Mohon tunggu...
Kawako Tami
Kawako Tami Mohon Tunggu... -

Kawako Tami adalah nama pena dari Anjani Putri Bayu Pratami. Penulis dan penyair kelahiran Pekanbaru, 08 Desember 1988 ini sedang menyelesaikan studinya di Universitas Indonesia jurusan Ilmu Komunikasi dengan konsentrasi pada Komunikasi Media. Menulis sudah dilakukannya sejak kelas 3 sekolah dasar. Karyanya pernah dimuat di koran lokal, dan beberapa antologi bersama, seperti Empat Amanat Hujan dari Dewan Kesenian Jakarta, Keping Kehidupan dari Komunitas Pena Santri, dan lainnya. Karyanya paling rajin diposting di note facebook. Hingga saat ini masih dalam usaha keras memantaskan diri menjadi pabrik kata yang memproduksi puisi dengan kualitas, kecepatan, dan produktivitas tinggi.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Bukan Puisi yang Indah

10 November 2011   15:13 Diperbarui: 25 Juni 2015   23:49 84
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Aku ingin menulis tentang kalian. Sebuah puisi yang indah seperti hujan. Secercah dia akan membawa hangat, lalu sejuk, kemudian gigil yang membuat napas berkabut. Kita akan tergelak. Seperti romantisme riak lembut danau kenangan atau debur ombak pantai impian. Kalian adalah riak danau yang menjinak pada dermaga tertakdir. Dia yang kau sebut belahan mimpi yang bersamamu mewujud nyata.

Kalian terkadang menjelma badai. Menjelma ombak, menjelma arus, menggapai pantai mewujud tsunami atau sekedar gelombang tinggi. Yah, hanya pada pantaiku mungkin namun bukan teluk-teluk sendu dengan pepasir molek dan nyiur gemulai yang menjadi sorga para nabi.

Aku terkadang menjadi sangat manipulatif. Kubawa waktu mengantar pada malam-malam menggairahkan. Ketika burung-burung hitam terjebak di air gelap, mengepak-ngepak sayap kebingungan. Karena penerbang takkan melayang di genangan. Karena pecinta takkan merindu pada keraguan.

Baiklah kalian para penikmat kata. Aku tak kan membuat kalian mabuk pada tuak sajak gelap ini. Kalian jauh lebih meluruh pada kata-kata cair dan manis di gelas-gelas kristal atau botol-botol mahal. Kalian mencandu lalu mabuk lalu melapuk pada hening yang menggoda.

Dan ketika mengurai galau yang mengikat dua bilah sayap dan mencengkram cakar-cakarku. Aku kembali pada api. Mambakar hingga denyut terakhir, melenyap mimpi dan terlahir kembali:

Akulah garam yang tak kalian cari dalam menu makanan. Tapi aku akan hadir dalam setiap santapan, dalam setiap kenangan pada hidangan terbaik, yang kalian pilih tuk menyambung kehidupan.

Depok, 3/11/11

Coretan iseng tanpa bentuk.. hehehe ^_^

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun