Mohon tunggu...
Kayu Kompas
Kayu Kompas Mohon Tunggu... -

http://kayukompas.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Politik

Ketika Kita Harus Memilih, Pilihlah Berdasarkan Standar Kebenaran!

2 Juli 2014   13:58 Diperbarui: 18 Juni 2015   07:51 82
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kepala boleh panas tapi hati tetap harus dingin, demikian kata pepatah. Benar! Seorang pemimpin haruslah tidak emosional. Bayangkan betapa riskan ketika seorang pemimpin begitu emosional, seluruh keputusan penting menjadi sangat tendensius dan bisa jadi tidak dapat dipertanggungjawabkan. Menaruhkan hidup suatu bangsa di atas emosi seseorang sepertinya seperti menaruh segudang telur di ujung keruncingan sebuah tanduk.

9.   Tidak Umbar Janji

Bahkan cinta tidak akan awet ketika salah satu pasangan hanya mengumbar janji manis bak madu namun tidak pernah menepatinya. Lebih mengerikan lagi ketika janji itu diumbar, si pengumbar janji sudah tahu persis bahwa dia memang tidak akan mampu atau bahkan mungkin tidak mau menepati janji itu. Bagaimana jika seorang pemimpin adalah seorang pengumbar janji? Semua kita pasti tahu, perasaan apakah yang paling menyakitkan. Ya, tentu saja perasaan dikhianati.

10.   Berlaku Adil

Tidak heran ‘dewi keadilan’ harus menutup matanya ketika harus menimbang dan memutuskan sebuah keadilan. Tidak mudah untuk berbuat adil apalagi ketika itu menyangkut sekelompok orang minoritas, keputusan yang tidak populer, dan bertentangan dengan kehendak atau keinginan mayoritas. Namun sebagai seorang pemimpin haruslah berlaku adil, jika tidak niscaya kepemimpinannya hanyalah sebuah penindasan kepada kaum minoritas atau yang terpinggirkan.

Apakah sepuluh butir di atas adalah seluruh Standar Kebenaran yang ada? Mungkin tidak, mungkin kurang atau lebih. Tapi paling tidak bagi saya pribadi, itu menolong saya untuk mengambil keputusan.

Saya mengerti benar bahwa mungkin sekali kedua calon yang ada tidak memiliki kesepuluh kriteria Standar Kebenaran di atas karena mereka hanyalah manusia dan bukan malaikat apalagi Tuhan. Namun demikian sebagai manusia yang memiliki hikmat bijaksana dan kemampuan untuk menimbang dan memutuskan sudah selayaknyalah kita dapat memetakan satu persatu Standar Kebenaran di atas kepada calon yang ada dan memampukan kita untuk membuat pilihan.

Sebuah pilihan bisa menjadi malapetaka ketika kita salah memilih, apalagi ketika kita memilih dengan emosi dan hasrat yang meluap-luap tak terkendali. Tapi sebuah pilihan bisa mendatangkan damai sejahtera bagi nurani ketika kita memilih dengan kepala dingin, hati yang tenang, dan pertimbangan yang matang. Sekali lagi, manusia bisa mengecewakan kita, pilihan kita bisa mengecewakan kita, tapi paling tidak kita telah melakukan bagian kita memilih berdasarkan Standar Kebenaran. Kalau suatu saat mereka  ternyata berbohong dan yang kita lihat selama ini hanyalah imitasi dan bukan emas murni, biarlah itu menjadi pertanggungjawaban mereka di hadapan Tuhan.

Apapun pilihan saya, biarlah itu menjadi pertanggungjawaban saya di hadapan Tuhan juga. Bukan berarti saya seolah mendeklarasikan bahwa calon yang satu lebih baik dari yang lain, atau yang satu lebih buruk dari yang lain. Bukan pula yang satu memenuhi seluruh Standar Kebenaran yang saya kutip, atau yang satu sama sekali tidak memenuhi Standar Kebenaran tersebut. Sesungguhnya yang terjadi adalah, ketika saya mengajak hati nurani saya untuk berdiskusi guna memetakan Standar Kebenaran di atas dengan calon yang ada, maka biarlah hati nurani saya memilih dan memuaskan hasrat kehendak bebas yang saya miliki. Janganlah salahkan saya, ketika saya harus memilih, dan janganlah juga marah kepada saya ketika saya harus memilih, karena kita semua tahu bahwa pilihan selalu ada dalam hidup kita.

Akhir kata dari saya, “Ketika kita harus memilih, pilihlah berdasarkan Standar Kebenaran!”. Salam Dua Jari untuk Indonesia yang Lebih Baik!

Note:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun