Setiap batu yang terbujur di telapak jalan memanggil
namamu beserta air ludah yang terlempar dari inangnya
mengikis tanah sembari mengeja debu yang akan lekas mengudara
beserta sejumlah ribuan asap dan kepulan kabut kentut alat transportasi
Ibu kota.
Sementara mega melepas sekat forma-forma bumi
Sketsa kegelisahan daun-daun pada angin
kekhawatiran mineral menjadi comberan-comberan
sampai tanah kalap memikul beban gedung-gedung
hingga oksigen yang hampir tak tercium
tidak kah mereka menikmatinya?
Semoga hanya burung gereja yang mampu mengeja
Keadaan ini yang mulai kumuh dengan nilai-nilai
Serupa hasrat dan syahwat.
Â
Ketika langit mulai bergemuruh tiap kepala
Kita akan berteduh mencari payung-payung
Dan hujan selalu senang saat katak selalu bernyanyi bangga
Namun kini mereka berhenti
Mereka kini ikut diam di bawah batu-batu rindang
Menutup diri karena terik sudah bisa mengelupas kulitnya
Tiap-tiap cerita nenek di malam itu
Ku telan hingga nyatanya
Mimpi sudah berhenti. Jkt201015
Â
Ilustrasi gambar
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H