Lalu saat kinerja BUMN 2016 turun, dan bahkan jika laba Pertamina 2016 (jaman Dwi Soetjipto) tidak dimasukkan dalam perhitungan laba total BUMN (laba Pertamina 2015 & 2016 tidak dimasukkan). Laba BUMN 2015 minus Pertamina & Laba BUMN 2016 minus Pertamina, maka Laba total BUMN tahun 2016 turun dibandingkan tahun 2015. Bahkan laba BUMN Perbankan yang selama ini menjadi penopang laba BUMN turun. Bahkan dapat dikatakan BUMN era Dahlan Iskan (era SBY) di tahun 2014 lebih baik dibandingkan BUMN era Rini Soemarno (era Jokowi) tahun 2016, maka Mafia Migas ketakutan kondisi “gawat darurat BUMN” ini akan memunculkan desakan untuk pergantian Menteri BUMN. Maka langsung saja muncul berita, termasuk dari eksplorasi.id bahwa Dwi Soetjipto mengincar jabatan Menteri BUMN. Pertanyaannya mengapa yang dimunculkan bukan kandidat lainnya yang sangat banyak dan sangat kompeten. Nama mantan Menteri BUMN Sugiharto layak jadi kandidat, mantan Dirut Telkom Rinaldi Firmansyah layak jadi kandidat, mantan Dirut Bank Mandiri yang juga staf khusus Menteri BUMN yaitu Budi Gunadi layak jadi kandidat. Bahkan mestinya mantan Dirut Garuda Indonesia Arif Wibowo juga layak jadi kandidat. Mengapa langsung dimunculkan nama “Dwi Soetjipto”?. Bagi Mafia Migas dengan fakta Pertamina 2015-2016, maka Sosok Dwi Soetjipto adalah “Panglima Perang Jokowi” dalam memberantas Mafia Migas. Maka nama dan karakter Dwi Soetjipto akan terus diusik oleh Mafia Migas. Jadi Dirut Pertamina saja Mafia Migas sudah babak belur, apalagi jadi Menteri BUMN. Bisa dipastikan lahan Mafia Migas di PGN, PLN dan lainnya juga akan diberangus oleh Dwi Soetjipto. Dimanakah Dwi Soetjipto?, carilah di kampus-kampus atau sesi-sesi sharing/pelatihan, maka disitulah akan ditemukan Dwi Soetjipto yang berusaha menularkan ilmu dan menciptakan pemimpin perusahaan hebat kedepan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H