Di Gorontalo, juga terdapat tradisi dalam Ramadan. Akan tetapi, tradisi ini biasanya dilakukan sejak tiga malam sebelum Ramadan berakhir. Tradisi ini dinamakan ‘Tumbilo Tuhe’, yakni semacam acara mendekorasi kampung dengan memasang ratuasan lampu berwarna-warni di tepian jalan, terutama jalan yang menuju masjid atau mushala. Lampu-lampu tersebut terbuat dari botol beling bekas berukuran kecil yang diisi minyak.
Kata ‘Tumbilo Tuhe’ berasal dari bahasa Gorontalo, yaitu tumbilo yang bermakna pemasangan, dan tuhe yang artinya lampu. Ini adalah adat yang berlangsung sejak abad ke-15, atau pada masa awal masuknya Islam di Gorontalo. Dari riwayatnya, lampu yang dimaksud tentu saja bukan lampu listrik, melainkan lampu tradisional berbahan bakar minyak.
Sejatinya, ‘Tumbilo Tuhe’ berkisah tentang ajakan bagi umat Islam di Gorontalo untuk semakin meramaikan masjid di hari-hari menjelang Ramadan berakhir. Karena pada masa itu belum ada penerangan di jalan, dipasanglah lampu (tumbilo tuhe) di jalan-jalan yang mengarah ke masjid atau mushala. Tujuannya jelas agar umat Muslim jalannya semakin terang dan mudah untuk melangkah ke masjid atau mushala.
Tentu masih banyak tradisi unik lain dalam menyambut Ramadan di berbagai daerah di Indonesia. Hemat saya, kekayaan kultural ini seharusnya dapat membuat kekhusyukan ibadah Ramadan menjadi lebih menyenangkan dan bukan justru menambah runcing polemik sikap saling memaksakan penghormatan.
Selamat menyambut bulan suci Ramadan 1438 hijriah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H