Mohon tunggu...
Kayla Annazwa Suryadi
Kayla Annazwa Suryadi Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

Mahasiswa aktif prodi Bimbingan dan Konseling, Universitas Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Benarkah Seorang Pelaku Pembunuhan Memiliki Gangguan pada Mentalnya?

3 November 2023   23:48 Diperbarui: 4 November 2023   01:02 320
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di zaman yang telah berkembang seperti sekarang ini, kasus pembunuhan menjadi salah satu kasus yang marak terjadi dan kasus pembunuhan ini menjadi pemberitaan luas di media massa. Pembunuhan sendiri merupakan suatu tindakan individu atau sekelompok individu yang menyebabkan hilangnya nyawa seseorang. Pembunuhan juga biasanya terjadi karena adanya berbagai macam sebab, salah satunya yaitu gangguan pada mental sang pelaku pembunuhan. 

Gangguan pada mental pada pelaku pembunuhan sendiri terjadi karena adanya berbagai faktor yang membuat pelaku ingin melancarkan aksinya untuk membunuh seseorang.  Dalam kasus pembunuhan biasanya ada yang terjadi secara berencana dan tak berencana, kasus pembunuhan berencana (planned murder), biasanya pelaku pembunuhan sudah mengetahui siapa korban yang akan dibunuhnya, sedangkan dalam kasus pembunuhan tak berencana (unplanned murder), kasus pembunuhan ini biasanya pelaku pembunuhan sedang mengalami konflik emosional dengan korban pembunuhan. Konflik sosio-emosional ini terjadi karena adanya suatu masalah yang tidak dapat diselesaikan secara baik (Masrun dalam Agoes, 2013).

Menurut Rajab dalam Samain, hampir 94% masyarakat Indonesia mengalami depresi ringan dan berat. Hal tersebut menyangkut masalah psikologi manusia yang mengalami peningkatan statistic penderita kemurungan, kegelisahan, fobia, tekanan stress dan sebagainya. Seseorang mengalami ketidakstabilan emosi spiritual dan psikologis, sehingga tingkat menderita penyakit mental mengambil jalan pintas tindakan bunuh diri bahkan membunuh orang lain. 

Gejala gangguan mental health pada produktivitas seseorang karena sehat tidaknya seseorang berhubungan mampu tidaknya beradaptasi dengan problem yang dialaminya. Kesehatan Mental adalah terwujudnya keserasian yang sungguh-sungguh antara fungsi-fungsi kejiwaan dan terciptanya penyesuaian diri sendiri antara manusia dengan dirinya sendiri dan lingkungannya, berlandasan keimanan dan ketaqwaan, serta bertujuan untuk mencapai hidup yang bermakna bahagia dunia dan akhirat. Mental health dalam prespektif Islam merupakan suatu kemampuan diri individu dalam mengelola fungsi-fungsi kejiwaan dan tercapainya penyesuaian dengan diri sendiri. 

Orang lain, maupun lingkungan sekitarnya secara dinamis berdasarkan Al-Qur'an dan As-Sunnah sebagai pedoman hidup menuju ke kebahagiaan dunia dan akhirat. Pada zaman sekarang ini banyak sekali anak yang menerima perlakuan yang kurang baik dari orang tuanya bahkan tindakan tersebut sudah dapat dikatakan sebagai sebuah tindak pidana yang dilakukan oleh orang tua kepada anaknya mulai dari memukul sampai kepada penganiayaan yang berakibat nyawa anak tersebut melayang. Sangat sulit dipercaya ketika seorang anak meninggal ditangan orang yang sangat diharapkan untuk dapat melindungi dan menjaga dirinya. Fenomena saat ini adalah contoh dari masalah mental health yang berdampak pada keselamatan seorang anak dan diri orang tua itu sendiri.

Kesehatan mental adalah keadaan sejahtera    yang    mencakup    perasaan, pikiran,   dan   keadaan   psikologis.   Ini mencakup bagaimana seseorang berpikir, merasakan,     dan     berperilaku     dalam kehidupan sehari-hari. Kesehatan mental yang  baik  membutuhkan  keseimbangan yang   baik   antara   emosi,   pikiran,   dan interaksi  sosial  yang  sehat.  Kesehatan mental yang baik memungkinkan seseorang  melawan  dan  mengatasi  stres, mempertahankan hubungan yang bermakna  dengan  orang  lain,  membuat keputusan  rasional,  mencapai  harga  diri yang  positif,  dan  mengatasi  tantangan hidup.    Sebaliknya,    kesehatan    mental yang buruk dapat memengaruhi aktivitas sehari-hari, kualitas hidup, dan hubungan. 

Kesehatan    mental    dipengaruhi    oleh banyak faktor, termasuk biologis, genetik,   lingkungan   dan   pengalaman hidup.  Beberapa  gangguan  mental  yang lebih umum termasuk depresi, kecemasan, gangguan bipolar, skizofrenia,     dan     gangguan     makan. Gangguan     ini     dapat     memengaruhi pikiran,    suasana    hati,    perilaku,    dan interaksi sosial seseorang. Penting untuk memperhatikan kesehatan mental dengan serius   dan   menganggapnya   serius.   Ini termasuk   menjaga   gaya   hidup   sehat seperti  diet  seimbang,  tidur  yang  cukup, olahraga   teratur   dan   manajemen   stres yang efektif. Penting juga untuk mencari bantuan  dan  dukungan  profesional  jika Anda memiliki masalah kesehatan mental yang serius atau berkelanjutan. Meningkatkan kesadaran dan mengurangi   stigma   seputar   kesehatan mental  juga  merupakan  aspek  penting dalam  menjaga  kesehatan  mental  secara keseluruhan.     Semakin     terbuka     kita berbicara    tentang    kesehatan    mental, semakin  mudah  orang  mencari  bantuan dan  dukungan  yang  mereka  butuhkan.Ketika    berbicara    tentang    kesehatan mental,    WHO    mendefinisikan    faktor penentu     kesehatan     mental     sebagai kemiskinan,  jenis  kelamin,  usia,  konflik, bencana,  penyakit  serius,  keluarga  dan lingkungan   sosial.   Dengan   demikian, kesehatan  jiwa  tidak  dapat  dipisahkandari   aspek   lain   kehidupan   manusia, termasuk berbagai ruang dan infrastruktur yang mendukung kehidupan manusia di masyarakat. Namun sayangnya,   Indonesia   belum   memiliki kebijakan  khusus  terkait  kesehatan  jiwa. Padahal jika diperhatikan, ada kebutuhan mendesak akan perlindungan dan pelayanan    publik    yang    berkontribusi terhadap  kesehatan  jiwa  warga  negara Indonesia.  Saat  ini,  banyak  orang  yang tidak mampu menghadapi dan menyesuaikan   diri   dengan   perubahan zaman, rentan terhadap pengaruh negatif globalisasi,   budaya   materialistis   yang membuat orang merasa tidak mampu.

Pertanyaan ini melibatkan banyak faktor yang kompleks, dan jawabannya dapat bervariasi tergantung pada kasusnya. Namun, dalam banyak kasus, pelaku pembunuhan dapat memiliki gangguan mental yang mempengaruhi perilaku mereka. Ini bisa menjadi salah satu faktor yang memicu tindakan kekerasan tersebut, meskipun bukan satu-satunya faktor. Beberapa gangguan mental yang terkait dengan perilaku kekerasan atau pembunuhan meliputi, Gangguan Antisosial (Antisocial Personality Disorder), gangguan ini sering terkait dengan perilaku antisosial, impulsif, dan ketidakpedulian terhadap hak dan perasaan orang lain. Orang dengan gangguan ini dapat memiliki tingkat empati yang rendah dan cenderung melanggar norma sosial. Gangguan Kejiwaan (Psychotic Disorders), gangguan seperti skizofrenia atau gangguan bipolar dapat mempengaruhi persepsi dan pemikiran seseorang. Ini dapat menyebabkan gejala seperti halusinasi, waham, atau perubahan suasana hati yang ekstrem yang mungkin menyebabkan tindakan kekerasan. Gangguan Kepribadian (Personality Disorders), beberapa gangguan kepribadian, seperti gangguan kepribadian borderline atau gangguan kepribadian narsistik, dapat mempengaruhi kemampuan seseorang untuk mengatur emosi mereka dan berinteraksi dengan orang lain. Ini dapat menyebabkan konflik interpersonal dan kekerasan. Gangguan Kecemasan dan Gangguan Stres Pasca Trauma, orang yang menderita gangguan kecemasan atau gangguan stres pasca trauma (PTSD) mungkin memiliki respons yang tidak terkendali terhadap situasi yang memicu kecemasan mereka. Ini dapat mempengaruhi kemampuan mereka untuk mengatasi stres dan mungkin menyebabkan tindakan ekstrem. Banyak faktor lain, seperti riwayat kehidupan, situasi sosial, dan kecenderungan individu, juga berperan dalam mempengaruhi perilaku seseorang. Selain itu, diagnosis gangguan mental harus dilakukan oleh profesional kesehatan mental yang berkualifikasi. Terdapat perdebatan tentang kaitan antara gangguan mental dan perilaku kekerasan, dan penelitian terus dilakukan untuk lebih memahami hubungan ini. Dalam banyak kasus, tindakan kekerasan atau pembunuhan adalah hasil dari kombinasi faktor-faktor yang kompleks, termasuk faktor lingkungan, genetik, sosial, dan psikologis.

Kasus pembunuhan merupakan peristiwa yang sangat traumatis dan seringkali memiliki dampak serius terhadap kesehatan mental individu yang terlibat secara langsung atau tidak langsung. Dampaknya dapat bervariasi tergantung pada peran seseorang dalam kasus pembunuhan dan faktor-faktor lainnya. Berikut adalah beberapa dampak dari kasus pembunuhan terhadap kesehatan mental, Stres dan Trauma Emosional, Kasus pembunuhan sering kali menyebabkan stres dan trauma emosional yang parah. Baik korban langsung maupun keluarga dan teman-teman mereka dapat mengalami reaksi emosional yang kuat, seperti shock, ketakutan, kesedihan, dan marah. Stres dan trauma ini bisa memicu gangguan stres pasca trauma (PTSD). Gangguan Kecemasan, Kasus pembunuhan dapat meningkatkan tingkat kecemasan pada individu yang terlibat, terutama jika mereka merasa terancam atau takut terjadinya kekerasan serupa pada mereka sendiri atau orang yang mereka cintai. Depresi, Kesedihan yang mendalam dan kehilangan seseorang yang dicintai dalam kasus pembunuhan dapat menyebabkan depresi. 

Depresi adalah gangguan kesehatan mental yang serius yang memengaruhi suasana hati, motivasi, dan fungsi sehari-hari. Kemarahan dan Kebencian Pembunuhan sering kali menciptakan rasa kemarahan dan kebencian dalam masyarakat. Individu yang terlibat dalam kasus tersebut atau yang terpapar informasi tentang kasus tersebut melalui media sosial atau berita juga dapat merasakan kemarahan dan kebencian, yang bisa berdampak buruk pada kesehatan mental mereka. Gangguan Makan dan Penyalahgunaan Zat, Dalam upaya untuk mengatasi stres dan emosi negatif, beberapa individu mungkin mulai mengalami gangguan makan atau penyalahgunaan zat, seperti alkohol atau obat-obatan terlarang. Isolasi Sosial, Dampak kasus pembunuhan terhadap kesehatan mental juga dapat menyebabkan isolasi sosial. Individu mungkin merasa sulit untuk terhubung dengan orang lain, merasa tidak aman, atau merasa kesepian. Gangguan Tidur, Kasus pembunuhan dapat memengaruhi pola tidur. Orang mungkin mengalami insomnia atau tidur berlebihan sebagai respon terhadap stres dan trauma. Kehilangan Kepercayaan dan Ketidakamanan, Kasus pembunuhan bisa merusak kepercayaan individu terhadap dunia dan orang lain. Mereka mungkin merasa bahwa dunia ini tidak aman dan tidak dapat dipercaya. Kecemasan tentang Keamanan Pribadi, Individu yang merasa terlibat dalam kasus pembunuhan atau yang terkena dampaknya secara tidak langsung mungkin mengalami kecemasan yang berkepanjangan tentang keamanan pribadi mereka dan orang yang mereka cintai. Kesulitan dalam Berduka, Proses berduka dalam kasus pembunuhan sering kali lebih rumit karena perasaan kesalahan, marah, dan kebingungan mungkin muncul. Berduka juga dapat menjadi lebih lama dan lebih sulit. Faktor seperti dukungan sosial, akses ke layanan kesehatan mental, dan sejarah kesehatan mental sebelumnya dapat memengaruhi sejauh mana seseorang terpengaruh dan bagaimana mereka mengatasi dampak tersebut. Jika Anda atau seseorang yang Anda kenal mengalami dampak kesehatan mental yang serius akibat kasus pembunuhan, sangat penting untuk mencari bantuan dari profesional kesehatan mental.

Kasus pembunuhan dapat memberikan berbagai tantangan serius bagi kesehatan mental individu yang terlibat, termasuk para saksi, keluarga korban, pelaku, serta petugas penegak hukum dan penyelidik. Berikut adalah beberapa tantangan kesehatan mental yang dapat muncul dalam konteks kasus pembunuhan, Trauma Psikologis, saksi mata, korban yang selamat, atau anggota keluarga korban sering kali mengalami trauma psikologis akibat pengalaman tersebut. Mereka mungkin mengalami kecemasan, depresi, atau PTSD (Post-Traumatic Stress Disorder) yang dapat berlangsung dalam jangka waktu yang lama. Trauma seperti ini dapat memengaruhi kualitas hidup mereka secara signifikan. Stigma dan Stres, anggota keluarga korban mungkin menghadapi stigma sosial terkait dengan kasus pembunuhan yang dapat memengaruhi kesehatan mental mereka. Selain itu, mereka dapat mengalami stres yang tinggi, baik dalam menghadapi kehilangan yang mendalam maupun dalam menghadapi sistem peradilan pidana. Kesehatan Mental Pelaku, pelaku pembunuhan sendiri mungkin memiliki gangguan mental atau trauma yang memengaruhi kesehatan mental mereka. Pada beberapa kasus, mereka mungkin merasa bersalah, bingung, atau mengalami depresi setelah tindakan yang mereka lakukan. Petugas Penegak Hukum, penyelidik dan petugas penegak hukum yang terlibat dalam kasus pembunuhan sering kali terpapar kepada berbagai bentuk kekerasan, kematian, dan bukti-bukti mengerikan. Ini dapat berdampak negatif pada kesehatan mental mereka. Mereka dapat mengalami stres kerja, kelelahan, serta gejala trauma sekunder. Media dan Publik, terkadang, media berita dan perhatian publik terhadap kasus pembunuhan dapat menciptakan tekanan tambahan bagi semua pihak yang terlibat. Saksi dan keluarga korban mungkin merasa terus menerus diingatkan pada tragedi tersebut melalui liputan media, yang dapat mengganggu proses penyembuhan mereka. Proses Peradilan, proses peradilan yang lambat dan panjang dapat memberikan tekanan psikologis yang besar bagi semua pihak yang terlibat. Ini termasuk para saksi yang harus bersiap untuk bersaksi, keluarga korban yang menunggu keadilan, dan pelaku yang mungkin merasa cemas tentang hasil proses peradilan. Tantangan-tantangan ini memerlukan perhatian yang serius terhadap dukungan kesehatan mental dan perawatan yang sesuai bagi semua individu yang terlibat dalam kasus pembunuhan. Penting untuk memahami bahwa dampak kesehatan mental dari kasus pembunuhan dapat berdampak jangka panjang, dan intervensi yang tepat diperlukan untuk membantu individu mengatasi trauma dan stres yang mereka alami.

Seorang guru Bimbingan dan Konseling memiliki peran penting dalam menangani kasus pembunuhan di lingkungan sekolah atau masyarakat. Berikut adalah langkah-langkah rinci mengenai bagaimana seorang guru bimbingan dan konseling dapat menangani kasus pembunuhan, Pertama, Evaluasi Keadaan, guru Bimbingan dan Konseling perlu memahami situasi secara keseluruhan. Mereka harus mengumpulkan informasi tentang kasus pembunuhan, termasuk korban, pelaku, dan orang-orang yang terkena dampak. Ini mungkin melibatkan berbicara dengan siswa, guru, orangtua, dan staf sekolah. Kedua, Penyampaian berita dengan Sensitif, jika kasus pembunuhan melibatkan siswa di sekolah, guru bimbingan dan konseling mungkin harus memberikan berita tersebut dengan sensitif kepada siswa yang terkait. Mereka harus siap memberikan dukungan emosional saat mengumumkan berita tersebut. Ketiga, Penyediaan Dukungan Emosional, guru Bimbingan dan Konseling perlu siap memberikan dukungan emosional kepada individu yang terkena dampak kasus pembunuhan, termasuk siswa, guru, dan staf sekolah. Mereka harus menciptakan lingkungan yang aman di mana individu dapat berbicara tentang perasaan mereka, kesedihan, dan kebingungan mereka. Guru bimbingan dan konseling dapat menggunakan keterampilan konseling seperti pendengaran aktif dan empati untuk membantu individu mengatasi stres dan trauma. Keempat, Grup Pendukung, menyelenggarakan kelompok pendukung untuk siswa dan staf yang terkena dampak kasus pembunuhan dapat membantu mereka berbagi pengalaman dan merasa kurang sendirian dalam situasi yang sulit ini. Guru bimbingan dan konseling dapat memfasilitasi kelompok-kelompok ini. Kelima, Konseling Individu, mereka juga harus siap untuk memberikan konseling individu kepada siswa atau staf yang membutuhkannya. Ini dapat membantu mereka dalam mengatasi reaksi emosional yang mereka alami. Keenam, Rujukan ke Ahli, jika kasus pembunuhan memiliki dampak yang sangat serius pada kesehatan mental individu, guru bimbingan dan konseling harus siap untuk merujuk mereka ke profesional kesehatan mental yang lebih terlatih dan berkualifikasi. Ketujuh, Konsultasi dengan Manajemen Sekolah, guru bimbingan dan konseling harus berkomunikasi secara teratur dengan manajemen sekolah, kepala sekolah, atau administrator untuk memastikan langkah-langkah yang tepat diambil dalam menangani kasus pembunuhan di lingkungan sekolah. Kedelapan, Kerja Sama dengan Layanan Sosial dan Penegak Hukum, jika kasus pembunuhan melibatkan masalah hukum atau sosial yang lebih luas, guru bimbingan dan konseling perlu berkoordinasi dengan pihak berwenang, seperti layanan sosial atau penegak hukum. Kesembilan, Pencegahan, Guru bimbingan dan konseling juga dapat berperan dalam upaya pencegahan kejadian serupa di masa depan dengan memberikan edukasi dan dukungan mengenai resolusi konflik, pengelolaan emosi, dan penyelesaian masalah. Dan yang terakhir, Pemantauan dan Tindak Lanjut, Guru bimbingan dan konseling harus terus memantau individu yang terkena dampak kasus pembunuhan untuk memastikan bahwa mereka mendapatkan dukungan yang diperlukan. Tindak lanjut yang berkelanjutan mungkin diperlukan. Dalam menghadapi kasus pembunuhan, guru bimbingan dan konseling memiliki peran kunci dalam memberikan dukungan emosional dan praktis kepada individu yang terkena dampak. Mereka juga dapat berkontribusi dalam upaya untuk meredakan dampak psikologis jangka panjang dari kejadian tragis ini.

Kesimpulannya yang bisa diambil yaitu, beberapa gangguan pada kesehatan mental yang terkait dengan perilaku kekerasan atau pembunuhan, seperti Gangguan Antisosial, Gangguan Kejiwaan, Gangguan Kepribadian, serta Gangguan Kecemasan dan Gangguan Stres Pasca Trauma. Hal ini menunjukkan bahwa gangguan mental dapat memainkan peran dalam beberapa kasus perilaku kekerasan, meskipun bukan satu-satunya faktor yang mempengaruhi perilaku tersebut. Diagnosis gangguan mental sebaiknya dilakukan oleh para ahli dalam bidang kesehatan mental yang berkualifikasi, dan perlu diingat bahwa hubungan antara gangguan mental dan perilaku kekerasan masih menjadi perdebatan dalam penelitian ilmiah. Meskipun gangguan mental ini dapat memengaruhi perilaku seseorang, penting untuk diingat bahwa tidak semua individu dengan gangguan mental akan melakukan tindakan kekerasan. Banyak faktor lain, seperti riwayat kehidupan dan situasi sosial, yang juga berperan dalam mempengaruhi perilaku.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun