Mohon tunggu...
Ahmad Kaylani
Ahmad Kaylani Mohon Tunggu... -

Sedang berlatih menulis hal-hal kecil dan mudah, hal-hal yang sederhana dan bisa mendapatkan pengalaman baru dari pembaca

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cerpen | Pahlawan

10 April 2018   23:41 Diperbarui: 10 April 2018   23:51 592
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jleb!

Pisau yang dua hari  ia asah menebus lehernya. Berulang kali. Pyar!! Darah muncrat dari tenggorokan pria kurus berkaca-mata. Ia mengerang dalam beberapa saat. Setelah kakinya menghentak, ia pun terkulai. Mati!

Sejenak suasana hening. Hanya terdengar tarikan nafas sangat panjang dari pria paruh baya yang tangannya berlumur darah. Dendam dan kemarahanya seperti tersedot oleh nafas pria kurus yang sudah tidak bernyawa.  Dendamku terbalas sudah, bisiknya.

"Mengapa anda membunuhnya? Tanya hakim. Matanya lurus ke pria berkaca mata yang duduk sebagai terdakwa. Vonis 20 tahun penjara yang dijatuhkan jaksa tidak mengubah ketenangan duduknya.  Ia tenang. Setenang saat menghujamkan pisau ke leher pria kurus yang belum terlalu ia kenalnya.

Apakah perlu saya menjelaskan kepada Bapak hakim mengapa saya membunuhnya? Tanyanya dengan ketenangan prima. Berapapun hukuman yang Bapak berikan kepada saya hingga hukuman mati sekalipun, saya akan menerimanya. Jika saya menerima semua jenis hukuman yang Bapak Hakim tetapkan mengapa saya hari memberi penjelasan?

mercusuarnews.com
mercusuarnews.com
Saya tahu, bapak hakim akan berusaha memberi hukuman kepada saya dengan cara yang seadil-adilnya, tentu dengan berusaha mencari akar penyebab mengapa saya membunuh pria bajingan dan jahanam itu. Tapi apakah Bapak hakim akan mampu memahami perasaan  saya hingga kematian dan nyawa menjadi sangat pantas untuk perbuatannya. Perbuatan yang bisa jadi bagi Pak Hakim hanya sekedar untuk dimaafkan..

"Tidak Bapak Hakim. Sekali lagi tidak. Biarkan hukuman yang saya berikan kepada pria itu sebagai bentuk saya menjaga harga diri dan kehormatan keluarga saya. Istri dan anak-anak saya. Pria yang tak pernah pantas untuk melakukan apapun kepada istri saya. Bagi saya hanya kematian yang pantas untuk perbuatannya. Untuk kejahatannya". Ada kemarahan yang tertahan. Ada dendam yang lama ia simpan.

Pria baik. Pria yang tak pernah marah. Namun jika tiba-tiba ia bertindak, maka srigala sesadis apapun tak kan mampu menandinginya. Hujaman pisau di bekas leher pria yang telah merusak keluarganya menunjukkan hujaman kemarahan yang luar biasa.

Ada jarak waktu antara kemarahan dengan hujaman yang cukup dalam. Hanya kilauan pisau yang bisa dipahami seberapa dalam tingkat kemarahan.

Pria baik yang tak pernah melakukan tindakan pidana. Ia berusaha menjaga kehormatan istrinya. Menjaga kehormatan keluarganya. Menjaga kehormatan wanita-wanita yang menjadi korban rayuannya.

bangka.tribunnews.com
bangka.tribunnews.com
Di luar itu pria kurus itu seorang ilmuwan. Seorang yang mengerti agama. Sepantasnya ia menjadi pelindung bagi wanita-wanita baik-baik. Menghormatinya. Menghargainya. Bukan didekati dan disapa untuk menjadi mangsanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun