Mohon tunggu...
Kayla Elfreda
Kayla Elfreda Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

22107030031 UIN Sunan Kalijaga

Selanjutnya

Tutup

Beauty Pilihan

Apakah Body Positivity adalah Contoh dari Toxic Positivity?

17 Maret 2023   23:09 Diperbarui: 17 Maret 2023   23:08 298
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Body Positivity adalah kampanye yang mulai rajin diserukan oleh banyak orang, khususnya bagi kaum Hawa yang sering diserang sebagai sasaran body shaming. Menurut saya hal ini bagus agar mendorong wanita jauh lebih bebas dan tidak perlu dikekang oleh opini orang lain yang belum tentu sesuai dengan kehidupan mereka.

Body Positivity menyerukan untuk mencintai dan bersyukur akan bentuk tubuh saat ini, tanpa perlu adanya rasa tidak nyaman atau malu menghadapi orang lain. Memang tampak sepele, namun hal macam body shaming bisa mengganggu kehidupan pribadi seseorang dan melalui kampanye positif seperti ini setidaknya mereka jauh lebih berani melawan.

Lalu, apa yang membuat ini menjadi rawan dari toxic?

Penulis Amanda Mull dalam artikelnya, Body Positivity is a Scam, berpendapat bahwa gerakan kepositifan tubuh telah mengabaikan alasan struktural yang menjadi akar penyebab adanya citra tubuh negatif, seperti ketidaksetaraan gender dan sistem penindasan. Alih-alih, pesan gerakan kepositifan tubuh saat ini berfokus pada individu dan kemampuan mereka untuk merasa bahagia dengan tubuh mereka.  

Inilah mengapa banyak orang yang merasa gerakan ini justru melahirkan bentuk toxic positivity, yaitu harapan bahwa setiap orang harus memiliki pemikiran positif terlepas dari keadaan yang dialami, dan bahwa kita harus memendam emosi negatif kita.  Gerakan ini semakin didominasi oleh penekanan bahwa semua orang harus menunjukkan kepercayaan diri dan penerimaan terhadap tubuh mereka. Akibatnya, mereka yang tidak dapat mencapai kepercayaan diri akan merasa gagal.

Walaupun body positivity berhasil memberi dukungan mental, sebuah jurnal ilmiah 'Obesity' menyatakan bahwa normalisasi plus size berkontribusi
dalam budaya overweight dan obesitas. Jurnal tersebut sebenarnya belum dapat dikonfirmasi benar karena dianggap menyesatkan dalam fungsinya (Alleva & Tylka, 2018; Stewart, 2018). Meskipun begitu, jurnal ini dapat memberikan gambaran atas alasan mengapa body acceptance atau body positivity masih belum bisa diterima sebagai gaya hidup yang sehat untuk beberapa orang. (Puhl & Heuer, 2009).

Meskipun belum ada bukti yang telah dikonfirmasi oleh ahli mengenai pengaruhnya body positivity terhadap obesitas; sebaiknya, kita tetap memahami lebih dalam penerapan gerakan body positivity, agar tidak melenceng ke gaya hidup yang tidak sehat. Perlu diketahui, memang self love terhadap tubuh dapat menjadi sedikit toxic apabila dilakukan secara berlebihan. Tanda-tanda bahwa self love dilakukan secara berlebihan adalah ketika kita merasa puas dengan keadaan tubuh. Sehingga, tidak ada keinginan untuk berubah untuk menjadi pribadi yang lebih sehat. 

Apabila keinginan untuk berubah hilang, akan timbul gaya hidup yang dipenuhi kenyamanan, kesenangan, dan kepuasan; kesehatan tubuh juga tidak lagi dijaga. Perlu diingat bahwa body positivity bukan sekedar menerima citra tubuh, tetapi juga mengembangkan kegunaan dan kesehatan tubuh. Itulah konsep awal dari body positivity yang perlu ditekankan sehingga tidak diterapkan dengan cara yang salah.

Tidak ada yang salah dengan mencintai tubuh sendiri. Jika sampai ada yang mengatakan body positivity sebagai cikal bakal membuat orang menjadi malas berolahraga, maka saya (dan anda pun) tidak berhak menghakimi orang tersebut karena bentuk cinta kepada diri sendiri pun berbeda - beda. Jika anda mencintai diri anda, maka seharusnya anda tidak akan begitu saja membiarkan fisik tubuh anda misalnya, menjadi tidak terawat.

Akan tetapi, jika fisik tubuh anda yang anda cintai tersebut ternyata membawa kesulitan tersendiri bagi anda, misalnya sakit yang diakibatkan oleh kelebihan berat badan yang ekstrim (obesitas), sehingga dengan mudahnya terserang penyakit, apakah itu dapat membawa pesan positif kepada orang lain? Apakah dengan tidak mempedulikan keadaan internal tubuh anda, dapat dikatakan sebagai mencintai diri sendiri? Karena jika anda mencintai diri anda sendiri, anda pasti tidak akan membiarkan diri anda terluka ataupun sakit secara jiwa dan raga.

Jikalau anda berbahagia dengan keadaan tubuh anda yang sekarang, berbahagialah! Tapi jangan lupa untuk berpikir ke arah masa depan, di mana memikirkan kesehatan berarti anda mencintai diri anda sendiri dari sekarang hingga nanti!

Mohon tunggu...

Lihat Konten Beauty Selengkapnya
Lihat Beauty Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun