Mohon tunggu...
Katarina Leba
Katarina Leba Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

"Dalam setiap rintangan tersembunyi berkah, dalam setiap kesulitan terdapat pelajaran; mereka yang selalu bersyukur akan menemukan keindahan dalam segala situasi."

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Revitalisasi Pancasila di Era Digital: Refleksi Hari Kesaktian Pancasila dan Peran Strategis Generasi Milenial

6 Oktober 2024   09:13 Diperbarui: 6 Oktober 2024   09:14 43
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pengantar

Peringatan Hari Kesaktian Pancasila pada tanggal 1 Oktober setiap tahun merupakan saat yang sangat penting bagi rakyat Indonesia. Peristiwa ini memberikan kesempatan untuk menelaah kembali perjalanan sejarah bangsa dan merenungkan nilai-nilai mulia yang menjadi dasar negara kita. Perayaan ini bukan hanya sekadar acara tahunan biasa, tetapi merupakan waktu untuk membangkitkan kembali semangat persatuan dan kesatuan yang telah ditanamkan oleh para pejuang kemerdekaan. Bagi kaum muda, terutama generasi milenial, momen ini membuka jalan untuk memahami lebih mendalam arti Pancasila sebagai ideologi yang tetap relevan dan bahkan semakin penting di tengah perubahan dunia yang terus berubah (Latif, 2019).

Dalam era globalisasi dan perubahan teknologi yang pesat, generasi muda Indonesia menghadapi berbagai tantangan yang rumit. Informasi yang mengalir deras dan hubungan antar budaya yang semakin erat seringkali mengaburkan batas-batas identitas nasional. Dalam situasi seperti ini, peringatan Hari Kesaktian Pancasila menjadi kesempatan berharga bagi kaum milenial untuk mempertegas kembali identitas mereka sebagai bangsa Indonesia. Perayaan ini mengingatkan bahwa di tengah kuatnya pengaruh global, nilai-nilai Pancasila tetap menjadi pedoman moral dan ideologis yang dapat mengarahkan langkah mereka dalam berkreasi dan memberikan sumbangsih kepada negara (Lestari, et al., 2019).

Lebih lanjut, bagi generasi milenial, Hari Kesaktian Pancasila memiliki dampak yang mendalam terhadap cara mereka melihat dan menangani berbagai persoalan masa kini. Dalam menghadapi perpecahan sosial, politik, dan ekonomi, nilai-nilai Pancasila dapat menjadi dasar untuk membangun diskusi yang membangun dan mencari jalan keluar yang merangkul semua pihak. Peringatan ini juga mendorong kaum milenial untuk menafsirkan ulang nilai-nilai Pancasila dalam konteks masa kini, misalnya bagaimana prinsip keadilan sosial dapat diterapkan dalam kebijakan ekonomi digital, atau bagaimana semangat gotong royong dapat diwujudkan melalui platform teknologi. Dengan demikian, Hari Kesaktian Pancasila bukan hanya menjadi waktu untuk merenung, tetapi juga menjadi pendorong bagi generasi milenial untuk menjadi penggerak perubahan yang tetap memegang teguh nilai-nilai luhur bangsa di tengah arus modernisasi dan globalisasi (Suryadi, 2021).

Makna Hari Kesaktian Pancasila

Peringatan Hari Kesaktian Pancasila setiap tanggal 1 Oktober memiliki latar belakang sejarah yang mendalam, berkaitan erat dengan peristiwa Gerakan 30 September 1965 (G30S/PKI). Kejadian ini merupakan salah satu momen paling kritis dalam perjalanan sejarah Indonesia, ketika ideologi Pancasila menghadapi tantangan besar dari upaya penggulingan kekuasaan yang dihubungkan dengan Partai Komunis Indonesia (PKI). Asvi Warman Adam (2009), seorang ahli sejarah, berpendapat bahwa peristiwa G30S/PKI merupakan puncak dari perseteruan ideologis yang telah berlangsung lama di Indonesia, antara kelompok pendukung Pancasila dan mereka yang menginginkan paham komunis diterapkan. Peristiwa ini membuktikan bahwa Pancasila bukan sekadar gagasan tanpa makna, melainkan landasan mendasar yang membutuhkan perjuangan dan pengorbanan untuk mempertahankannya.

Setelah peristiwa G30S/PKI, kedudukan Pancasila sebagai dasar negara semakin diperkuat dan ditegaskan tidak dapat digantikan. Soeharto, yang kemudian menjabat sebagai presiden kedua Republik Indonesia, menekankan pentingnya Pancasila sebagai ideologi pemersatu bangsa. Kaelan (2018), menjelaskan bahwa peristiwa 1965 menjadi momentum untuk memperkokoh posisi Pancasila sebagai ideologi negara yang bersifat final. Hal ini tercermin dalam berbagai kebijakan pemerintah, termasuk penetapan Hari Kesaktian Pancasila sebagai hari peringatan nasional. Peringatan ini tidak hanya berfungsi sebagai pengingat sejarah, tetapi juga sebagai saat untuk merenungkan pentingnya menjaga persatuan dan kesatuan bangsa yang beraneka ragam melalui ideologi Pancasila.

Pancasila telah terbukti mampu menjadi perekat bagi bangsa Indonesia yang sangat beragam, lebih dari sekadar simbol belaka. Semboyan nasional Indonesia, Bhinneka Tunggal Ika, mencerminkan inti sari Pancasila dalam menyatukan keberagaman. Penelitian yang dilakukan oleh Darmaputera (1988) dalam karyanya "Pancasila and the Search for Identity and Modernity in Indonesian Society" menunjukkan bagaimana Pancasila berperan sebagai "common denominator" atau titik temu yang menjembatani perbedaan suku, agama, dan budaya di Indonesia. Peristiwa G30S/PKI dan peringatan Hari Kesaktian Pancasila menjadi pengingat bahwa persatuan dan kesatuan bangsa bukanlah sesuatu yang terjadi dengan sendirinya, melainkan hasil dari komitmen bersama untuk menjunjung tinggi nilai-nilai Pancasila. Dalam konteks Indonesia masa kini, pemahaman ini menjadi semakin penting mengingat tantangan intoleransi dan radikalisme yang masih dihadapi bangsa Indonesia.

 

Tantangan Generasi Milenial

Generasi milenial Indonesia kini menghadapi sejumlah tantangan besar. Pertama, mereka dihadapkan pada arus informasi global yang sangat cepat. Era digital telah mengubah cara generasi ini mengakses dan mengolah informasi dengan kecepatan dan jumlah yang belum pernah terjadi sebelumnya. Melalui penelitiannya, Supratman (2018) menunjukkan bahwa rata-rata milenial Indonesia menghabiskan lebih dari tujuh jam sehari untuk mengakses internet, terutama melalui ponsel pintar. Kecepatan arus informasi ini membawa peluang dan risiko sekaligus. Di satu sisi, akses terhadap pengetahuan global menjadi lebih mudah, namun di sisi lain, kemampuan untuk memastikan kebenaran informasi menjadi tantangan tersendiri. Fenomena "infobesitas" atau kelebihan informasi dapat menyebabkan kebingungan dan kesulitan dalam mengambil keputusan yang tepat ( Rahardjo et al.,  2020).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun