Bagi Roeslan Abdul Ghani, hari pertama Konferensi Asia Afrika sudah dimulai sejak pertemuan informal 22 delegasi pada minggu pagi, 17 April 1955 di salah satu ruang sekrerariat di Gedung Merdeka.Â
Pertemuan ini diinisiasi Perdana Menteri India, Jawaharlal Nehru guna membahas susunan agenda dan prosedural konferensi. Disamping membahas tata cara, pertemuan ini juga dimaksudkan sebagai ajang perkenalan antara delegasi. Dari 5 negara sponsor Konferensi Asia Afrika, hanya Pakistan yang belum datang saat itu.Â
Dalam pembahasan susunan agenda dan pidato, Nehru menginginkan tata cara rapat ala persemakmuran Inggris diterapkan pada Konferensi Asia Afrika. Rapat harus dibuat seluwes mungkin, konsensus harus dijadikan dasar dalam keputusan konferensi yang tertuang dalam komunike final. Selain itu, ketok palu harus segera mungkin mensahkan tujuh agenda yang dibahas saat konferensi ; kerjasama ekonomi dan budaya, nuklir,kolonialisme, diskriminasi rasial, promosi perdamaian hingga keuniversalitas anggota Perserikatan Bangsa Bangsa.
Bebebrapa poin lain yang diusulkan : pidato pembuka dari kepala delegasi cukup disebarkan melalui kertas kepada setiap peserta tanpa harus dibacakan saat kepala delegasi berpidato. Ali Sastroaidjojo akan diterima sebagai ketua konferensi oleh sidang umum pertama, konferensi terbagi menjadi sesi terbuka dan sesi tertutup, dan terdapat tiga komite yang dihadirkan ; ekonomi, politik dan kebudayaan.Â
Seluruh delegasi yang hadir saat itu hanya terdiam dengan usulan tersebut. Menurut Abdulgani, tata cara yang diusulkan oleh Nehru masih terbilang masuk akal, juga karena pertemuan tersebut masih sekedar pembuka.Â
Dalam suasana sidang yang seeprti itu, Perdana Menteri Indonesia, Ali Sastroamidjojo kemudian menyimpulkan terkait tata tertib persidangan yang diambil dari rencana tata tertib join secretariat. Ali pun menegaskan bahwa kesimpulan dalam pertemuan informal ini masih bersifat sementara. Seusai acara jamuan teh di bungalow Ciumbuleuit dimalam hari, terjadi ketegangan yang menyita perhatian. Perdana Menteri Pakistan, Mohammad Ali yang datang pada acara tersebut kecewa dengan pertemuan informal pagi sebelumnya yang tidak menunggu kedatangan Pakistan.Â
Pakistan merasa seharusnya mereka dilibatka dalam setiap pembicaraan mengenai konferensi karena posisnya sebagai sponsor Konferensi Asia Afrika juga sebagai peserta aktif saat Konferensi Kolombo dan Konferensi Bogor. Moh Ali nampak marah berapi api dengan nada keras, bahkan jarinya berkali kali ditunjukkan ke arah tempat duduk Nehru, sekalipun namanya tidak disebutkan. Kemarahan Moh Ali dinilai sebagai efek dari konflik Kashmir yang melibatkan India dan Pakistan. Segera ketegangan tersebut dapat diredam kebijaksanaan Ali Sastroamidjojo.Â
Dengan suara tenangnya, Ali menjelaskan bahwa pertemuan tersebut tidak bermaksud mengabaikan Pakistan. Ali mengakui pertemuan tersebut dilaksanakan terburu buru, namun yang harus diingat 2/3 peserta konferensi sudah hadir pada pertemuan tersebut, dan mereka memerlukan kontak dan konsultasi awal. Ali menegaskan kembali bahwa pertemuan tersebut masih bersifat sementara dan butuh pengesahan formal dari forum konferensi.Â
Tepat setelah pidato pembukaan dari Presiden Soekarno di hari pelaksanaan Konferensi Asia Afrika, kesimpulan pertemuan informal 17 April digugat oleh negara yang tidak hadir pada Minggu pagi. Maka dari itu, sideng pleno konferensi terpaksa ditunda demi mengelar sidang informal sekali lagi. Pada akhirnya usulan Nehru tidak dilaksanakan, kepala delegasi dari 19 negara diberi kesempatan untuk membacakan pidato pembukaan dan 7 negara lainnya mengedarkan pidato salinan mereka. Sedangkan Indonesia, India, Arab Saudi, dan Birma memilih untuk diam.Â
Rapat tersebut juga menyepakati lima agenda pokok yang dibahas dalam konferensi : kerjasama ekonomi, kerjasama kebudayaan, hak asasi manusia, kebebasan menentukan nasib sendiri, masalah negara yang terjajah, dan pemajuan perdamaian serta kerjasama intednasional. Selain itu, ada beberapa poin kesepakatan menegnai kesekretariatan : sekretariat bersama akan dijadikan sebagai sekretariat Konferensi Asia Afrika dan tidak akan membuka sekretariat baru, komunike yang diajukan sekretariat harus mendapatkan persetujuan konferensi, setiap delegasi dapat mengirimkan wakilnya ke sekrerariat untuk membantu penyusunan komunike jika dibutuhkan. Sumber : Roeslan Abdulgani, The Bandung Connection Hlm 55-72
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H