan. Kecurangan membawa kepada kehancuran, itu fakta.

7.    Rendah Hati

Mampukah kita membayangkan betapa menyejukkan rasanya ketika pimpinan kita memberikan sapa lebih dulu, menunduk dan memberikan senyum ramah? Sebuah senyuman tulus dan penghargaan dari seorang pemimpin mampu memadamkan ‘api’ di hati yang panas bergemuruh. Seorang pemimpin haruslah memiliki sifat rendah hati, karena hanya dengan kerendahan hatilah keangkuhan dunia ini dapat diruntuhkan.

8.   Tidak Emosional

Kepala boleh panas tapi hati tetap harus dingin, demikian kata pepatah. Benar! Seorang pemimpin haruslah tidak emosional. Bayangkan betapa riskan ketika seorang pemimpin begitu emosional, seluruh keputusan penting menjadi sangat tendensius dan bisa jadi tidak dapat dipertanggungjawabkan. Menaruhkan hidup suatu bangsa di atas emosi seseorang sepertinya seperti menaruh segudang telur di ujung keruncingan sebuah tanduk.

9.   Tidak Umbar Janji

Bahkan cinta tidak akan awet ketika salah satu pasangan hanya mengumbar janji manis bak madu namun tidak pernah menepatinya. Lebih mengerikan lagi ketika janji itu diumbar, si pengumbar janji sudah tahu persis bahwa dia memang tidak akan mampu atau bahkan mungkin tidak mau menepati janji itu. Bagaimana jika seorang pemimpin adalah seorang pengumbar janji? Semua kita pasti tahu, perasaan apakah yang paling menyakitkan. Ya, tentu saja perasaan dikhianati.

10.   Berlaku Adil

Tidak heran ‘dewi keadilan’ harus menutup matanya ketika harus menimbang dan memutuskan sebuah keadilan. Tidak mudah untuk berbuat adil apalagi ketika itu menyangkut sekelompok orang minoritas, keputusan yang tidak populer, dan bertentangan dengan kehendak atau keinginan mayoritas. Namun sebagai seorang pemimpin haruslah berlaku adil, jika tidak niscaya kepemimpinannya hanyalah sebuah penindasan kepada kaum minoritas atau yang terpinggirkan.

Apakah sepuluh butir di atas adalah seluruh Standar Kebenaran yang ada? Mungkin tidak, mungkin kurang atau lebih. Tapi paling tidak bagi saya pribadi, itu menolong saya untuk mengambil keputusan.

Saya mengerti benar bahwa mungkin sekali kedua calon yang ada tidak memiliki kesepuluh kriteria Standar Kebenaran di atas karena mereka hanyalah manusia dan bukan malaikat apalagi Tuhan. Namun demikian sebagai manusia yang memiliki hikmat bijaksana dan kemampuan untuk menimbang dan memutuskan sudah selayaknyalah kita dapat memetakan satu persatu Standar Kebenaran di atas kepada calon yang ada dan memampukan kita untuk membuat pilihan.

Sebuah pilihan bisa menjadi malapetaka ketika kita salah memilih, apalagi ketika kita memilih dengan emosi dan hasrat yang meluap-luap tak terkendali. Tapi sebuah pilihan bisa mendatangkan damai sejahtera bagi nurani ketika kita memilih dengan kepala dingin, hati yang tenang, dan pertimbangan yang matang. Sekali lagi, manusia bisa mengecewakan kita, pilihan kita bisa mengecewakan kita, tapi paling tidak kita telah melakukan bagian kita memilih berdasarkan Standar Kebenaran. Kalau suatu saat mereka  ternyata berbohong dan yang kita lihat selama ini hanyalah imitasi dan bukan emas murni, biarlah itu menjadi pertanggungjawaban mereka di hadapan Tuhan.

Apapun pilihan saya, biarlah itu menjadi pertanggungjawaban saya di hadapan Tuhan juga. Bukan berarti saya seolah mendeklarasikan bahwa calon yang satu lebih baik dari yang lain, atau yang satu lebih buruk dari yang lain. Bukan pula yang satu memenuhi seluruh Standar Kebenaran yang saya kutip, atau yang satu sama sekali tidak memenuhi Standar Kebenaran tersebut. Sesungguhnya yang terjadi adalah, ketika saya mengajak hati nurani saya untuk berdiskusi guna memetakan Standar Kebenaran di atas dengan calon yang ada, maka biarlah hati nurani saya memilih dan memuaskan hasrat kehendak bebas yang saya miliki. Janganlah salahkan saya, ketika saya harus memilih, dan janganlah juga marah kepada saya ketika saya harus memilih, karena kita semua tahu bahwa pilihan selalu ada dalam hidup kita.

Akhir kata dari saya, “Ketika kita harus memilih, pilihlah berdasarkan Standar Kebenaran!”. Salam Dua Jari untuk Indonesia yang Lebih Baik!

Note:

Tulisan ini adalah tulisan saya di www.SIPerubahan.com dalam rangka #LombaPilpresSIP, monggo di-check di http://www.siperubahan.com/read/1018/Ketika-kita-harus-memilih-pilihlah-berdasarkan-Standar-Kebenaran dan mohon di-share dan di-like di link tersebut untuk Indonesia yang Lebih Baik. Salam Dua Jari!

Twitter: @simarmatajan

Facebook: www.facebook.com/simarmatajan

E-mail: jan.simarmata@gmail.com

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun