Mohon tunggu...
kawiewara wara
kawiewara wara Mohon Tunggu... -

Aku menjalani hidup ini dalam kebisingan di antara bahagia dan derita. Bahagia dan derita begitu tipis jaraknya, kuingin membuatmu selalu bahagia meski aku belum bisa menjadikan kau tertawa dalam kebersamaan kita.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Seberapa Ringan Kasus Saksi Palsu?

31 Januari 2015   09:24 Diperbarui: 17 Juni 2015   12:03 114
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="" align="aligncenter" width="485" caption="FOTO: liputan6.com"][/caption]

Fitnah. Itu adalah satu kata yang sudah demikian akrab di telinga kita. Sebuah kata sederhana yang terkesan sepele. Begitupun dengan kesaksian, selalu membutuhkan makhluk berwujud manusia yang berkontribusi dalam memanipulasi kejadian asli. Saksi, demikian biasanya disematkan pada orang yang bersaksi atau memberi kesaksian, memiliki peran yang sangat penting atas terciptanya suatu keadilan bagi orang-orang yang berperkara. Saksi haruslah seorang yang jujur, karenanya tidak mudah bertindak sebagai seorang saksi yang terlibat langsung dalam suatu perkara atau kejadian. Betapa pentingnya seorang saksi. Agar meyakinkan, saksi disumpah atas nama Tuhan di depan majelis hakim.

Ratusan tahun yang lalu, Keboijo harus merasakan hukuman (yang seharusnya tidak ia terima) karena adanya saksi palsu. Kesaksian palsu seorang Ken Arok ketika membunuh lawan politiknya, Tunggul Ametung, demi menduduki posisi sebagai Tumenggung sekaligus mendapatkan janda Ken Dedes yang kecantikannya tiada tara. Beberapa waktu sebelum melakukan pembunuhan, Ken Arok sengaja meminjamkan pusakanya, sebuah keris hasil tempaan Empu Gandring. Karena keluguannya, Keboijo yang baru menjadi Prajurit di Katumenggunganpun dengan bangga memamerkan keris itu. Diakuinya keris itu sebagai keris miliknya sendiri. Hingga tiba saatnya Ken Arok melakukan pembunuhan terhadap Tunggul Ametung, dengan serta merta orang-orang menuduh Keboijo sebagai pelaku pembunuhan atas diri Tunggul Ametung. Ken Arok yang sudah merencanakan segala sesuatunya dengan matang itupun dengan leluasa bersaksi palsu dan menjebloskan Keboijo dalam pusaran masalah yang berujung dengan kematian. Sungguh malang, pemuda polos yang belum lama menjadi prajurit itu mendapatkan hukuman mati atas tindak pidana yang tidak pernah dilakukannya.

Ilustrasi di atas hanyalah sedikit gambaran tentang betapa mengerikannya akibat sebuah kesaksian palsu yang dilakukan oleh saksi palsu. Tentu, masih banyak lagi orang-orang yang mendapatkan perlakuan tidak adil akibat adanya kesaksian palsu, atas fitnah yang ditujukan pada mereka. Seseorang bisa saja kehilangan kesempatan hanya gara-gara fitnah atau saksi palsu yang dituduhkan kepadanya. Jaman sekarangpun, bisa saja seseorang tidak mendapatkan hak yang seharusnya dia peroleh, gara-gara saksi palsu.

Baru-baru ini, kasus saksi palsu kembali ramai di tengah-tengah kita, meskipun kejadiannya sudah bertahun-tahun yang lalu. Tetapi saya yakin, akibat dari kesaksian palsu tersebut, jika memang benar adanya, tentu telah berakibat kerugian besar pada pihak yang terdampak atas kesaksian palsu tersebut. Tetapi, kadangkala nurani kita bekerja otomatis untuk menolak apapun isu jika ditimpakan pada orang yang dianggap sebagai orang pilihan seolah-olah memiliki level sekelas nabi. Tak heran, banyak orang beramai-ramai menuduh sebagai kriminalisasi atas orang yang dianggap bersih karena menjadi komisioner KPK. Para komisioner KPK bahkan diusulkan (atau mengusulkan?) hak imunitas atau kekebalan atas hukum yang berlaku selama menjabat. Sebagian orang mungkin setuju, tapi saya yakin banyak pula yang tidak setuju dengan hak imunitas atas tindak pidana tersebut.

Biarkanlah Bambang Widjojanto menjalankan proses hukum atas dirinya, jika memang dia bersalah biarlah dia menebus kesalahannya. Biarlah proses keadilan berbicara atas nasib dirinya, toh kita tidak pernah tahu kebenaran atas sangkaan “menyuruh orang bersaksi palsu” dalam sengketa Pilkada yang disangkakan padanya. Menyuruh orang untuk bersaksi palsu, mempunyai derajat kesalahan lebih tinggi daripada orang yang bersaksi palsu itu sendiri. Bukankah orang yang menyuruh pembunuh bayaran akan mendapat hukuman lebih berat daripada pembunuh itu sendiri?

Marilah kita berlaku tenang dalam menyikapi kasus saksi palsu yang dituduhkan kepada Bambang Widjojanto, Tidak elok jika kita menggadaikan rasa keadilan hati nurani kita hanya karena seorang Bambang Widjojanto adalah wakil ketua KPK, di mana KPK adalah lembaga antirasuah yang terlanjur dicap sebagai lembaga bersih dengan orang-orang yang bersih. Orang-orangnya, tentu saja tetaplah individu atau pribadi-pribadi yang masih memiliki nafsu dan emosi selayaknya manusia biasa yang tak lepas dari ketidaksempurnaan. Marilah kita melihat dengan mata kepala dingin, benar dan tidaknya kasus saksi palsu, pengadilan yang akan membuktikannya kelak. Salam Indonesia, NKRI harga mati.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun