Seperti yang terjadi pada erupsi Merapi tahun 2010 lalu, merupakan peristiwa yang sangat signifikan. Tentu saja sangat membekas bagi warga Yogyakarta dan sekitarnya. Peristiwa ini menyebabkan 386 orang meninggal dunia, termasuk di dalamnya juru kunci Gunung Merapi, Mbah Maridjan (Nadia. 2022). Erupsi gunung tersebut juga memuntahkan material-material yang ada di dalamnya dengan berbagai macam ukuran dan bentuk batuan panas. Gejala meletusnya Gunung Merapi telah muncul pada tahun 2009 yang ditandai dengan gempa vulkanik dan juga perubahan deformasi pada tubuh Gunung Merapi. Pada saat puncak Gunung Merapi Meletus, ia memuntahkan lava sehingga mengakibatkan gumpalan awan panas mencapai 15 kilometer. Pasca erupsi tahun 2010, terbentuk kawah yang membuka ke arah Tenggara/Selatan membawa implikasi pada ancaman erupsi ke depan akan lebih dominan ke arah Selatan (Kementererian ESDM. 2018)
Gempa bumi adalah peristiwa berguncangnya bumi yang disebabkan oleh tumbukan antar lempeng bumi, aktivitas sesar (patahan), aktivitas gunung berapi atau runtuhan bangunan (BPBD Yogyakarta. 2019). Sehingga terjadi pelepasan energi yang cepat disebabkan oleh adanya pergeseran inti bumi. Hingga saat ini belum ada ahli dan instansi yang mampu memprediksi terjadinya gempa bumi. Instansi yang memiliki wewenang untuk memberitakan informasi terjadinya gempa bumi di Indonesia adalah Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG).
Pegerakan Konvergen
Lempeng merupakan lapisan penyusun bumi paling atas yang sebagian besar mempunyai ketebalan hingga 100 km (Valentina. 2023). Banyak aktivitas geologi utama di bumi terjadi pada batas lempeng (plate boundary) yaitu zona di mana lempeng tektonik bertemu dan berinteraksi. Lempeng yang berdekatan dapat bergerak dengan cara berbeda. Pada batas divergen (divergent boundary), dua lempeng saling menjauh dan terjadi pemisahan. Untuk batas konvergen (convergent boundary), dua lempeng saling berdekatan hingga bertemu. Pada batas transform (transform boundary), dua lempeng bergerak beririsan secara horizontal dan terjadi gesekan lateral antara lempeng-lempeng tersebut.
Terbentuknya zona subduksi ialah terjadi akibat terjadinya pergerakan konvergen. Konvergen adalah dua lempeng yang saling berdekatan, akibat perbedaan kepadatan salah satu lempeng akan tertancap kebawah dan masuk kedalam lempeng lainnya. Palung laut yang dalam biasanya berada pada zona subduksi, Di mana potongan lempeng yang menerobos mengandung banyak hidrat, sehingga kandungan hidrat ini dilepas saat pemanasan berlangsung yang tercampuri oleh mantel dan menyebabkan pencairan, sehingga dapat menimbulkan aktiivtas vulkanik.
Di batas konvergen, kerak benua terbentuk sementara kerak samudra terjepit, meleleh, dan berubah menjadi magma. Gerakan lempeng konvergen ini sering kali menghasilkan gempa bumi dan sering kali membentuk barisan gunung berapi.
Proses Subduksi
Arus konveksi yang terjadi di lapisan astenofer merupakan lapisan yang mirip dengan plastik di bawah litosfer. Proses ini melibatkan pemanasan, naiknya magma, pendinginan, dan tenggelamnya Kembali magma. Gerakan konveksi ini bertanggung jawab atas pergerakan atau gerakan lambat lempeng tektonik. Ketika lempeng tektonik bergerak menuju satu sama lain di batas konvergen, gaya pergerakan menciptakan zona subduksi karena perbedaan kepadatan lempeng dan gaya gravitasi. Lempeng yang lebih padat dan tipis disebut lempeng subduksi yang akan terus bergerak ke bawah lempeng yang kurang padat dan lebih tebal untuk menuju mantel dan akhirnya meleleh seiring berjalannya waktu.
Jika subduksi terjadi pada salah satu ujung lempeng tektonik, apa yang akan terjadi pada ujung lainnya? Pada batas lempeng tempat terjadi konvergensi, ujung lempeng yang berlawanan akan divergen atau menjauh dari lempeng lainnya. Di tempat pertemuan dua lempeng, magma dilepaskan secara perlahan melalui aktivitas vulkanik. Dengan singkatnya, batas divergen membentuk materi lempeng baru melalui pendinginan magma atau disebut sebagai kerak samudra baru, sedangkan batas konvergen akan menghancurkan tepi lempeng melalui subduksi.
Berdasarkan penelitian yang ada, terdapat beberapa konsep yang diyakini secara luas. Salah satunya adalah bahwa memulai zona subduksi yang dianggap sebagai hal yang sangat kompleks dan sulit, serta tidak dapat dengan mudah dijelaskan melalui pengamatan langsung. Selain itu, pengawalan subduksi juga tidak dapat diobservasi di sembarang tempat, terutama tanpa pengetahuan ahli tentang wilayah di mana subduksi mungkin terjadi.
Dampak dari subduksi yang dapat diamati adalah dapat terjadi karena adanya variasi usia lempeng pada zona subduksi, perbedaan kecepatan subduksi, dan keberadaan objek apung. Ini dapat menyebabkan perubahan sudut pada lempeng yang tersubduksi, pembentukan palung yang lebih dalam, erosi subduksi, dan perubahan aktivitas busur vulkanik.